Takut Dipenjara, Alasan Risma Ogah Campuri Urusan Persebaya

Risma memakai syal Bonek saat kampanye pilwali Surabaya.
Iklan

EJ – Bonek berharap Tri Rismaharani, Wali Kota Surabaya, untuk lebih peduli kepada Persebaya. Perempuan yang akrab disapa Risma ini bahkan sempat diharapkan untuk hadir di acara doa bersama dan pesta kembang api jelang detik-detik Hari Ulang Tahun (HUT) Persebaya ke-89, Jumat 17 Januari 2016. Acara itu sedianya akan digelar di samping rumah dinas Wali Kota Surabaya. Alih-alih hadir, Bonek malah “dipaksa” untuk memindahkan tempat acara ke depan Stadion Gelora 10 Nopember, Tambaksari.

Sampai hari ini, Risma tak terdengar memberi ucapan selamat ulang tahun untuk Persebaya. Via akun Twitter resmi Pemkot seperti @SapawargaSby atau pun media lain, tak terlihat inisiatif Risma untuk melakukannya. Wajar jika kemudian Bonek bertanya-tanya ada apa dengan Wali Kota yang pernah mengaku sebagai ibunya Bonek ini.

Dalam sebuah wawancara dengan Tribunnews.com, Risma mengungkapkan alasannya kenapa dia memilih untuk tidak mencampuri urusan Persebaya. Saat itu Risma ditanya reaksinya atas beberapa tanaman di Taman Mundu, taman di depan Stadion Gelora 10 Nopember, yang rusak akibat acara yang diadakan Bonek.

“Saya tahu soal itu, saya juga sedih dengarnya. Tapi bagaimana lagi, saya tidak bisa berbuat apa-apa, terkait olah raga profesional, karena sudah ada aturannya,” kata Risma seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Iklan

Peraturan yang dimaksud Risma adalah UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang melarang kepala daerah tidak boleh mencampuri urusan olah raga profesional. Risma memilih mengambil sikap diam saat ribuan Bonek membanjiri Taman Mundu. “Kalau saya ikut campur, saya bisa dipenjara. Itu sudah jelas,” jawab Risma.

“Di sini, saya dibuat seolah-olah mempunyai wewenang tapi lebih memilih diam. Padahal sudah jelas dalam peraturan kalau saya dilarang ikut campur, kalau kemudian saya masuk penjara, ya masak mereka tega lihatnya,” jelas Risma.

Dari jawaban yang diberikan Risma di atas, semua bisa menebak jika memang Risma berusaha memisahkan diri dari semua urusan Persebaya dan memilih diam. Untuk hal-hal kecil seperti acara Bonek pun, Risma memilih tidak ikut campur, apalagi untuk urusan legalitas klub atau pun keikutsertaan Persebaya di kompetisi. Ada garis batas yang jelas antara Risma dengan Persebaya. Jadi saat Risma menyebut dirinya sebagai ibunya Bonek, mungkin dia sedang khilaf.

Ridwan Kamil memegang piala yang diraih Persib. (Foto: Tribunnews.com)
Ridwan Kamil mengangkat piala yang diraih Persib. (Foto: Tribunnews.com)

Sikap berbeda ditunjukkan Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung, dalam menyikapi Persib, klub pujaan Bobotoh. Entah dia belum baca UU SKN atau sudah, Ridwan berkali-kali menunjukkan kepeduliannya atas Persib. Dalam sebuah kesempatan, Ridwan memberi izin kepada Persib untuk memakai Stadion GLBA yang selesai dibangun.

”Ya nggak ada masalah, ini hanya persoalan komunikasi saja. GBLA itu sudah mulai bisa digunakan, kan sekarang sedang direnovasi. Renovasinya itu beres sebelum puasa,” kata Ridwan Kamil kepada Tribunnews.com.

Ridwan juga sempat mengkritik Persib dan meminta ciri khas permainan klub berjuluk Maung Bandung muncul kembali. Wali Kota yang didukung PKS ini nampaknya ingin dekat dengan Persib karena klub ini adalah pujaan Bobotoh yang juga warga Bandung.

Lain kota memang lain gaya. Bonek harus realistis atas kondisi ini. Mengharapkan Risma untuk peduli dengan Persebaya seperti peribahasa “Bagai Pungguk Merindukan Bulan”. Risma bukan Poernomo Kasidi atau Cak Narto. Risma bukan pejabat di masa jaman Orde Baru dimana pejabat pemerintahan bisa menjabat Ketua Umum sebuah klub sepak bola. Risma selalu berhati-hati dalam segala hal. Untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun untuk Persebaya pun dihindarinya mengingat adanya UU SKN yang bisa membawanya ke penjara.

Masih berharap Risma peduli kepada Persebaya? (iwe)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display