Mat Halil dan Sedikit Cerita Menarik dalam Karirnya

Mat Halil (dua dari kiri) saat Legends Game. Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Dalam dunia sepak bola, akan sangat jarang kita jumpai pemain yang berkarir dalam jangka waktu lama dalam sebuah klub. Terlebih di Indonesia. Yang notabene dalam tradisinya hanya mengontrak pemain dengan sistem satu tahun saja.

Namun, tidak halnya dengan Mat Halil. Pemain kelahiran 3 Juli 1979 ini dalam karirnya begitu setia terhadap Persebaya. Tercatat selama 14 tahun lamanya Halil mengenakan seragam Bajul Ijo.

Dalam perjalanan karir yang panjang tersebut, tentu banyak cerita unik yang terjadi dalam karirnya. Berikut saya rangkum beberapa cerita dan fakta menarik dalam perjalanan karir pemain yang identik dengan nomer punggung 2 tersebut.

Namakan Anak dengan Nama Pesepak Bola

Iklan

Memberi nama seorang anak dengan nama pesepak bola memang bukanlah hal yang jamak dilakukan. Begitupun juga yang dilakukan oleh Mat Halil. Putri pertamanya Ia namakan Ikfina Lusiana Bilfauzah. Nama Lusiana itu sendiri diambil dari salah seorang pesepakbola asal Brazil yang bernamakan Luciano De Souza.

Pertanyaannya, apakah Luciano ini adalah pemain idola dari Mat Halil hingga Ia memberikan nama anaknya dengan nama pemain tersebut? Jawabannya ternyata tidak.

Luciano sendiri adalah rekan satu tim Halil di Persebaya di Liga Indonesia musim 2004. Sejatinya, kemampuannya pun tak istimewa-istimewa amat sebagai pemain asing. Alhasil sepanjang musim kompetisi bermain, Ia lebih banyak menggunakan otot pinggulnya di bench pemain ketimbang otot kakinya untuk bermain di lapangan.

Namun, semua berubah saat pertandingan terakhir kompetisi yang menentukan titel juara Liga Indonesia 2004 antara Persebaya melawan Persija. Sang tuan rumah, Persebaya, membutuhkan tiga poin untuk memastikan titel keduanya di kompetisi tertinggi di seantero negeri ini. Sedangkan Persija, hanya membutuhkan hasil seri di pertandingan tersebut untuk menjadi juara.

Persebaya sempat memimpin 1-0 hingga pertengahan babak kedua. Namun, Mat Halil yang saat itu masih berusia 25 tahun malah menceploskan bola ke dalam gawanganya sendiri. Halil pun dilanda kekalutan luar biasa. Persebaya yang sudah unggul dan gelar juara yang telah di depan mata, malah kian dekat dengan Persija.

Namun, kekalutan Halil tak bertahan lama. Adalah Luciano De Souza kemudian yang masuk sebagai pemain pengganti berhasil mencetak gol penentu kemenangan sekaligus gelar juara Liga Indonesia 2004. Halil pun berhasil lolos dari bayang-bayang dicap sebagai biang kerok kegagalan Persebaya menjadi juara.

Merasa memiliki ‘hutang’ pada Luciano, Mat Halil kemudian bernazar. Kelak, jika anak pertamanya lahir seorang anak lelaki, Ia akan menamakannya Luciano. Dan jika seorang perempuan, Ia akan menamakannya Luciana.

‘Enggan’ Bermain Untuk Timnas

Siapa yang tidak ingin bermain di Timnas? Tentu semua pesepak bola sangat mendambakan bermain untuk Timnasnya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Mat Halil.

Permainan gemilangnya di wing back kiri Persebaya di Liga Indonesia musim 2004 membuat dirinya dipanggil Timnas asuhan Ivan Kolev. Halil pun nampak tidak begitu senang meninggalkan Surabaya menuju Jakarta untuk menjalani seleksi Timnas. Meskipun begitu, karena panggilan tersebut adalah untuk ‘tugas negara’, Halil pun berangkat bersama punggawa Persebaya lainnya yang juga dipanggil seperti Hendro Kartiko, Bejo Sugiantoro, dan Kurniawan Dwi Yulianto.

Hari-harinya di Jakarta pun banyak dilaluinya dalam kemurungan. Pasalnya Halil sendiri adalah seseorang yang mudah homesick yang tidak betah berlama-berlama berada di luar lingkungan rumah, keluarga, dan orang-orang terdekatnya. Di dalam hati kecilnya, Ia sangat berharap untuk tidak lolos seleksi Timnas agar bisa segera kembali ke Surabaya.

Akan tetapi, kualitas permainan tak akan pernah berbohong. Dalam sebuah latihan di seleksi Timnas, Ia terus menampilkan permainan yang gemilang.Tentunya, dalam sepak bola Anda tidak akan bisa berpura-pura sebagai pemain jelek jika Anda adalah pemain yang bagus. Begitu pun sebaliknya.

Hari-hari Halil dalam seleksi Timnas terus menunjukkan tren yang bagus. Bahkan Ia pun sempat mencetak gol dalam latihan meski diplot sebagai bek kiri. Bukannya senang mencetak gol, Halil malah terlihat murung selepas mencetak gol tersebut. Ia makin cemas lantaran takut lolos seleksi di Timnas dan membuat hari-harinya di kota Jakarta makin lama.

Tak kuat akan rindu keluarga di rumah dan kota Surabaya, Halil akhirnya memilih meninggalkan seleksi Timnas untuk pulang ke Surabaya dengan alasan mengalami cedera di pangkal pahanya dan tak pernah kembali lagi setelah itu.

Berposisi Asli Sebagai Penyerang Sayap

Mat Halil adalah bek sayap kiri Persebaya. Dan bek sayap kiri Persebaya adalah Mat Halil. Tentu kita semua sepakat dengan itu semua. Selama belasan tahun, peran itu pun sudah khatam dilakoni oleh pemain yang identik dengan nomer punggung 2 itu.

Namun siapa yang mengetahui bahwa posisi bek sayap nyatanya bukanlah posisi naturalnya saat berkarir dalam dunia sepak bola.

Saat masih bermain untuk Sakti (Klub Kompetisi Internal Persebaya), Ia adalah seorang penyerang sayap. Namun setelah masuk kariir profesional pertamanya pada tahun 1999, barulah Ia menempati pos bek kiri di Persebaya. Meskipun beberapa kali pelatih Persebaya saat itu, (Alm) Rusdy Bahalwan, memposisikan Halil sebagai seorang penyerang sayap.

Maka tak perlu heran menyaksikan Mat Halil yang sangat fasih menempati pos penyerang sayap saat Persebaya di bawah komando pelatih asal Portugal, Divaldo Alves di IPL 2012. Dengan skema 4-3-3, Halil dtempatkan di pos tiga pemain terdepan Persebaya bersama dengan Andik Vermansah dan Fernando Soler.

Penetrasi tajam dengan liuk-liukan Halil yang melegenda tersebut serta umpan tarik yang akurat saat itu dipandang Alves dapat memanjakan Soler sebagai fox in the box.

***

Kesetiaan Mat Halil terhadap Persebaya layak diapresiasi setinggi-tingginya. Godaan nilai kontrak dan gaji berlipat acapkali ditawarkan klub lain. Namun, sedikitpun Ia tak pernah bergeming. Seperti perkataan orang-orang bijak, berpaling memang menyenangkan. Namun memilih untuk setia adalah sesuatu yang mulia. Hingga pada akhirnya, selayaknya maut, PSSI dengan kedzolimannya lah yang pada akhirnya sanggup memisahkan Mat Halil dengan Persebaya.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display