Urgent: Dibutuhkan Sopir dan Pemilik Baru untuk Jalankan Mesin Persebaya

bonek-juara1
Persebaya saat juara 2004. (Foto: Gilbol)
Iklan

“Proud History What Future?”

Kalimat di atas diambil dari banner yang dibawa The Villans, suporter Aston Villa, saat klub pujaannya bertanding melawan Chelsea di Villa Park, Sabtu, 2 April 2016. Pada laga itu, Aston Villa kalah 0-4 dan hampir dapat dipastikan klub Juara Piala Champions Eropa 1980 ini terdegradasi dari Liga Premier Inggris. Banner yang berisi protes buat manajemen klub tersebut memberi pesan jika suporter bangga akan prestasi Aston Villa di masa lalu, namun bagaimana dengan masa depan?

Di tengah pembekuan PSSI yang akan menginjak satu tahun pada 17 April nanti, ada satu klub yang kondisinya mengenaskan. Secara perlahan, klub yang punya nama besar, sejarah panjang, dan sangat dihormati itu semakin terpuruk.

Selain sebagai salah satu pendiri PSSI, klub ini adalah pemilik lima kali gelar juara kompetisi perserikatan. Klub ini adalah klub pertama yang dua kali juara Liga Indonesia dan juara di berbagai turnamen lokal dan internasional. Koleksi trofi mereka tersimpan di mess tanpa terawat dan terdata lengkap. Klub ini adalah Persebaya Surabaya.

Iklan

Sejarah yang sangat mulia ini mulai terkubur dan belum ada tanda-tanda kebangkitan

Sejak adanya gonjang-ganjing di tubuh PSSI dan berakhirnya era Indonesia Premiere League (IPL) kemudian berubah lagi menjadi Indonesia Super League (ISL) di mana saat itu federasi tidak mengakui Persebaya, klub ini makin terpuruk. Bukan hanya karena faktor federasi, akan tetapi juga disebabkan faktor pemilik. Penyebab ketidakberesan Persebaya selama ini justru berada di dalam tubuh mereka sendiri.

Sebelum diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Persebaya Indonesia (PT PI), Sabtu, 26 Maret 2016, kekuasaan absolut ada di tangan Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah. Mereka menjalankan Persebaya dengan cara “disewakan” kepada pengelola yaitu sebuah konsorsium. Ini jelas-jelas sebuah pelanggaran berat yang dibiarkan begitu saja oleh PSSI kala itu. Sebagai pemilik saham terbesar, tugas utama mereka adalah mengelola klub dengan menggaji kalangan profesional untuk menjadi CEO atau manajer. Setelah RUPS, yang menjadi pemegang saham terbesar adalah sebuah koperasi yang beranggotakan klub-klub internal Persebaya. Lebih aneh lagi koperasi masih mempercayakan Cholid yang dianggap gagal menjadi Direktur Utama.

Protes dan sikap kritis Bonek karena kecintaan pada Persebaya

Setelah hampir enam tahun bonek mengkritisi manajemen, saat ini waktu yang tepat untuk tetap bersikap terhadap manajemen pasca RUPS yang tetap membuat kondisi Persebaya jalan di tempat. Bonek mempunyai semangat dan nyali saat mendukung Persebaya berlaga. Memang dalam tubuh bonek sendiri ada berbagai perbedaan pendapat. Ini wajar mengingat jumlah bonek yang sangat besar dan menyebar. Diakui atau tidak, banyak cara dilakukan Bonek antara mendukung Persebaya dan tetap mengambil sikap terhadap manajemen.

Miris jika kita melihat kondisi Persebaya saat ini. Tidak perlu menoleh jauh ke belakang, kesuksesan Persebaya dalam dua turnamen yang mereka ikuti sebetulnya hal yang biasa saja. Tanpa mengecilkan klub yang menjadi lawan tanding Persebaya, bukan hal yang layak untuk tim sebesar Persebaya hanya bertanding tanpa mempunyai pemain-pemain yang dimiliki secara utuh. Laga di Banyuwangi, Tuban, dan Probolinggo secara jelas dan gamblang bisa terlihat. Persebaya hanya “mencabut” pemain seadanya tanpa ikatan resmi. Mat Halil saja masih berdiri di dua kaki. Dia bisa menjadi pemain Persebaya dan Deltras.

Ada hal lain yang terlihat jelas. Setiap kali para pemain Persebaya berlaga, mereka terlihat kurang greget dan bangga memakai seragam Persebaya. Semangat pantang menyerah yang menjadi ciri permainan Green Force tidak terlihat di lapangan. Memang ada banyak faktor penyebab. Salah satunya ada di manajemen tim. Tanpa ikatan resmi dan emosional yang tinggi, pemain akan punya itung-itungan sendiri saat bermain. Pemain hanya dibayar sesuai match fee per laga. Ini sangat memprihatinkan.

Persebaya tidak akan kekurangan bonek di manapun mereka bermain. Namun perlu diingat jika bonek yang mendukung dengan cara berbeda juga jauh lebih besar. Sebagian Bonek memboikot setiap laga Persebaya.

Salah satu protes Bonek tertulis dalam banner bertuliskan “SIM-CG OUT” merujuk pada dua pentolan pemilik klub (sebelum RUPS) Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah. Setelah Persebaya beralih dari tim perserikatan ke badan hukum pada 2009, dua orang inilah yang berkuasa hingga saat ini. Tak ada perubahan signifikan baik dari sisi manajerial dan prestasi meski berbagai macam pelatih dan pelatih silih berganti.

Bersikap kritis dan keras yang diwujudkan dalam banner dan tulisan bukan berarti menggembosi manajemen. Ini adalah cara lain dari Bonek dalam menunjukkan sikap peduli dan kecintaannya pada klub kebanggaan. Jika sudah bersikap apatis dan acuh, justru akan membuat Persebaya ditinggalkan secara perlahan oleh para suporter. Gejala ini sudah ada jika manajemen tidak segera memperbaiki diri.

Apakah masa depan Persebaya akan makin suram? Belum tentu

Jalan di depan adalah jalan panjang dan lapang. Salah satu yang wajib diganti adalah sopir kendaraan bernama Persebaya. Setelah sang sopir selalu gagal menjalankan kendaraannya melaju, sudah saatnya dilakukan penggantian sopir. Sopir lama masih boleh ikut dalam kendaraan, namun hanya duduk tenang di belakang sambil mengikhlaskan Persebaya dikemudikan sopir dan pemilik baru.

Pemilik baru nantinya harus bertanggung jawab memperbaiki dan menjamin Persebaya bisa melaju. Tidak perlu cepat namun perlahan dan bertahap. Kemapanan dan daya tahan kendaraan di berbagai medan merupakan hal utama. Mapan dulu baru bergaya. Percuma penuh gaya jika hanya sesaat.

Semoga tim kecil yang sudah terbentuk bisa bekerja dengan baik dan ada kemajuan atas target-target yang mereka buat dan susun. Jika perlu, program atau tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang beserta target waktunya bisa di umumkan ke Bonek. Masa depan berada di tangan sendiri. Jadikan sejarah sebagai pegangan dan pelajaran untuk menjemput dan menata masa depan lebih baik.

Sejarah yang panjang hanya tinggal cerita. Tidakkah kita lebih bangga jika bisa menjadi bagian sejarah yang membanggakan anak cucu kita?

Persebaya selamanya!

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display