Persebaya mengalami kekalahan pertamanya di kandang. Dan tim yang menorehkan kekalahan Perdana bagi Persebaya adalah Barito Putera. 1-2. Kekalahan pertama yang cukup menyakitkan, sebab Persebaya unggul terlebih dahulu sebelum akhirnya kemasukan dua gol setelahnya. Kalah di kandang sendiri oleh tim asuhan mantan legenda Persebaya, Jacksen F Tiago, di peringatan kematian legenda Persebaya lainnya, Eri irianto, sungguh menyedihkan.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Namun, sebelum kita masuk ke bab teknis pertandingan, kita cermati dulu alasan rotasi yang dilakukan Alfredo Vera kemarin. Rotasi? Cukup aneh. Persebaya tak sedang dihadapkan pada dua pertandingan yang saling menentukan. Berlaga di AFC Cup atau mungkin Copa Indonesia, bahkan mungkin terkendala jadwal yang super padat. Tidak. Jadwal Persebaya atau Liga Indonesia masih sangat santai. Jedanya masih seminggu antar pertandingan, jeda yang sangat jauh untuk recovery stamina yang mana rerata recovery pemain di liga-liga dunia berkisar 3-4 hari untuk bisa tampil pada keadaan prima. Maka, sudah dipastikan alasan Rotasi Alfredo Vera patut dipertanyakan. Sudah benarkah rotasi yang dilakukan Vera?
Vera patut jadi sasaran kesalahan dalam hasil pertandingan yang diderita Persebaya kemarin sore. Pilihan pemain yang dipilihnya kemarin malam dengan alasan rotasi, justru menjadi blunder besar yang mengakibatkan kekalahan. Bermain tetap dengan formasi 4-3-3 wide, susunan pemain justru membuat role dan tugas yang berbeda di lapangan. Tercatat ada beberapa kesalahan dari susunan pemain Persebaya di pertandingan kemarin.
Lini belakang
Kalau anda mengira bahwa keluarnya Dutra adalah sebagai pangkal hancurnya lini belakang Persebaya kemarin, anda salah. Sejak awal, Jacksen F Tiago tahu, bukan Dutra titik lemah bek Persebaya, tetapi Ruben Sanadi. Dari awal musim, saya sudah menuliskan kegelisahan terhadap sisi kiri Persebaya di bawah kendali Ruben. Memang Ruben yang lebih ofensif terlihat lebih baik di formasi ini ketimbang M Irvan. Tapi harus disadari bahwa sebagai full back, tugasnya tak hanya maju menyerang, ia harus mundur ke belakang untuk melakukan coverage.
Hal inilah yang jadi titik lemahnya. Saat mundur, ia sering terlambat. Entah karena umur atau memang kecepatannya tak sebaik Abu Rizal di sisi kanan. Dan ini dimanfaatkan benar oleh Jacksen dengan mengeksploitasi sisi kiri Persebaya lewat Gavin Kwan Adsit. Gavin, ditugaskan untuk tetap berada di sisi kiri Persebaya apapun yang terjadi, ia terus berada di garis depan meskipun Persebaya terus menekan. Simpelnya, ia hanya menunggu umpan dari fast break cepat dan counter attack dari belakang – di mana lebih dari 6 pemain menumpuk di sepertiga akhir kotak penalti Barito. Dari serangan balik cepat tersebut hasilnya kita tahu, dua gol Barito lahir dari sisi Ruben Sanadi. Ini Baru Gavin Kwan, coba bayangkan nama-nama seperti: Febri Hariyadi, Rico Simanjuntak, Frets Butuan, dan banyak lainnya, nama-nama winger yang memiliki kecepatan dan eksplosivitas mengerikan, bayangkan…
Lini tengah
Hadirnya Fandi Eko Utomo di lini tengah Persebaya kemarin sore, semakin menegaskan bahwa Vera memang ingin menyerang dan menyerang. Jelas, dua gelandang bertipikal menyerang ditempatkan bersama di lini tengah. Robertino memang tetap memegang kendali tempo dan atur bola sebagai playmaker — seperti laga sebelumnya, tapi dengan Fandi Eko di sisinya jelas bukanlah hal biasa. Formasi 4-3-3 wide kemarin hanyalah tulisan di atas kertas. Di lapangan, formasi tersebut bertransformasi menjadi 4-1-2-3. Dengan dua gelandang serang, Persebaya tampil sangat menekan tapi memiliki minus yakni penghubung antara lini depan dan belakang dalam transisi serangan, praktis tidak ada.
Kalau disuruh memilih, saya bakal lebih sreg dengan Adam Maulana (kalau alasannya adalah rotasi) untuk menemani Alom dan Tino. Adam akan lebih efektif sebagai box to box midfielder untuk penyeimbang antara menyerang dan bertahan. Lebih jauh, saya malah mengharap Vera bermain dengan duo holding midfielder. Yep, persis tulisan terdahulu saya, namun kali ini (masih dengan alasan rotasi) saya akan mengusulkan nama Izaac Wanggai untuk tandem Nelson Alom di holding midfielder. Lha iya kan, untuk apa Izaac dibeli kalau tak dimainkan, toh? Pilihan ini jelas lebih baik. Sebab, kemarin malam, saya tak melihat banyak kontribusi Fandi Eko sebagai tandem Tino di tengah. Rugi.
Lini depan
Dari trio forwarder, hanya Feri pahabol yang layak mendapat kredit atas penampilan tak kenal Lelahnya. Osvaldo haay, sekali lagi membuat saya kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin, pemain lokal dengan gaji tertinggi di Persebaya, justru adalah pemain yang tak begitu bagus. Dribble pas-pasan, gagal mencari dan membuka ruang, serta kecepatan yang masih rata-rata. Tak ada yang bisa dianggap unggul dari pemain yang satu ini. Dan ini terlihat jelas di pertandingan kemarin sore. Di hadapan bek kanan Barito nomor punggung 15, Beroperay, Osvaldo Haay mati kutu.
Osvaldo Haay tak bergerak, maka David da Silva boleh dibilang tak melakukan apapun di lapangan. Trisula yang mubadzir. Di-pressing Evans dan Dandi Maulana, David tak berkutik. Praktis ia tak banyak melakukan apapun selain… pura-pura tak melihat kalau ia mau diganti. Wkwkwk…
Seorang kawan mengatakan kepada saya, sebenarnya, (saat melawan Persela) permainan David da Silva dan Pedro Henrique itu sama tipikalnya. Cuma mengandalkan body dan asal sruduk. Melihat pertandingan kemarin sore, rasa-rasanya ia benar. Bahkan kalau disuruh memilih, Pedro jelas lebih baik, karena ia memiliki mata yang normal ketimbang David da Silva. Kekurangan memiliki mata minus saat bermain di lapangan adalah, kalau kurang cahaya, maka semua terlihat kabur. Dan boleh jadi saat David da silva diganti Irfan Jaya, ia benar-benar tak melihat dengan baik pergantian tersebut karena ia minus! Waduh.
***
Kejelian Jacksen untuk tak gegabah menyerang, Nampaknya membuahkan hasil. 35 persen berbanding 65 persen penguasaan bola Barito Putera justru terlihat sangat efektif untuk memenangkan pertandingan. Ia sepertinya belajar dari Persela, yakni memaksimalkan counter cepat untuk mengintimidasi Persebaya. Itupun masih ketambahan garis pressing yang cukup tinggi yang ia terapkan. Saat melakukan pressing, tiga pemain Barito, bisa ‘mengepung’ satu pemain Persebaya yang membawa bola — ini terlihat jelas di stadion dari spot tempat saya menonton. Yang terjadi kemudian, mau tak mau pemain yang di-pressing tersebut hanya memiliki pilihan untuk mengumpan kembali ke belakang, atau melakukan terobosan bahkan long pass ke depan yang merugikan, sebab di sana sudah bertumpuk 5-6 pemain Barito untuk menghadangnya. Sangat disayangkan sekali.
***
Jalan Liga memang masih sangat jauh, tapi kalau Alfredo Vera masih saja bermain monoton, bukan tak mungkin ia bakal didepak kemudian hari karena hasil yang buruk — yang tentu saja tak diingankan banyak pihak, terutama bonek. Rotasi pemain tentu saja diperlukan, sepanjang alasannya tepat. Kalau tak ada alasan berarti hanya sekadar rotasi saja, tentu aneh. Kalau ini terjadi berarti sudah pasti ada pertanda buruk. Sebab boleh jadi Alfredo Vera selama ini belum mendapatkan pakem susunan pemain dalam formasi yang diterapkannya. Kalau benar demikian, lantas, gunanya pre season kemarin apa?