Sejak dahulu, suporter tahu akan adanya penyimpangan-penyimpangan di sepak bola kita. Suporter sadar hanya dijadikan sapi perah dan tidak ikut andil dalam kemajuan tim kebanggaannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka, misalnya fasilitas apa yang kita dapat sebagai suporter dengan harga tiket masuk yang selalu naik? Apakah kita mendapatkan fasilitas seperti toilet umum yang layak? Apakah semua suporter terjamin keselamatannya di stadion? Siapa yang menjamin?
Haruskah hal-hal tersebut terus terulang dari tahun ke tahun? Dimana peran PSSI bila tidak ada kemajuan dan penegakan aturan dalam sepak bola Indonesia? Meski membayar tiket pertandingan, suporter selalu dikambing hitamkan dalam setiap kericuhan pertandingan. Di mana petugas keamanan? Di mana tugas koordinator suporter?
Koordinator suporter dan pihak keamanan saja jarang bekerjasama dalam hal keselamatan suporter. Seharusnya, semua elemen bekerja dengan baik dengan tujuan yang sama. Kenapa ini tidak dilakukakan?
Seharusnya, PSSI membuat pelatihan koodinator suporter. Gak usah jauh-jauh, PSSI bisa mengundang mereka datang ke technical meeting biar tahu bagaimana regulasi untuk suporter dalam pertandingan beserta sanksinya. Mungkin itu bisa meminimalisir potensi konflik.
Konflik yang melekat di benak saya sampai saat ini adalah konflik antara ISL dan IPL. Dari segi hukuman, kenapa menghukum klub-klub yang terlibat sampai menghilangkan sejarah mereka tanpa jejak? Kenapa bukan aktor-aktor utama yang dihukum atas pengesahan IPL? Bayangkan, betapa sial klub-klub IPL. Ibarat “Sudah jatuh tertimpa tangga”. Dengan tidak diakuinya mereka dalam PSSI, mereka harus berurusan dengan tunggakan gaji pemain.
Lihatlah aktor-aktor dari konflik tersebut. Mereka masih berkeliaran dan melakukan apapun demi keuntungan semata. Siapa yang akan menindak lanjuti konflik bila actor-aktor konflik adalah orang yang kedudukannya paling atas di PSSI? Apakah dengan konflik ini, kita masih tidak belajar adanya kebobrokan sistem di PSSI?
Boleh anda mengatakan “Ya itu si nasibmu” karena bukan klub anda yang menjadi korban konflik. Apakah kita harus menunggu semua klub jadi korban PSSI, baru kemudian bergerak bersama untuk merevolusi PSSI?
Tanggal 3 Agustus nanti, Bonek akan menuntut haknya sebagai anggota PSSI. Salah satu tuntutannya adalah transparansi PSSI beserta sistemnya. Mungkin saat ini masih Bonek yang merasakan pahitnya sepak bola Indonesia dan terlihat kurang kerjaan dengan demo-demo mereka. Sedangkan yang lain masih nyaman dengan euforia tim kebanggaan yang berlaga tanpa hambatan.
Tapi entah beberapa tahun dari sekarang anda baru mengerti kebobrokan PSSI. Apa salahnya kita saling mengingatkan sebelum hal itu terjadi semakin parah. Toh bila berhasil, dampaknya juga ke semua anggota PSSI.
Keputusan semua di atas rakyat. Rakyat yang mana? Saya pun menjawab: “Rakyat yang lebih banyak pro daripada kontra atau apatis dengan keadaan ini. rakyat yang lebih banyak di rugikan daripada diuntungkan. Rakyat yang lebih banyak bertindak daripada hanya berkomentar”.
Demikian curahan hati saya. Salam Bhineka Tunggal Ika.