Belum genap seminggu setelah kompetisi Liga 1 selesai, suasana Surabaya terasa begitu panasnya. Gerah tak terasa meski kadang hujan masih menghampiri di musim pancaroba kali ini.. Panasnya kali ini bukan karena cuaca. Apa penyebabnya?
Tidak lain tidak bukan, drama tahunan kembali dimulai. Manajemen vs bonek dan bonek vs bonek. Pro kontra menjelang musim baru dimulai. Bukan hal yang baru, kita sudah mengalaminya tiap tahunnya selalu begini. Masuknya bulan Ramadhan tak menghalangi gelombang-gelombang panas akan berita Persebaya.
Diawali dengan hengkangnya sebagian besar pemain pilar dan bintang-bintangnya, manajemen Persebaya kembali menjadi bulan-bulanan bonek sejagat dengan kebijakan pengelolaan skuadnya guna menatap musim depan.
Tuduhan-tuduhan manajemen pelit, presiden klub kehabisan uang, atau juga malah menuduh pemain-pemain yang hengkang bak kacang lupa kulitnya, meninggalkan klub yang membesarkan namanya dan pergi hanya demi gaji yang lebih besar.
Banyak bonek juga menuduh tidak ada loyalitas ataupun kesetiaan dari mereka. Tidak ada salahnya berpendapat demikian, sah-sah saja buat bonek yang terlanjur sayang / wes kadhung tresno melihat skuad musim ini yang begitu mempesona secara permainan hingga banyak mendapatkan penghargaan dari pengelola liga.
Tiga pilarnya masuk the best XI line up liga, Marselino Ferdinand menjadi pemain muda terbaik, dan juga yang paling menarik adalah penghargaan pelatih terbaik kepada Coach Aji Santoso meski klubnya hanya menempati posisi 5 di akhir klasemen.
Yang menarik dari episode drama tahunan ini adalah Persebaya begitu aktif memberikan respon guna meredam emosi para bonek terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola klub.
Mulai dari Pak Ram Surahman dan Coach Aji memberikan konferensi pers yang dihadiri oleh insan pers dan juga perwakilan tribun tepat sehari setelah liga selesai, mengkonfirmasi kepergian dua pemain asing andalannya, Bruno Morreira dan Taisei Marukawa.
Jika diperjelas dengan target 2 tahun ke depan, mencetak juara di tahun pertama dan menjadi juara di tahun berikutnya. Sebuah misi yang berat, hampir mustahil, tapi tak ada yang tak mungkin dalam sepakbola dan kehidupan ini bukan?
Meski secara tersirat bakal melepas beberapa pemain, Persebaya tetap mempertahankan seluruh staff pelatihnya. Ibarat kru kapal boleh datang dan pergi, tapi nahkodanya harus tetap.
Masih dalam kesempatan yang sama, Coach Aji membeberkan niatan untuk tetap mengorbitkan pemain-pemain muda binaan internal tim. dan akan menjadikan mereka bintang. Juga ditambah dengan kabar baik dipertahankannya duet Alwi Slamat-M. Hidayat juga kiper-kiper utama kita,
Apakah ini sudah cukup meredam hujatan bonektizen kepada klub? Belum.
Saat manajer baru diperkenalkan, banyak yang ,mencibir Yahya Al Kattiri yang sebelumnya menjadi manajer Persik Kediri, apalagi Persik Kediri sendiri hanya menjadi penghuni papan tengah dan hampir terseret arus degradasi.
Namun penunjukan Yahya menggantikan Candra Wahyudi mungkin dirasa tepat, mengingat Yahya adalah mantan manajer tim Persebaya EPA yang berhasil merebut gelar juara Piala Soeratin di 2019 lalu.
Nampaknya mantan pemain-pemain di skuad itu akan mulai dikumpulkan kembali setelah dipnjamkan ke beberapa klub di tanah air. Yahya sendiri juga mengadakan konferensi pers bersama Coach Aji pasca penunjukannya.
Intinya adalah program membentuk juara dan menjadi juara bersama. Butuh peran semua stakeholder Persebaya untuk mewujudkannya, yaitu manajemen, staff pelatih, pemain dan tentu saja bonek sejagat.
Apakah ini sudah cukup meredam hujatan bonektizen kepada klub? Belum
Seiring waktu eksodus pemain tetap berjalan terus, hampir semua pengisi skuad utama tim akhirnya hengkang. Guncangan tanah bumi Persebaya pun dimulai lagi. Kedatangan beberapa pemain macam Leo Lelis, M. Zaenuri, Andre Oktaviansyah tak cukum meredam guncangan itu.
Pemain-pemain baru yang bahkan belum bermain sudah diremehkan, sementara pemain yang pergi dihujat mata duitan dan tak loyal. Belum lagi bagaimana banyak dari kita yang juga meremehkan pemain muda kita yang bakal menjadi bulan-bulanan supporter saat musim depan digulirkan kembali dengan kehadiran penonton di stadion.
Mengapa kita begitu suka menghujat? Membully? Apakah paido selalu menjadi obat? Haruskah paido menjadi budaya kita? Haruskah kapal ini oleng sebelum berlayar dimana belum semua kru dikumpulkan? Sejuta pertanyaan otokritik memenuhi pkkiran.
Hingga akhirnya kembali Coach Aji memberikan rekaman wawancara eksklusif yang dimuat oleh kanal youtube resmi milik klub. Sekali lagi beliau menjelaskan panjang lebar mengenai kenapa banyak pemain yang lepas, kenapa mengambil pemain yang dari klub terdegradasi dan kurang terkenal, kenapa masih juga mengambil pemain dari liga antah-berantah yang tidak diketahui kualitasnya.
Semuanya dijelaskan beliau dengan lugas sembari tetap menyebarkan edukasi m,engenai platform tim yang akan dibentuk, visi dan misi klub ini dalam dua tahun ke depan. Terbayang bahwa dengan hadirnya banyak tim-tim sultan dan tim -tim siluman dengan sokongan dana yang tak terbatas di musim depan, tentunya harga pemain alan melonjak secara drastis. Juara bisa dibeli dengan menghadirkan segudang pemain bintang, begitu jalan syahwat juara dalam tempo yang singkat.
Tapi Persebaya memang berbeda. Persebaya itu unik. Persebaya memilih jalan sunyi dalam berproses menjadi juara. Sebagai salah satu klub besar yang begitu menggetarkan kancah sepakbola negeri ini.
Persebaya mengambil langkah anti mainstream dengan justru banyak mengisi skuad dengan pemain muda, pemain asing yang tidak terkenal, dan melepas pemain-pemain lokal terbaiknya yang berlabel timnas. Sebuah perjudian yang sangat besar kala tuntutan menjadi juara juga begitu besarnya.
Lamat-lamat mulai terlihat konsep, visi dan misi tim Persebaya ini dalam prosesnya menuju prestasi terbaik dan juga menjadi tim terbaik di negeri ini. Melepas semua pemain, baik yang berkategori bintang maupun tidak, yang sudah tak selaras dengan visi dan misi tim.
Melepas pemain berlabel timnas guna menghindari bentroknya jadwal antara timnas dengan liga; mengorbitkan pemain-pemain muda potensial yang bisa mengangkat performa tim dan menjadi bintang masa depan; dan yang terutama adalah bagaimana klub ini membuat budgeting yang begitu ketat mengenai nilai transfer dan gaji pemain.
Tujuannya apa? Tak lain dan tak bukan adalah menstabilkan neraca keuangan klub. Mungkin kita masih ingat bahwa klub ini berencana melakukan IPO (Initial Public Offering) sebelum usianya yang ke 100 di 2027 nanti, itu berarti neraca keuangan klub harus positif (mengalami untung) minimal dalam 3 tahun berturut-turut. Seperti yang kita ketahui, musim 2020/2021 kita mengalami kerugian yang besar sekali karena liga dibatalkan karena pandemi, sementara di musim 2021/2022 kemarin, meski liga digelar namun dengan tanpa adanya penonton di stadion sudah jelas klub merugi mengingat salah satu sumber keuntungan Persebaya adalah melalui penjualan tiketnya.
Sangat kompleks memang mencerna dan memaknai semua perjalanan ini. Sebuah proses yang panjang, melelahkan dan menguji kesabaran. Tapi ya inilah jalan ninja Persebaya.