Pertemuan Persebaya dengan tim asal Malang selalu ada hal yang “spesial”. Dua tim dengan sejarah yang berbeda dengan pelbagai latar belakang sudut pandang, menjadikan sesuatu yang menarik bagi siapapun untuk melihatnya secara langsung.
Selasa 9 April 2019 lalu di Gelora Bung Tomo adalah laga final leg pertama Piala Presiden. Hasilnya imbang 2-2. Keseruan di lapangan juga dibumbui hal lain dari atas tribun stadion.
Personil keamanan yang diterjunkan dari baik dari kepolisian, tentara, dan petugas keamanan sipil seperti satpol PP dan Linmas sebanyak lebih dari 4000 personil. Dua hari sebelum laga sudah dirilis bahwa 50.000 lemba tiket telah habis terjual. Artinya stadion akan penuh. Belum lagi jumlah pedagang asongan yang menjual barang dagangannya di dalam.
Flare, Petasan, dan Botol Minuman
Lemparan botol minuman pertama justru terjadi dari penonton tribun Superfans. Saat itu pemain lawan selesai melakukan sesi pemanasan. Mungkin banyak yang tidak melihat kejadian ini.
Sebenarnya ini sudah lebih baik dari laga musim Liga 1 2018. Saat itu hujan botol dari tribun barat sudah mulai saat pemain tim tamu memasuki lapangan untuk pemanasan.
Kenapa masih ada lemparan botol? Tensi memang tinggi. Rivalitas antara Surabaya dan Malang dalam sepak bola sangat kental. Ajakan untuk tidak melempar botol sudah sangat banyak didengungkan baik melalui komunitas, grup WA, dan media sosial lainnya. Kampanye ini sudah berjalan baik. Tidak sempurna tapi ada progres.
Kejadian meluas setelah babak kedua mau berakhir. Penulis kurang paham situasinya atau asal muasalnya tiba-tiba ada ratusan lemparan botol ke sisi kanan VIP. Berlangsung agak lama. Juga dari sudut lain ada lemparan walau tidak terlalu banyak.
Saya ingin menyoroti dengan pertanyaan mengapa masih ada botol minuman yang bisa masuk ke dalam tribun penonton?
Di tiap gate yang ada bonek yang masuk sudah digeledah barang bawaannya. Yang membawa botol diganti ke kantong plastik. Sangat ketat dibanding laga-laga lainnya. Semestinya hal ini sudah bisa meminimalisasi atau bahkan meniadakan satupun boto minuman masuk tribun.
Bonek nakal iya, Bonek mokong iya, Bonek pandai mencari celah iya. Sudah pasti petugas jaga atau siapapun yang berwenang bertindak lebih cerdik dan tegas untuk mengatasi hal tersebut.
Tidak hanya botol tapi juga flare dan petasan yang bisa terlihat di setiap sudut GBT sesaat setelah laga selesai. Lagi-lagi bagaimana yang terjadi saat pemeriksaan di gate saat mau memasuki tribun.
Ada beberapa kemungkinan yang bisa ditelusuri. Saya pasti yakin para petugas pun sebenernya sudah tahu dan mengerti. Botol minuman, flare dan petasan masuk kemungkinan bareng dengan saat memasang banner atau spanduk. Dan atau dititipkan ke pedagang asongan yang masuk terlebih dahulu. Tempat penyimpanan bisa di beberapa sudut stadion, atas kamar mandi, dalam syal, dan gulungan banner. Sedikit membuka tabir berdasar pengalaman pribadi. Hehehe…
Koordinator suporter juga sudah pasti memberi arahan sesuai kesepakatan ke masing-masing komunitas atau tribunnya. Ya, namanya ribuan massa tetap aja ada yang nakal dan mokong. Kesadaran dari masing-masinglah yang akan menjadi sebuah gerakan yang lebih baik lagi.
Nah, yang tidak terlihat dari panpel atau petugas gate adalah tidak memeriksa saat pedagang masuk membawa barang dagangan murni atau ada titipan flare dan petasan. Atau tidak melakukan clear area satu hari sebelumnya memeriksa detail seluruh sudut stadion atau banner yang terpasang apakah tersimpan benda-benda yang dilarang? Ini PR kita bersama.
Papan Skor dan Nama Terbalik
Saat ini adalah jaman yang serba otomatis dan digital. Dalam hal apapun. Termasuk tentang sepak bola. Persebaya sudah melalukan sistem tiketing online.
Bonek sudah “dipaksa” untuk mengikuti aturan yang sebelumnya menjadi hal tidak umum terjadi. Nyatanya bonek bisa mengikuti perkembangan teknologi. Bahkan tiket sebanyak 50 ribu lembar saja bisa habis dalam hitungan menit.
Stadion GBT bukan stadion yang jelek juga buka stadion yang modern. Dipakai sekitar 2010 sampai saat ini masih belum memiliki papan skor digital. Hanya dua tiang pancang yang dipasang banner kain untuk nama klub ataupun skornya tanpa ada informasi waktu. Baik jam ataupun menit bermain. Miris.
GBT adalah stadion milik Pemkot Surabaya. Menurut Wisnu Sakti Buana, Wakil Wali Kota sekaligus ketua panpel baru tahun anggaran ini akan dipasang papan skor digital.
Nama Arema FC dibalik di papan skor. Ini kejadian kedua setelah musim lalu juga terjadi. Kenapa bisa terjadi?
Dalam dunia suporter pembalikan sebuah banner atau spanduk adalah hal yang wajar di belahan manapun. Ini bagian dari sebuah rivalitas antar suporter. Murni suporter tanpa melibatkan siapapun.
Dalam hal ini menurut saya nama di papan skor bukan bagian dari suporter tetapi itu bagian langsung atau infrastruktur laga. Jadi wajar jika Bejo sampai turun tangan menenangkan dan meminta agar pembalikan nama di papan skor dikembalikan seperti semula.
Yang terjadi di GBT adalah ya karena belum ada papan digital. Artinya jika ada papan digital bonek tidak akan bisa membalik nama klub manapun. Bonek salah? Iya. Khusus pembalikan papan skor ini tidak sepenuhnya menurut saya.
Berharap musim depan GBT sudah memiliki papan skor digital. Sehingga kejadian seperti laga lalu tidak akan pernah terjadi lagi. Bonek pasti akan bangga dan menjaga semua fasilitas termasuk infrastruktur stadion. Yakinlah.
***
Catatan dari semua di atas adalah diperlukan sinergi lebih kuat lagi serta kesadaran dari masing-masing pihak untuk berkomitmen untuk kelancaran dan keamanan sebuah laga.
Tidak perlu saling menyalahkan dan merasa benar. Duduk lagi bersama semua pihak. Evaluasi hal yang sudah terjadi. Yang sudah baik ditingkatkan. Yang masih kurang dicari jalan keluarnya.
Bonek sudah menjadi baik iya jika dibanding puluhan tahun silam. Tetapi tetaplah masih banyak hal yang bisa lebih baik lagi. Tidak bisa dalam waktu sekejap.
Petugas keamanan juga sudah lebih baik tidak asal “pukul”dan tembakkan gas air mata lagi. Tetapi tetap ada beberapa personil yang kadang lepas kontrol. Sama seperti di Bonek. Bapak-bapak petugas saya yakin bisa lebih baik dan cerdik lagi dalam menangani komunikasi massa yang sangat besar.
Pemerintah kota juga sudah berjanji dan bahkan sudah melakukan beberapa pekerjaan fisik terkait stadion GBT. Semua menunggu hasil pekerjaan ini. Wali Kota dan Wakil Wali Kota turun tangan sendiri dalam hal ini.
Jadi, sebelum kompetisi Liga 1 mulai lagi ada baiknya semua intropeksi diri dengan kejadian kemarin. Berusahalah terus menjadi baik. Jadikan GBT kandang Persebaya yang angker buat lawan dengan dukungan total dan elegan tanpa mengurangi nuansa “teror” kepada siapapun lawan.
Eh, hampir lupa. Semua ini akan lebih manis dan ciamik jika Persebaya selalu tampil garang dan bergairah saat bermain di lapangan. Kalahkan semua lawan di GBT maka semua akan baik-baik saja. Kalian bermain untuk Persebaya. Bermainlah untuk lambang yang ada di dada kalian. Itu sakral buat kami, Bonek. Wani?
Kami haus gol kamu!