Pak KO, begitu Kholili Indro disapa, adalah rekan kerja saya di Jawa Pos. Saya mulai mengenalnya saat saya pindah desk Olahraga. Dia adalah salah satu redaktur di desk itu. Jabatannya erat sekali hubungannya dengan posisi saya sebagai Desainer Halaman Olahraga. Karena job desc saya memang membuat desain halaman untuk para redaktur. Desain itu nantinya akan dirapikan oleh layouter sehingga siap cetak.
Saya tak begitu dekat dengan Pak KO. Namun saya tahu dia orang baik. Rekan kerja saya yang lain, dari wartawan hingga redaktur, tak satupun yang memberi komentar negatif tentangnya. Mungkin karena Pak KO orangnya kalem dan sabar. Dia cepat akrab dengan siapa saja. Ketika berdiskusi dengan kami pun, tak satupun kata-kata yang menyakitkan keluar.
Saya masih bekerja di Jawa Pos saat Pak KO divonis dokter terkena Kanker Getah Bening pada 2009. Vonis itu membuatnya harus bolak-balik masuk Rumah Sakit untuk kemoterapi dan pengobatan.
Yang membuat saya heran adalah semangatnya untuk sembuh sangat luar biasa. Saya tak melihat kesedihan dan ketakutan yang terpancar dari wajahnya. Dedikasinya untuk bekerja sangat tinggi. Padahal bekerja di desk Olahraga mengharuskan kami untuk menunggu deadline selesai sampai pukul 12 malam. Bagi yang tidak terbiasa begadang, jam kerja itu tentu sangat menyiksa. Apalagi bagi Pak KO yang tengah menghadapi kanker. Namun dia tak pernah mengeluh dan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Pekerjaan yang dicintainya membuat dia kuat.
Sering saya mendengar kabar Pak KO sedang dikemo atau dirawat di Rumah Sakit. Namun, besoknya dia sudah masuk kerja dan beraktivitas di ruang redaksi seperti biasa. Sampai dia meninggal, 40 kali kemoterapi dijalaninya.
Di sela-sela kesibukannya, Pak KO menekuni hobi fotografinya. Saya sering melihatnya menghadap layar komputer mengotak-atik foto-foto hasil jepretannya. Foto pemandangan alam, hewan-hewan seperti kupu-kupu, lalat, buah, bunga selalu menarik baginya. Foto-foto itu biasanya diunggah di Facebook.
Saat masih menjadi wartawan, Pak KO selalu melengkapi tulisannya dengan foto. Dari situlah kemampuan fotografinya terasah. Pak KO adalah wartawan olahraga yang meliput sepak bola nasional. Tak heran, dokumentasi foto tentang sepak bola nasional sangat banyak, terutama sepak bola Surabaya.
Akun Facebook-nya tak ubahnya ruang pameran. Setiap kali, Pak KO mengunggah foto-foto itu, komentar dari mantan pemain atau pelatih sangat banyak. Mungkin karena foto-fotonya menghadirkan memori saat mereka masih aktif di sepak bola.
Tak banyak wartawan yang mengabadikan momen-momen itu dalam sebuah foto. Namun, Pak KO mampu melakukannya dengan baik. Foto-fotonya kini menjadi masterpiece yang layak untuk diabadikan.
Persebaya merupakan salah satu klub yang sering dipotret Pak KO. Momen-momen Persebaya berlaga di Kompetisi Perserikatan, baik di kandang maupun saat tandang, tak luput dari bidikannya. Tak hanya Persebaya, Pak KO juga memotret klub-klub seperti Niac Mitra, Assyabab Salim Grup Surabaya, Persegres, Arema, dan Persema. Klub-klub luar Jawa seperti PSM dan Persipura yang kebetulan sedang bertandang menghadapi Persebaya atau Niac Mitra juga ikut tertangkap dalam kameranya.
Saya baru tahu Pak KO mempunyai koleksi foto-foto itu dari akun Facebooknya. Itu pun setelah saya keluar dari Jawa Pos dan membuat portal berita Persebaya, Emosijiwaku.com (EJ). Saat saya meminta ijin untuk memuat foto-fotonya tentang Persebaya di EJ pada 2015, Pak KO dengan senang hati mengijinkan. Galeri foto itu bisa anda nikmati di sini. Saya berharap suatu saat ada pameran foto karya Pak KO tentang sepak bola agar masyarakat bisa menikmati hasil karyanya.
Saya mengetahui berita meninggalnya Pak KO dari twitter EJ yang menulis status belasungkawa untuknya. Status itu banyak di-Retweet. Ucapan belasungkawa pun mengalir via EJ mendoakan Pak KO.
Tomy C. Gutomo, Redaktur Jawa Pos, yang bertemu saya tadi pagi (24/7) bercerita kepada saya jika kondisi Pak KO memburuk di rumahnya sehingga harus dibawa ke Rumah Sakit. Namun kali ini, dia tidak mampu melawan penyakit yang dideritanya. Pak KO meninggal di Rumah Sakit pada pukul 12 malam, tepat setelah deadline di desk Olahraga selesai. Saya merasa kehilangan.
Lewat karya-karyanya, Pak KO mengajari saya untuk selalu mendedikasikan hidup kita untuk sesuatu yang kita cintai. Ada kepuasan tersendiri saat karya kita memberi manfaat untuk orang lain. Semua dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Dan kita akan merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang melegakan. Bahagia membuat kita kuat. Selamat jalan Pak KO. (*)