Ketika akan menjamu Persela Lamongan di Stadion Gelora 10 November Surabaya pada Agustus 2004 Persebaya lagi dipuncak klasemen. Gak pernah kalah di kandang dan satu lagi, pernah mempecundangi Persela Lamongan dikandangnya dengan skor telak 4-0.
Karena kondisi itu saya menganggap remeh tim yang ketika kita kalahkan di Lamongan itu tidak diperkuat oleh lima pemain pilarnya akibat akumulasi kartu kuning dan cidera. Kini mereka datang dengan kekuatan penuh tapi tetap saja saya anggap remeh. Karena memang Persebaya tidak hanya menang kandang tapi banyak pertandingan tandang yang juga dimenangkan Persebaya.
Sikap meremehkan saya itu terbawa ketika H.Santo mengingatkan saya untuk menyetujui pengeluaran dana untuk nyervis perangkat pertandingan dengan alasan kuatir dikerjai wasit yang bisa berakibat fatal.
Saya katakan kepada ketua harian Persebaya itu bahwa kita sudah sepakat bahwa dana untuk perangkat pertandingan adalah agar mereka netral ketika kita bermain tandang. Sekarang kita bermain di kandang sendiri dihadapan puluhan ribu penonton kita masak wasit berani aneh-aneh ?
Jauh sebelum kita melakukan pertandingan home and away dengan berbagai tim di Liga Bank Mandiri tersebut saya telah mewanti-wanti H.Santo agar kita tidak lagi bermain haram jadah (membayar wasit untuk membela tim kita) tapi gelarlah sajadah (sedekah kepada wasit dgn pesan agar memimpin dengan netral). Karena itu ketika saya ingatkan prinsip itu H.Santo tidak lagi mendesak dan menerima apa yang saya putuskan.
Ketika pertandingan berlangsung apa yang disampaikan oleh H.Santo terbukti di lapangan,wasit Mansyur Lestaluhu berkali kali membuat keputusan yang merugikan Persebaya. Sementara sampai peluit panjang tanda bebak pertama berakhir Persebaya belum mampu membobol gawang Persela padahal ada beberapa kali insiden didepan gawang Persela yang seharusnya berbuah penalti.
Menit ke 76 pada pertandingan babak kedua bukannya Persebaya yang membuat Gol tapi justru Williams Ngondouw penyerang Persela yang membobol gawang Hendro Kartiko.
Dan ketika Kurniawan dan Gendut Doni lagi membawa bola ketengah lapangan untuk mengejar ketinggalan, di belakang gawang Persela terjadi pukul-pukulan antara suporter dengan kiper dan pemain Persela.
Penonton turun membantu temannya yang dipukuli pemain Persela. Kekacauan terjadi,tiang gawang,bench pemain dan papan-papan reklame dipinggir lapangan dibakar. Bangku stadion juga ikut dibakar. Saya dan para pemain telah menyelamatkan diri dari amukan manusia.
Saya jengkel luar biasa dan kepada media saya katakan bahwa saya biasa menservis wasit kali ini tidak jadi kita dikerjai. PSSI marah dan mengundang saya untuk diadili tentang apa yang saya ucapkan.
Selain kalah dari rival terdekat manajemen juga harus mengeluarkan lebih dari dua ratus juta rupiah untuk membenahi lapangan yang dirusak oleh penonton yang mengamuk.
Sesuai undangan PSSI saya hadir ke Jakarta bersama H.Santo yang ketika itu adalah wakil ketua Komisi Disiplin PSSI. Kepada PSSI yang memeriksa saya semua hal yang selama setengah musim lebih menjadi manajer Persebaya saya sampaikan. Anehnya saya tidak dihukum justru H.Santo yang disuruh memilih antara Persebaya atau PSSI.
Sahabat saya yang luar biasa itu memilih ikut Persebaya dan keluar dari PSSI. Dan sejak saat itu saya tidak mau lagi mengurusi non teknis semuanya saya serahkan kepada H.Santo. Dan seluruh dana untuk non teknis itu tidak lagi kami catat dalam pengeluaran Persebaya