“Beberapa orang menganggap bahwa sepak bola adalah masalah hidup dan mati. Saya jamin ini lebih serius daripada itu” (Bill Shankly)
Jadi apa keterkaitan antara Bonek dengan Persis Solo? Mengapa seorang bonek rela membuat nazar untuk klub lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan klub yang didukungnya?
Pada tanggal 30 Desember 2021, tepatnya beberapa minggu yang lalu Persis Solo sedang berlaga di Liga 2 untuk memperebutkan gelar juara melawan Rans Cilegon FCdan naik kasta ke liga 1. Kasta tertinggi yang sudah dinantikan oleh Persis selama 14 tahun lamanya. Penantian yang cukup panjang bukan? Kemenangan pun diraih oleh Persis Solo dengan Skor 2-1 dan berhak menyandang gelar juara serta lolos ke Liga 1 musim depan. Mari kita ucapkan selamat untuk Persis.
Presiden klub Persebaya (Azrul Ananda) pernah berkata, “Ada yang pernah bilang kalau ada yang diundang pertandingan persahabatan melawan Persebaya, setelah itu lolos ke liga satu”. Petuah itu ternyata memang benar adanya, boleh percaya atau tidak. Sebelumnya Persebaya pernah melawan PSIS Semarang 2017 dan PSS 2018, kedua klub tersebut lolos liga 1 musim selanjutnya. Begitupun dengan Persis Solo saat ini. Terlepas dari itu semua, tentu usaha, doa dan dukungan dari berbagai pihak yang bisa membawa klub-klub tersebut kembali di kasta tertinggi sepak bola Indonesia.
Antusias Pasoepati dan Surakartans menggema dimana-mana, tak hanya itu suporter klub lain pun turut andil mendukung kembalinya Persis ke kasta tertinggi sepak bola di negeri ini. Satu di antaranya yaitu seorang Bonek pendukung Persebaya yang berdomisili di Boyolali, tepatnya daerah Ampel yang berbatasan dengan Semarang.
Mas Wahid, teman-teman sering memanggilnya degan nama itu. Seorang pemuda yang sedari kecil sudah menggeluti dunia suporter khususnya dalam mendukung Persebaya. Tergabung dalam sebuah komunitas yakni Bonek Boyolali. Bonek Boyolali sendiri tergabung ke dalam satu karesidenan Solo Raya yang meliputi Bonek Solo, Bonek Sragen, Bonek Klaten, Bonek Boyolali, Bonek Sukoharjo, Bonek Karanganyar, dan Bonek Wonogiri.
Banyak kegiatan positif yang dilakukan oleh Bonek Solo Raya, entah itu tentang kemanusiaan, mengadakan nobar atau kopdar di waktu-waktu tertentu. Seduluran mereka sangat erat sekali, meskipun saya dari luar kota tapi mereka menerima dengan baik dan tidak membeda-bedakan. Dari sini makin tahu, ternyata Bonek tidak hanya di Surabaya saja, namun di luar provinsi juga antusias mereka tidak kalah dalam mendukung Persebaya.
Mas Wahid sendiri tak pernah absen ketika Persebaya berlaga meskipun dari luar kota. Jarak Boyolali-Surabaya membentang jauh namun itu bukan sebuah alasan buatnya. Begitupun ketika dalam masa perjuangan mengembalikan hak-hak Persebaya yang pernah dimatikan selama bertahun-tahun, penantian yang cukup panjang juga bagi Bonek, kalau soal berjuang mungkin supporter-suporter lain bisa mencontoh Bonek. Dia juga teringat momen dahulu kala, ketika suka Persebaya tapi belum bisa menonton secara langsung atau ke stadion, hanya bisa nonton di televisi. Manahan menjadi saksi pertama kali dia memasuki stadion, di sana dia belajar menjadi suporter hingga saat ini. Itulah yang menjadi alasan Mas Wahid membuat sebuah nazar, yakni “Jalan Kaki dari Boyolali ke Stadion Manahan”
Hal ini disampaikan mas Wahid lewat cuitannya di twitter sebelum Persis bertanding, lalu saya pun menanggapinya dengan antusias. Apakah benar akan dilakukan atau hanya sekadar bualan belaka? Sialnya hal itu benar-benar dilakukan oleh dia. Semua orang mungkin menganggap hal tersebut kurang kerjaan atau cara menyiksa diri paling sempurna. Lagi-lagi sepak bola memang mengalahkan logika. Ini bukan tentang jalan kaki saja tapi sebuah perjalanan yang penuh arti bagi dirinya yang menyimpan makna begitu dalam.
Nazar dilaksanakan pada hari sabtu, tepatnya ketika sepulang kerja. Di mulai dari gapura perbatasan kota sekitar pukul 5 sore. Diantar oleh salah seorang teman mas Wahid mulai berjalan dengan menggunakan atribut persebaya dan beralaskan sandal. Tak lupa scarf melingkar di pinggang serta tas kecil berisi HP dan sejumlah uang.
Tak banyak yang mengetahui tentang aksinya ini, hanya beberapa teman dan follower di twitternya. Ketika ditanya, kenapa tidak woro-woro biar dinotice sama Kaesang dan Wali Kota Solo seperti suporter lain yang juga melakukan nazar yang sama? Dia hanya menjawab kalau dia tidak butuh pengakuan ataupun popularitas, dia tidak mau nazarnya ternodai dengan hal-hal sepele semacam itu.
Ketika dalam perjalanan banyak yang menawari tumpangan atau makanan juga bertanya-tanya kenapa ia berjalan sendirian dan tanpa pengawalan, tak lelah juga ia menjelaskan kepada setiap orang perihal tujuannya untuk ke Stadion Manahan. Tiap kali ditawari uang atau makanan ia selalu menolak, karena memang ia punya perbekalan yang cukup dan gak berniat buat cari perhatian untuk dikasihani orang-orang.
Di tengah perjalanan ia tidak sengaja bertemu dengan teman lama yang sedang menuntun motornya karena ban bocor. Pertemuan yang tidak terduga, akhirnya mereka berbincang-bincang sejenak untuk melepas rindu, karena sudah lama sekali tidak bertemu. Sambil menuntun motor mencari-cari tukang tambal ban dia menceritakan nazarnya. Hingga hari gelap mereka berbincang-bincang dan waktunya mas Wahid melanjutkan perjalanan.
Sampai di Boyolali kota pukul Sembilan malam, tak terasa sudah empat jam berjalan dari Kecamatan Ampel sampai Boyolali kota. Istirahat sejenak lalu melanjutkan perjalanan lagi di daerah Teras, Boyolali. Sampai sana pukul sebelas kurang, disambut oleh teman-teman BCS pendukung PSS Sleman. Mas Wahid langsung dipeluk dan mereka tidak menyangka dengan aksi yang dilakukannya.
“Ediaann, sepak bola mengalahkan logika tenan cah!”. Celetuk salah seorang temannya.
Perjalanan masih panjang dan jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, mas Wahid memutuskan istirahat di sebuah pom bensin, di depan musholanya, karena ketika izin ke petugas tidak diperbolehkan bermalam di dalam mushola. Istirahat dari jam dua belas malam dan bangun jam empat subuh, ada sebuah kejadian lucu yakni, ketika ia bangun ada selembar uang lima ribuan di sampingnya.
Mungkin mereka mengira kalo mas Wahid adalah seorang gelandangan atau pengamen yang tidak punya rumah dan terbiasa tidur di jalanan. Karena kebetulan dia memakai atribut bonek, tau sendiri pandangan sebagian orang awam terhadap bonek seperti belum sepenuhnya baik. Uang tersebut diambilnya lalu dimasukkan ke dalam kotak amal, karena memang ia tidak membutuhkannya.
Pukul enam pagi mas Wahid melanjutkan perjalanan, di minggu pagi yang cerah dan lalu lalang kendaraan yang lewat. Seperti biasa menolak tawaran orang-orang yang memberi tumpangan atau makan juga menjawab satu persatu pertanyaan mereka. Dia berkata bahwa pantang untuk membuka google maps, karena takutnya malah down ketika melihat jarak tempuh yang bisa dilihat disana, maka ia memutuskan untuk tanya ke setiap orang di tiap persimpangan.
Orang-orang selalu berkata, “tinggal dikit lagi kok mas”. Tapi dalam hati “jancuk kok ora ono entek.e dalanan iki haha.”
Akhirnya sampai stadion Manahan pukul sebelas siang, suasana stadion cukup lengang. Mas Wahid langsung menuju pos satpam dan meminta izin untuk masuk dan foto di depan stadion, sebenarnya tidak diperbolehkan, namun dia menceritakan perjalannya kepada petugas, akhirnya beliau mengizinkan mas Wahid masuk.
Setelah puas berfoto-foto akhirnya dia istirahat sebentar sambil menunggu jemputan, ia dijemput salah seorang temannya dari Boyolali. Tidak ada sambutan apapun dan tidak ada perayaan apapun, dengan perjalanan ini ia telah mengalahkan egonya, menahan lapar dan juga lelah ketika perjalanan, menahan ego untuk eksistensi dan diakui oleh semua orang, ini loh bonek mau-maunya bikin nazar buat klub lain. Tidak, ia tidak butuh itu semua, karena semua ini murni ia lakukan karena keinginan hati.
Perjalanan memakan waktu delapan belas jam dengan berjalan kaki sambil sesekali mengistirahatkan diri. Sejatinya bonek tak butuh diakui, tapi orang-orang tau bonek memang supporter yang luar biasa. Dengan adanya tulisan ini semoga bisa jadi pengingat bahwa ada aksi salah seorang pendukung Persebaya yang sangat totalitas di dalam dunia sepak bola. Tak hanya untuk klub yang didukungnya namun untuk sebuah arti seduluran atau persaudaraan antar lintas supporter.
“Bisa bertemu setelah sekian lamanya (temu kangen) dengan salah satu klub pendiri PSSI ini merupakan kebahagiaan tersendiri, semoga bisa satu tribun lagi dan pandemi ini segera berakhir.” Ucap mas Wahid dengan rasa bangga.
Penulis bisa dimention di akun twitter @Petrikorpagi