Dalam seminggu ini, ada yang peristiwa menarik dari lapangan Persebaya atau biasa disebut lapangan Karanggayam. Yang pertama adalah sudah dimulainya kompetisi internal yang diikuti 20 klub internal anggota Persebaya. Semua klub tersebut adalah klub amatir yang dikelola PT Persebaya Indonesia. Peristiwa yang kedua adalah perebutan penggunaan lapangan antara 20 klub internal dengan klub amatir anggota Asosisasi PSSI Kota Surabaya (Askot).
Pada awalnya Persebaya memiliki 30 klub amatir. Saat terjadi dualisme Persebaya, sebanyak 10 klub “menyeberang” ke klub sebelah. Sementara 20 klub masih tetap setia dengan menjaga Persebaya (1927). Periode 2014-2016 adalah periode kembang-kempis kompetisi internal Persebaya yang diikuti 20 klub. Untuk bisa bertanding, masing-masing klub harus iuran untuk membayar perangkat pertandingan. Dalam periode tersebut, seringkali ada tim yang Walk Out (WO) karena kekurangan pemain atau tidak mempunyai dana untuk sekedar iuran. Masa yang benar-benar suram.
Masa kelam 20 klub memutar roda kompetisi dan menjaga Persebaya saat ini sudah lewat. Seiring pengakuan Persebaya kembali oleh federasi dan terusirnya klub yang mengaku bernama Persebaya. Keputusan pengadilan sudah final bahwa Persebaya sudah kembali. Musim 2017, kompetisi internal sudah selesai dan menghasilkan Indonesia Muda sebagai juaranya.
Musim ini, kompetisi internal sudah dibuka pada 10 Februari 2018 lalu. Kompetisi ini terbagi menjadi Seri A dan Seri B yang masing-masing berisi 10 klub.
Lapangan Karanggayam dan Wisma Eri Irianto adalah milik dan dikelola oleh Pemkot Surabaya. Wisnu Sakti Buana, Wakil Wali Kota dan Armudji ketua DPRD Kota Surabaya dalam pembukaan kompetisi internal sudah menegaskan bahwa lapangan dan wisma hanya untuk dipakai oleh klub-klub internal Persebaya.
Pemandangan yang kurang sedap beberapa hari ini terlihat di Karanggayam. Beberapa klub dari Askot seperti Suryanaga, Asyabaab, dan lainnya juga bersikeras memakai lapangan tersebut. Dalam periode 2014-2017, klub-klub tersebut bahkan tidak pernah memakai lapangan legendaris itu. Mereka dulu memakai lapangan Gelora 10 Nopember atau lapangan Bumimoro untuk kompetisi atau turnamen.
Saat ini, jadwal kompetisi internal Persebaya sedang berjalan. Hanya hari Rabu lapangan kosong. Sementara ada kabar bahwa klub-klub askot akan membuat turnamen di lapangan Karanggayam. Sudah pasti akan berbenturan waktunya.
Komunikasi antara 20 klub dan klub askot sampai saat ini belum terjalin dengan baik. Hak penggunaan lapangan menjadi rebutan kedua kubu. Pemerintah kota melalui Wakil Wali Kota dan ketua DPRD sudah saatnya menjadi penengah kedua kubu. Duduk bersama mencari solusi terbaik. Bagaimanapun yang menjadi korban adalah pemain atau talenta dari kedua kubu. Tanpa melihat friksi organisasi yang terjadi para pemain amatir inilah yang secara psikologis juga terganggu.
Komunikasi kedua kubu dimediasi oleh pemerintah kota dan para stakeholder Surabaya secepatnya harus dilakukan. Sepak bola Surabaya khususnya Persebaya sedang menggeliat. Jangan sampai gairah ini terganggu dengan persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan secara adat Suroboyoan.
Salam satu nyali!