EJ – Kisah-kisah yang mengharukan banyak ditemui setelah aksi Gruduk Jakarta selesai digelar. Seperti apa yang dialami Hendra dari Komunitas Bonek Menur 1927 ini. Hendra pulang menggunakan pesawat pada Kamis, 4 Agustus. Naas, saat menunggu pesawat di Bandara Soekarno Hatta, dia tertidur dan tertinggal. Bagaimana Hendra bisa kembali ke Surabaya dengan lancar? EJ menulis cerita Hendra yang diceritakannya di sebuah Warkop di Surabaya, Sabtu (6/8).
***
Setelah aksi Gruduk Jakarta di Stadion Tugu selesai Rabu sore (3/8), saya dan beberapa teman bergegas menuju Stasiun Pasar Senen. Bersama enam teman dari elemen Bonek Menur 1927, saya menaiki kendaraan umum dan turun di daerah Semper. Dari situ, saya naik kendaraan lagi menuju Stasiun Pasar Senen. Ini saya lakukan untuk berkoordinasi pemulangan Bonek Menur menuju Surabaya.
Setelah sampai di Stasiun, saya langsung rapat kecil dengan Bonek Menur perihal kepulangan mereka. Saya sendiri terpisah dari rombongan karena sudah membeli tiket pesawat untuk pulang ke Surabaya. Sekitar pukul 22.00 WIB, saya diantar Ricki dari Bonek Jabodetabek menuju Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng. Jadwal pesawat saya pukul 04.30 pagi. Setelah sampai di bandara sekitar pukul 24.00 WIB, saya langsung istirahat sebentar.
Pukul 01.00 WIB, saya boarding dan check-in. Saya sempat membuka handphone untuk berkomunikasi dengan teman-teman sampai pukul 03.00 WIB. Sesudah itu, saya tidak ingat lagi apa yang terjadi. Alhasil saya bangun hampir pukul 05.00 WIB. Pesawat sudah berangkat tepat jadwal. Matilah saya, dalam hati. Tiket hangus, uang sudah mepet. Sempat stress sebentar dan bingung, saya lari ke Customer Service (CS) Lion Air.
Dengan badan lemas dan pikiran kosong, saya berjalan gontai menuju CS maskapai swasta itu. Di sana, saya bertemu salah satu CS. Dia mengatakan bahwa tiket saya hangus. Jika mau beli lagi, tiket pesawat berikutnya ada seharga Rp 600 Ribu. Sontak saya tambah pusing. Tiket kepulangan seharga Rp 440 Ribu yang saya beli dari Surabaya hangus. Salah saya karena memang saya ketiduran. Masih dengan atribut lengkap Persebaya, saya keluar kantor CS dan berjalan lemas keluar area bandara. Duduk termenung, memikir bagaimana cara mau pulang mengejar waktu hari ini harus masuk kerja.
Sebentar saya duduk di luar. Kemudian saya berjalan lagi ke CS. Sekitar pukul 05.35 WIB, saya disuruh menemui Pak Budi (bukan nama sebenarnya). Di situ saya ngobrol panjang lebar dengan Pak Budi. Cerita tentang Persebaya dan Bonek dalam perjuangannya. Ternyata Pak Budi mengikuti aksi Bonek di Stadion Tugu melalui layar kaca. Setelah ngobrol, Pak Budi tanpa saya minta mengatakan akan memberikan potongan tiket ke Surabaya sebesar 50 persen. Saya senang walau tentu saja masih memikirkan tiket yang hangus dan sisa uang di dompet.
Saya sempat diajak sarapan bareng tapi saya menolaknya dengan halus. Saya belum mandi tiga hari jadi saya sungkan mengganggu mood sarapan Pak Budi. Saya disuruh membayar tiket untuk penerbangan pukul 07.15 WIB dengan hanya membayar Rp 200 Ribu. Saya menggelengkan kepala bahwa uang saya tidak sampai sebesar itu sisanya. Lalu Pak Budi meminta saya menyerahkan KTP dan masuk ke kantor maskapai. Ini dilakukan setelah Pak Budi selesai sarapan.
Ternyata Pak Budi banyak tahu tentang Persebaya dan federasi. “Bonek hebat berjuang walau tanpa dukungan dari pihak manapun. Saya sangat hormat pada kalian,” kata Pak Budi sambil membawa KTP saya masuk kantor.
Tanpa saya duga, Pak Budi keluar membawa tiket atas nama sesuai KTP saya. Saya tanyakan berapa saya harus bayar. “FREE untuk pejuang tangguh,” kata pak Budi. Saya hanya diam tidak bisa berucap. Beberapa saat saya baru bisa mengucapkan terima kasih dan bersyukur.
Pak Budi memberi saya nomor handphone dan berpesan jika di Jakarta butuh bantuan, jangan sungkan kontak beliau. Lalu saya bersalaman dan mengucapkan terima kasih lagi. Dengan haru, saya keluar kantor menuju tempat check-in dan boarding. Jadwal pesawat pukul 13.30 WIB.
Inilah pengalaman saya mengikuti Gruduk Jakarta. Persebaya dan Bonek mendapat apresiasi yang luar biasa dari semua pihak. Terima kasih Pak Budi!
*) Diceritakan oleh Hendra, @BonekMenur1927