Match melawan Bhayangkara kemarin adalah laga yang mengecewakan untuk Persebaya khususnya Bonek yang menantikan kemenangan melawan klub yang selalu membuat masalah dari dulu dengan Persebaya.
Permasalahan laga kemarin mulai dari wasit, taktik Aji Santoso memainkan Rian yang sedang under perform dan juga memasukan nama Valpoort menjadi pengganti Samsul Arif.
Permasalahan sebenarnya ada pada Valpoort yang dipercaya sebagai ujung tombak lini penyerangan Persebaya.
Catatan pada match melawan Bhayangkara, Valpoort banyak melewatkan kesempatan penting untuk menambah pundi-pundi gol Persebaya sekalipun punya peluang terbaik.
Moment ini membuat Bonek geram, pasalnya selain Valpoort diharapkan menjadi pemain yang menggantikan Jose Wilkson yang harus dipinjamkan ke Persela.
Bermain di Persebaya bukan hal yang mudah, ada marwah yang harus dijaga di setiap detail logo yang mempresentasikan perihal makna Persebaya sesungguhnya.
Alasan klasik soal adaptasi adalah alasan konyol untuk menutupi pemain yang memang tidak bisa menampilkan penampilan terbaik.
Sebenarnya tidak ada yang salah dalam skema coach Aji Santoso, jika dilihat dari postur fisik dan cara berlari Valpoort menang cocok di gunakan dalam skema 4-3-3 atau false nine.
Valpoort sendiri bukan tipe penyerangan layaknya Balde / Wilkson yang memiliki tubuh jangkung , atau menjadi tembok sebagai tukang pantul Bola.
Menilik dari situs Transfermarkt.com posisi Valpoort sebenarnya memang lebih fokus sebagai sayap kiri, sekalipun memang bisa dipindah sebagai sayap kanan maupun penyerang.
Di dalam posisi 4-3-3 seharusnya coach Aji tidak menjadikan Valpoort menjadi ujung tombak layaknya Wilkson.
Solusi terbaik saat ini adalah untuk jangka pendek tetap memainkan Samsul Arif sebagai starter saat Persebaya berlaga, mengapa demikian ?
Selain faktor Samsul Arif yang sedang top performa, Samsul tahu bagaimana cara bermain dengan strategi yang dibuat coach Aji.
Samsul Arif sadar betul dirinya bukan bertipe Poacher / Advence Forward yang hanya menunggu bola untuk berduel dengan bek lawan di kotak pinalti.
Samsul juga lebih sering membuka ruang , memanfaatkan situasi, dan mau mengambil bola jika dipaksa melakukan serangan balik.
Lantas bagaimana dengan Valpoort?
Sebenarnya tidak ada bedanya dengan Syamsul Arif , dengan tinggi 1,83m dan memiliki gaya berlari sedikit menunduk Valpoort bisa dioptimalkan layaknya Samsul Arif disektor penyerangan.
Praktis Valpoort bisa memanfaatkan situasi memanfaatkan lebar sayap dan snetuhan 1,2 ( one two ) yang biasa Persebaya praktekkan di dalam permainan.
Dengan mengandalkan speed dan dribling Valpoort bisa membuka ruang untuk dimanfaatkan rekan satu tim lainnya untuk mencetak gol tanpa perlu berpikir dia adalah eksekutor sebenarnya.
Cara ini terlihat paling masuk akal, karena Persebaya memiliki skema permainan yang berbeda dengan klub lainya di Liga 1.
Bisakah Valpoort menghajar lini belakang PSS Sleman?
Jika melihat match melawan Madura United, PSS Sleman memiliki kelemahan khususnya di sisi pertahanan.
Permainan menyerang Madura United membuktikan bahwa lini belakang PSS Sleman sangat lambat dalam mengantisipasi serangan balik tiga penyerang.
Belum itu saja , bek sayap Sleman juga selalu muda dipancing untuk membuka ruang dan dimanfaatkan menjadi Gol.
Gol Madura yang diciptakan Bayu Gatra, murni dari kesalahan bek yang tidak mampu melakukan Intersep permainan 1,2 ( one two ) Madura United, praktis kiper Sleman ( Mizwar ) akan berjuang mati-matian menjaga gawangnya, tinggal bagaimana mengeksekusi bola untuk menjadi gol.
Jika Valpoort dimainkan dan dipasang bukan sebagai target man, saya berani bertaruh Valpoort akan mampu menciptakan peluang terbaiknya. Sisi lain juga memang karena posisi terbaiknya sayap kiri , Valpoort adalah tipikal pemain yang mengejar bola, potensi pemain seperti ini cocok jika Persebaya memainkan permainan serangan balik.