Mural Persebaya Bisa Memperindah dan Menjadi Ikon Surabaya

Foto: Chandsoe/EJ
Iklan

EJ – Mural dan Persebaya sangat erat hubungannya dengan perjuangan Bonek membangkitkan tim kebanggaannya saat dimatikan federasi beberapa tahun lalu. Seni grafis jalanan ini digunakan Bonek sebagai salah satu alat perjuangan. Setelah Persebaya bangkit, bagaimana eksistensi mural? Bagaimana komunitas Bonek menghadapi tantangan-tantangan baru?

Topik mural dibahas dalam sebuah talk show bola bertajuk Obrolan Santai Persebaya (OSP) yang digagas EJ. Bertempat di Kroesel House Of Coffe (19/1), EJ mendatangkan tiga narasumber yang sangat berpengalaman tentang pembuatan mural serta memiliki suka duka selama berkreatifitas. Mereka adalah Obed Bima Wicandra, peneliti dan aktivis seni jalanan, Geyga Skins, anggota Gate 17 dan Muhammad Asy’ari, anggota Project Mural. Acara yang dimoderatori oleh Devina Ferling ini berjalan cukup seru dan menarik.

Seperti diketahui, mural adalah sebuah cara menggambar atau melukis yang bersifat permanen dengan media dinding atau tembok dengan permukaan ruang yang cukup luas. Mural sendiri dulunya dianggap merusak pemandangan kota, tapi kini mural dianggap sebagai seni yang bisa memperindah kota dan bahkan bisa menjadi ikon kota.

Berbicara tentang mural, tujuan dari seni yang kita lihat di tembok-tembok pinggir jalan adalah sebagai dukungan kepada klub kebanggaan arek-arek Suroboyo. Ikon kota Surabaya bukan hanya taman yang indah, melainkan seni mural Persebaya yang kreatif dan inovatif serta memiliki kandungan pesan di dalamnya.

Iklan

Menurut Geyga alias Gosong, awal terbentuknya mural Persebaya adalah ketika Persebaya  dibekukan oleh PSSI dan tidak dianggap keberadaannya. “Di situlah letak ide teman-teman Bonek agar tidak diam dan menyuarakan semua dukungan melalui mural yang waktu itu bertemakan anti federasi, bangkitnya Persebaya, dan kalimat dukungan-dukungan lainnya,” ungkap Gosong.

“Semua bekerjasama menjadi satu agar bagaimanapun caranya Persebaya harus bisa diakui oleh PSSI kembali,” lanjutnya.

Sementara PMuhammad Asy’ari mengaku memiliki tujuan yang sama tentang pembuatan mural untuk Persebaya. “Persebaya dan Bonek memang tidak bisa dipisahkan lagi, bahkan mereka selalu bersama-sama menghadapi semua masalah yang ada di depan mereka. Selama pengerjaan, kami banyak dibantu Bonek di setiap kecamatan,” ujar pria yang akrab disapa Abah ini.

Terkait kendala-kendala selama pengerjaan mural terletak pada perijinan dan kesan masyarakat sekitar. Obed menjelaskan tidak mudah untuk meyakinkan masyarakat bahwa mural adalah sebuah seni yang memang harus ada dan dilestarikan. “Belum lagi masalah yang timbul dengan preman, serta komunitas graviti. Mereka beranggapan bahwa komunitas graviti mendapatkan saingan dengan adanya komunitas mural Bonek. Demikian juga dengan satpol PP yang tidak memberikan ijin terkait penggambaran mural,” ujar dosen DKV UK Petra ini.

Masalah dana juga menjadi kendala. Pembuatan mural tidak hanya membutuhkan cat, melainkan konsumsi orang yang mengerjakan mural itu. “Dana patungan dulu, kerjakan seadanya, tinggal nunggu donatur yang akan bantu sampai selesai. Karena tidak hanya untuk cat saja, tenaga juga seperti konsumsi,” ungkap Muhammad Asy’ari

Obed menjelaskan jika mural Persebaya memiliki kesan unik karena visual menjadi gaya hidup. Mural juga sebagai pembawa pesan, bukan hanya sekedar gambar. Selama gambar itu bagus dan bisa mengedukasi sepertinya mural tersebut bisa diterima oleh masyarakat. Semua masyarakat akhirnya ikut menjaga mural tersebut sebagai keindahan kota.

Mural pada hakekatnya berasal dari seni jalanan. Hambatan yang dialami bukan dari Satpol PP, preman dan komunitas lainnya, melainkan ruang-ruang yang membatasi seniman jalanan. Bagaimanapun seni, keunikan, dan keberanian orang Surabaya lebih diunggulkan.

Obed juga megungkapkan jika sebelumnya Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menyediakan beberapa spot yang rencananya untuk destinasi wisata mural. Tapi sampai saat ini tidak belum ada kejelasan lebih lanjut. Bonek berharap bahwa kota Surabaya ini menjadi kota sepak bola yang bisa jadi jujukan sebagai kota olahraga.

Kedepan, Obed, Asy’ari dan Gosong berharap minta kepada semua elemen Bonek agar bisa sama-sama memberikan ide dan kreatifitasnya agar mural lebih bagus, lebih baik dan lebih inovatif lagi. Tak lupa juga perijinan ke pihak yang bersangkutan juga diselesaikan terlebih dahulu agar tidak ada masalah yang sampai timbul. Ini bisa dianggap sebagai pembelajaran yang serius.

Mereka juga berharap agar mural nantinya bisa lebih banyak menyemangati persebaya, masa-masa anti federasi masa-masa Persebaya bangkit seharusnya sudah mulai diganti. Agar lebih menarik, mem-Persebaya-kan masyarakat lewat mural bisa diterjemahkan lewat visual. Agar warga menganggapnya keren bukan malah takut sehingga ingin memunculkan keceriaan dan kekeluargaan.

OSP edisi perdana ini dihadiri sekitar 50 peserta. Mereka aktif menanyakan tentang mural di akhir sesi. Acara ini juga dihadiri salah satu pemain Persebaya, Misbakus Solikin. Pria yang juga kekasih Devina Ferling ini sempat menyampaikan sikap setuju saat ditanya bagaimana jika tembok di Lapangan Karanggayam digambar mural. “Saya sebagai pemain tentu setuju jika ada gambar mural di tembok Karanggayam. Hal itu akan lebih membakar semangat pemain,” ungkapnya.

Acara yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu berakhir sekitar pukul 22.00 WIB. Rencananya, EJ akan membuat OSP edisi kedua bulan depan dengan tema berbeda. (rd)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display