EJ – Ada ritual unik yang dipraktekkan para pemain, pelatih, dan ofisial Persebaya sebelum dan sesudah laga. Ritual berlutut dan melingkar di tengah lapangan ini mulai dilakukan sejak pertandingan pertama babak delapan besar melawan PSIS Semarang hingga babak final melawan PSMS Medan.
Kapten Persebaya Rendi Irwan adalah sosok di balik ritual yang merupakan hasil improvisasi dari apa yang diajarkan Afif Kurniawan, psikolog Persebaya.
“Sebenarnya saya juga terkejut karena saya tidak pernah mengajarkan itu. Yang saya ajarkan adalah berangkulan. Filosofinya adalah saling support pundak kanan dan kiri,” ujar Afif kepada EJ di GBLA sehari sebelum laga semifinal melawan Martapura FC (24/11).
Ritual itu ternyata ikut membangun rasa kebersamaan di antara pemain. Hasilnya, Persebaya bisa menakhlukkan PSIS di laga pertama delapan besar.
Improvisasi ritual tak hanya berhenti usai laga tersebut, Afif menambahkan ritual saat kelas psikologi sebelum laga melawan PSPS Riau.
“Di pertandingan melawan PSPS itu, saya sedikit memberi tambahan di kelas, ketika kita berangkulan dan menginjak dan berlutut bumi maka mata kita harus sejajar. Jadi saling melihat satu sama lain. Kadang-kadang pemain itu ada yang menunduk. Dia cemas sendiri. Padahal ketika dia lihat teman-temannya, dia akan tahu teman-temannya support ke dia,” tambahnya.
Tujuan ritual sebelum laga, menurut Afif, untuk menguatkan. Sementara ritual sesudah laga untuk mensyukuri.
Kelas psikologi merupakan kelas rutin yang wajib diikuti para pemain Persebaya. Program-program psikologi dibuat oleh Afif Kurniawan untuk membangun rasa kebersamaan di antara para pemain. Persebaya akhirnya menjuarai Liga 2 dengan kemenangan 3-2 atas PSMS Medan. (iwe)