Anthem Klub, Nyanyian untuk Sebuah Kebanggaan

Pemain Persebaya menyanyikan anthem Song For Pride. Foto: Chandsoe/EJ
Iklan

Musik bisa berdiri pada semua hal. Bisa membuat sedih bisa membuat semangat. Tak terkecuali musik yang turut andil besar dalam sepak bola. Banyak cara untuk mendukung sebuah tim kebanggaan. Lagu penyemangat dari suporter di tribun untuk memberi suntikan energi yang begitu luar biasa berpengaruh terhadap permainan suatu tim. Sorak sorai terdengar lantang, bersatu padu, bersahut-sahutan, seirama, lantang, semua hanya untuk mendukung tim kebanggaan.

Beberapa tahun belakangan saya kaget ketika mendengar pertama kali anthem salah satu suporter sepak bola yaitu PSS Sleman. Hal yang terbesit pertama kali saat mendengarkannya adalah, “Kok lagunya kayak gini?” Ya, karena lagu dari klub berjuluk Elang Jawa itu bertempo pelan. Saya langsung berimajinasi nakal, membayangkan berhadapan dengan pembuat lagunya, “Mas, kok bikin lagu seperti ini? Gimana pemain mau semangat?”

Saya berhenti sejenak, lalu ia seperti menuntun saya langsung dan mengantarkan saya untuk duduk di tribun Kenny Dalgish stadion Anfield, lalu mendengarkan lagu wajib Liverpool yang dinyayikan seluruh suporter Liverpool. You Never Walk Alone. Begitu magisnya lagu itu, langsung membuat saya berpikir, mungkin saja sang pembuat lagu itu terinspirasi dari lagu “You Never Walk Alone”, atau sengaja ingin merubah lagu suporter Indonesia yang terkenal dengan teriakan-teriakan penuh semangat menjadi pelan, atau juga sang pembuat lagu itu ingin membuat gaya baru dalam bernyanyi, tak perlu tempo cepat yang penting pesan sampai.

Kita tentu juga masih ingat ketika lagu Endank Soekamti yang berjudul Sampai Jumpa berkumandang di stadion Surajaya Lamongan untuk mengenang kepergian one man one club, Choirul Huda. Lagu bertempo pelan dengan lirik yang magis itu membuat seisi stadion Surajaya Lamongan banjir air mata. Cukup dengan lirik lagu yang pelan. Sekali lagi tidak perlu dengan teriakan yang menggebu untuk membangkitkan rasa cinta di dalam dada.

Iklan

Benar saja lagu teman-teman suporter Sleman itu, yang berjudul “Sampai Kau Bisa”, membuat perubahan yang besar bagi suporter-suporter klub sepak bola tanah air dalam memberi dukungan kepada klub kebanggaan masing-masing dengan nyanyian di dalam stadion. Karena terbukti sangat magis, meski bertempo pelan. Apalagi ketika ritual setelah pertandingan menjadi sebuah kewajiban. para pemain dan official berdiri mengikuti garis lingkar tengah lapangan. Mendengarkan nyanyian dari penonton seisi stadion. Membuat merinding siapa saja yang hadir.

Saya tidak sedang berdebat tentang siapa terlebih dahulu yang mulai. Untuk sebuah hal positif kita tak perlu mendebatkan siapa yang duluan, atau saling klaim bahwa kelompok suporter A terlebih dahulu membuat lagu macam itu lalu yang lain ikut-ikutan. Tak akan selesai.

Beberapa suporter lainnya mungkin terinspirasi dari teman-teman suporter Sleman. Suporter PSIM dengan anthem “Aku Yakin dengan Kamu”, Persis Solo dengan “Satu Jiwa”, PSIS Semarang dengan “Kerinduan”, Persebaya dengan “Song for Pride”, Persija “Satu Jiwa”, Bali United “Rasa Bangga”, PSM Makasar “Berjuanglah PSM-ku”, Persib “Kami Biru”, Persiba “Berjanji untuk Setia”, Arema “Tegar”, Persela “Setia Bersamamu”, Gresik United “Ukiran Jiwa”, dan tanpa mengurangi hormat saya kepada anthem klub-klub yang belum saya sebutkan diatas.

Ada yang menarik dengan judul lagu “Satu Jiwa”, kata yang cukup familiar dengan Aremania itu, dengan semboyan salam satu jiwanya, digunakan anthem Persija dan Persis. Judul boleh sama, tapi lirik lagu dan intepretasi masing-masing suporter tentu berbeda. Naluri nakal saya kembali keluar ketika mempelajari lirik-lirik lagu di atas. Lirik-lirik lagu itu menjadi sangat universal ketika intepretasi yang mendengarkan mulai sedikit memainkannya imajinasi masing-masing. Dan sang pencipta lagu dalam hal ini tidak bisa berbuat banyak. Lagu-lagu bisa hidup karena banyaknya intepretasi. Dan lagu-lagu dari suporter di atas, tidak banyak yang mengelu-elukan nama kesebelasannya. Cukup unik bukan?

Pada lirik anthem Persija “Satu Jiwa” menyebutkan nama “Persija” sebanyak dua kali, meskipun sebenarnya liriknya hanya terdiri dari dua bait. “Kerinduan” PSIS Semarang dan “Sampai kau Bisa” PSS Sleman, dan juga “Rasa Bangga” Bali United malah tanpa menyebut nama kesebelasannya. Song for Pride-nya Persebaya, yang beberapa hari lalu membuat Presiden klub Azrul Ananda tak kuasa menahan haru menggunakan nama julukan Persebaya sebagai isi liriknya, Bajol Ijo, mereka hanya menyebutkan nama Persebaya di akhir lirik lagu. Dahulu chants-chants di stadion bergemuruh menyebutkan nama klub kebanggaan masing-masing.

Dan yang menarik tentunya adalah penyebutan “pahlawan” untuk pemain-pemain atau klub dalam lagu Song for Pride, Sampai kau Bisa, Rasa Bangga, Setia Bersamamu. Memandang tim kebanggaan sebagai pahlawan bagi para suporter bola tentunya hal yang sangat luar biasa. Mereka seperti oase di padang pasir. Klub sepak bola tidak bisa lepas dari dukungan suporter. Suporter dan klub adalah satu keluarga. Suporter dan tim adalah pahlawan.

Lagu-lagu suporter di atas adalah yang sengaja saya bahas lagu dengan tempo pelan. Tentunya ada lagu-lagu yang bertempo cepat dan memberi semangat. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan saat pertandingan berlangsung. Ada pun lagu-lagu dengan tempo cepat itu mengikuti jalannya pertandingan yang cepat. Lagu-lagu bertempo pelan itu sering dibawakan sebelum kick off dan setelah pertandingan di mana seluruh pemain dan official tim berdiri melingkar di tengah lapangan mendengarkan lagu atau bahkan bernyanyi bersama-sama. Baik suporter dan para pemain. Semoga hal-hal positif terus ditularkan oleh kawan-kawan suporter. Lewat lagu semangat itu ada. Lewat lagu semangat itu tak akan putus.

Pahlawan, tetaplah Tegar. Song for Pride selalu untukmu, kami akan Setia Bersamamu Sampai kau Bisa. Kerinduan ini akan tetap terjaga dalam Ukiran Jiwa yang telah menjadi Satu Jiwa. Rasa Bangga akan sebuah kebanggaan.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display