Kekalahan di babak 8 besar Piala Presiden 2018 bukan hanya sekedar kekalahan yang biasa melainkan kekalahan yang memperlihatkan kelemahan dari permainan Persebaya. Tidak perlu bersedih terlalu lama karena Piala Presiden hanyalah sebuah turnamen Pramusim yang pastinya penting untuk melihat perkembangan permainan sebuah klub dan apa saja yang perlu di evaluasi. Panggung sebenarnya adalah Liga 1, masih banyak waktu untuk memperbaiki kekurangan dan menambal titik-titik permainan yang masih berlubang. Namun, pada pertandingan melawan PSMS, saya terlihat jelas lubang-lubang yang perlu diperbaiki demi kesuksessan Persebaya di Liga 1 nanti.
- Memainkan Rendi Irwan dan Robertino Pugliara secara bersamaan
Bagi saya, memainkan Rendi dan Robertino bukanlah sebuah kesalahan yang perlu dibahas panjang lebar karena jika dlihat dari pertandingan melawan PSMS nampaknya coach Alfredo ingin mencoba formasi yang dapat dijadikan sebagai alternatif yakni 4-1-4-1. Pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, coach Alfredo selalu menggunakan formasi 4-3-3. Yang dapat disoroti adalah bahwa Rendi dan Robertino memiliki tipikal bermain yang hampir sama namun kedua pemain ini tidak terlalu memiliki ability untuk bermain bertahan seperti Misbakus Solikhin dan Sidik Saimima. Terlihat bahwa Nelson Alom kesibukannya bertambah karena Rendi dan Robertino tidak terlalu concern pada pertahanan.
- Defensive line yang terlalu tinggi
Sejak pertama kali coach Alfredo menangani Persebaya, dia selalu menerapkan ‘high defensive line’ namun jika mungkin teman-teman bermain game Footbal Manager, defensive line Persebaya ini adalah ‘higher defensive line’. Defensive line yang tinggi digunakan karena coach Alfredo ingin selalu bermain menyerang dengan melibatkan pemain belakang untuk memulai membangun serangan dengan umpan-umpan pendek. Kekurangan dari defensive line yang tinggi ini adalah jika ‘offside trap’ tidak bekerja dengan baik dan dua bek tengah tidak memiliki kecepatan untuk mengganggu serangan balik dari lawan apalagi jika berbicara taktik Persebaya, Dutra sangat sering sekali membawa bola ke depan sehingga Fandry harus sendirian berada di posnya.
Untuk ke depannya mungkin coach Alfredo bisa lebih berani untuk tidak memainkan Dutra dan Fandry secara bersamaan tetapi bisa memainkan Rian atau Andri yang memiliki kecepatan untuk menemani Dutra ataupun Fandry. Alternatif lain sebenarnya sudah pernah dicoba pada saat bermain di Liga 2. Saat Persebaya bermain menyerang atau pada situasi ‘set piece’ di belakang menyisakan M. Irvan untuk melakukan covering jika terjadi serangan balik. Tetapi gaya bermain Ruben lebih offensive yang mengakibatkan perlu waktu yang lebih banyak untuk kembali belakang meskipun dia memiliki stamina dan kecepatan yang sangat baik. Gol pertama dan kedua PSMS adalah mutlak blunder dari pemain belakang Persebaya karena terlalu asyik menyerang.
- Belum adanya Target Man
Untuk posisi striker, saat ini Persebaya hanya memiliki Riky Kayame dan Rishadi Fauzi namun keduanya masih belum menunjukkan kualitasnya meskipun pada kompetisi Liga 2 lalu gemar mencetak gol. Pada kompetisi Liga 1 nanti, lawan pasti semakin berat dan lebih tinggi kualitasnya dibandingkan di kompetisi Liga 2. Feri Pahabol sebenarnya memiliki finishing yang cukup bagus namun secara postur menjadi masalah ketika berduel untuk bola-bola atas. Persebaya butuh seorang Target Man yang memiliki perawakan yang mumpuni, yang berani berduel seperti layaknya Kojiro Hyuga.
Masih banyak waktu untuk menambah dan menambal kekuatan. Semua memang butuh proses namun jika kita kembali 1 tahun yang lalu saja, Persebaya baru secara resmi kembali berkompetisi dan telah menjuarai Dirgantara Cup dan Liga 2. Sebuah pencapaian yang fantastis menurut saya mengingat banyak masalah yang menimpa keluarga besar Persebaya Surabaya sepanjang tahun 2017. (*)