Aksi Gruduk Jakarta yang dilakukan Bonek dalam rangka membela Persebaya membuahkan hasil. Sembilan dari dua belas Exco PSSI memberi tanda tangan pada surat pernyataan bahwa saat kongres pemilihan Ketua Umum PSSI bulan Oktober akan membahas status Persebaya.
Aksi yang dilakukan ribuan Bonek mendapat apresiasi dari banyak pihak. Mulai dari Menpora Imam Nahrowi hingga suporter klub lain yang membuat posko di beberapa kota untuk Bonek estafet yang ingin istirahat melepas lelah menuju Jakarta.
Di balik hingar bingar itu, di Jakarta juga ada aksi yang dilakukan Jaklovers (Jakarta Love Risma), mboh sopo seng gawe singkatan iku, aku dewe yo gak eroh. Movement gerakan ini adalah ingin membawa Bu Risma ke Jakarta untuk dijadikan Gubernur.
Sak elengku, lek salah yoe benerno, Jakarta mulai kekurangan sosok yang dipercaya untuk dijadikan Gubernur. Dulu ada si kurus Jokowi yang dibajak dari Solo terus dijadikan Gubernur kemudian bisa bablas jadi Presiden.
Sikap partai politik terbelah, ada yang mempersilakan ada yang menghadang. Para elit politik, pakar politik, hingga anak sekolah pun bersuara tentang movement Jaklovers untuk membawa Bu Risma ke Jakarta. Harus diakui, kinerja Risma memang bagus. Salah satunya bisa dilihat dari banyaknya taman di Surabaya. Surabaya juga sukses menjadi tuan rumah pada acara PBB. Efek acara itu, Surabaya mendadak lebih bersih dan indah.
Jalan Tunjungan dihias sedemikian rupa. Begitu pula dengan sungai-sungai yang dihias lampu yang indah. Ya semoga bisa bertahan. Tapi sek sek, kok malah mbahas acara PBB. Mbalik nang topik awal tentang Jakmania, eh salah cuk, Jaklovers seng bener.
Sampai tulisan ini ditulis, jenenge ae tulisan, yo ditulis mosok dimasak. Bu Wali Kota belum membuat sikap yang jelas tentang aksi yang dilakukan Jaklovers. Apakah tetap pimpin Surabaya atau maju jadi calon Gubernur Jakarta. Sikap diam Risma, mungkin salah satu faktornya adalah belum adanya sikap partai yang mengusungnya.
Persebaya dan Wali Kota
Wali Kota Surabaya sekarang bisa dikatakan beruntung. Karena dia menjadi Wali Kota saat Persebaya masih dalam keadaan dicekal PSSI yang berimbas tidak boleh ikut kompetisi. Kalau melihat sejarah, selalu ada kaitan antara Wali Kota atau Wakil Wali Kota Surabaya dengan Persebaya. Keterkaitannya mereka akan menjabat menjadi salah satu pengurus Persebaya. Beberapa nama seperti Bambang DH, Arif affandi, hingga (Alm) Cak Narto adalah orang-orang yang mau ngurusi Persebaya dan Surabaya.
Harus diakui, Persebaya adalah salah satu ikon kebanggaan arek-arek Suroboyo. Jika petinggi kota Surabaya berhasil membawa Persebaya berprestasi, maka hati Bonek akan senang. Dan dampaknya adalah ketika pemilihan Calon Wali Kota, suara Bonek akan memilih mereka yang berhasil membawa Persebaya berprestasi. Tentu suara Bonek sangat mendongkrak suara calon Wali Kota.
Bonek Tak Peduli Risma
Dan tragisnya, Risma terkesan tidak mau peduli dengan nasib Persebaya. Bu Wali Kota beralasan ada aturan tentang tidak bolehnya petinggi pemerintahan mengurusi sepak bola. Jika alasannya demikian. Minimal kasih dukungan atau apresiasi terhadap perjuangan Bonek yang ingin membangkitkan kembali Persebaya.
Dan sikap Bonek yang tak peduli Risma adalah sebuah bentuk balasan atas diamnya Wali Kota terhadap nasib Persebaya. Bonek terkesan tidak peduli dengan movement yang dilakukan Jaklovers yang ingin membawa Risma ke Jakarta.
“Bah nang Jakarta opo nang endi ae lak yo wes.” Mungkin ini sikap yang ditunjukan Bonek. Hal ini tentu wajar karena Persebaya juga gak direken sama bu Risma. Jika memang Risma bertarung di Jakarta, maka arek-arek Suroboyo kudu cari pengganti yang lebih bagus dan tentu peduli dengan Persebaya. Karena Persebaya adalah sebuah kebanggaan.
Kita pasti merindukan Wali Kota seperti Cak Narto yang begitu mendukung Persebaya dan Bonek. (*)