2019 saya ingat betul, Persebaya kedatangan pemain bertubuh jangkung dengan segudang prestasi yang gembar-gemborkan media. Mulai dari pernah berseragam Celtic hingga bersahabat dengan salah satu bek terbaik klub Inggris, Liverpool (Van Djik).
Amido Balde atau entahlah kalian sebut Mad Baidi atau Amido beldek, debut pertama Balde saat itu terjadi saat Persebaya menghadapi Persinga ( Ngawi ) di stadion Gelora Bung Tomo.
Tak tanggung-tanggung, Balde langsung memberikan sambutan selamat datang dengan hadiah quattrick. Sebuah tarian selebrasi menujuk sisi tribun belakang gawang saat itu, sebuah oase kepercayaan bonek karena harus mengucapkan selamat tinggal kepada Da Silva yang harus hijrah keluar Indonesia.
Namun lamban laut performanya kian menurun,tidak ada gol indah malah aksi-aksi konyol yang disuguhkan Balde, hingga Balde harus keluar permanen dipertengahan musim untuk hijrah ke PSM Makassar.
Kedatangan Da Silva kembali, performa apik Osvaldo dan Campos menjadi trisula mematikan Persebaya. Namun disisi lain saya berfikir mengapa Persebaya saat ini tidak relevan jika harus memiliki sosok striker tungga.
Dan terbukti datangnya Jose Wilkson dengan posisi dan cara bermain yang sama selalu tidak pernah memberikan kesan indah, berikut saya jabarkan mengapa Persebaya saat ini kurang cocok dengan striker tunggal.
- Taktik Pressing dan umpan cepat
Taktik pressing dan umpan cepat memang menjadi sebuah DNA dalam diri Persebaya, sebuah taktik yang memang mengandalkan speed dalam berlari dan juga kekuatan menghadapi body charge pemain lawan.
Hampir setiap sektor Persebaya melakukan hal yang sama tanpa ada pengecualian, ditambah passing pendek cepat yang memaksa seorang striker harus turun ke bawah untuk ikut serta membangun serangan.
Taktik ini menjadi sebuah nilai plus sendiri bagi Persebaya, sebuah dobrakan baru ketika Indonesia masih berkutat dengan permainan sayap dan umpan tinggi.
Persebaya menekankan bahwa permainan pola serangan dari bawah akan menciptakan sebuah efektifitas.
Semua pemain dari sisi gelandang hingga penyerang memiliki peluang mencetak gol yang sama, dan ini yang sangat sulit dilakukan oleh striker tunggal, jika memiliki speed yang kurang cepat maka taktik ini tidak akan berjalan dengan baik.
- Sulit menemukan talenta yang cocok
Mungkin ini sedikit aneh, tapi percayalah, disini anda akan sulit menemukan pemain seperti Dimintar Berbatov ( Eks MU & Tottenham ).
Kenapa saya membandingkan dengan Berbatov? Berba adalah salah satu stiker dengan ciri khas tersendiri. Bahkan media menjuluki sebagai striker malas, namun jangan salah, Berbatov selalu efektif dalam melakukan passing, shoting bahkan membantu melakukan penyerangan dari bawah.
Coba terakhir kali kita memiliki striker seperti itu bagi saya hanya di era Fernando Soler. Itupun Soler memang selalu ikut turun ke bawah, sekalipun memiliki tubuh yang jangkung dan bongsor, namun soal skill dan urusan lainya, Soler dan Berba memiliki kesamaan.
Namun setelah era Soler, Persebaya sangat kesulitan jika harus menemukan pemain yang akan diplot sebagai targetman.
- Taktik modern memang nggak butuh itu.
Seperti yang saya tuliskan tadi, Persebaya adalah salah satu team paling revolusioner kalau soal taktik, Indonesia masih banyak yang mempercayakan sayap adalah sektor paling penting.
Template nya seperti ini, pemain sayap dengan speed yang mumpuni lalu berlari dan melakukan long ball untuk dieksekusi oleh pemain yang berada didalam kotak pinalti.
Loh memang Persebaya bagaimana? tak usah menarik terlalu jauh, tiga musim ini saja, sektor lini tengah bertanggung jawab memainkan peran membangun serangan.
Kita ambil contoh saat ini, tiga pemain lini tengah Persebaya selalu mengisi pos penting. Motor serangan dilakukan dua orang dan sisi gelandang bertahan masih ada yang mengisi pos tersebut.
Itu pun mereka masih bisa lincah membuka ruangan, belum lagi sisi penyerangan yang turut membantu mengobrak-abrik lini pertahanan lawan bersama.
Dari sisi sayap lari mengoper bola lambung bukan lah faktor penting lagi, justru kreatifitas sudah terbangun, mereka berani melakukan tusukan dari sisi sayap.
Hingga terkadang pemain lawan bingung, pemain yang tadinya disisi kanan bisa menuju kiri, pola pola ini yang sulit diaplikasikan klub-klub indonesia dan masih diadaptasikan Persebaya.
Inilah tiga alasan mengapa Persebaya sebenernya nggak cocok jika harus memainkan striker tunggal menunggu bola.