Sepak bola dan politik memang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal ini tidak terlepas dari penggunaan dana APBD untuk membiayai tim sepakbola di jaman orde baru.
Dengan menggunakan dana APBD, otomatis tim sepak bola tersebut harus bertanggung jawab kepada stakeholder-nya tersebut dalam artian ini adalah DPRD atau para wakil rakyat yang terlibat di dalamnya.
Saya paham mengapa para elit politik mengincar klub sepak bola sebagai tempat kampanyenya. Hal itu karena sepak bola adalah olahraga terpopuler di negeri ini yang bisa menyedot massa dalam jumlah besar yang sangat fanatik.
Mereka berharap dengan mendekati klub sepak bola bisa menambah suara di pilkada yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini.
Tetapi…
Klub di jaman sekarang juga sudah tidak bergantung lagi ke APBD. Mereka mencari dana dengan merangkul beberapa pihak swasta yang tentunya akan terlepas dari kepentingan politis.
Yang perlu diingat di dalam politik itu hanya ada hukum kepentingan. Jika sebuah partai politik tidak mempunyai kepentingan lagi mereka dengan mudah akan pergi meninggalkan klub tersebut.
Dari sisi suporter, mereka sekarang sudah paham. Mereka tidak ingin ada kepentingan politik di klub kesayangannya.
Stakeholder klub sepak bola saat ini adalah manajemen dan suporter bukan lagi para pemangku kepentingan di gedung wakil rakyat. Rasanya tidak tepat bila ada pihak yang mendompleng nama besar sebuah klub demi meraih suara di dalam arena pemilihan. (*)