EJ – Drama dalam saga transfer Persebaya Surabaya telah berakhir dan menemui titik terang yang jelas. Di mana dua pemain asing Persebaya Surabaya yang baru didatangkan pada awal musim ini yaitu Manu Dzhalilov dan Damian Lizio sudah dipastikan meninggalkan tim berjuluk Green Force.
Serta manajemen juga mendatangkan pemain yang berhasil mencetak gol ke gawang Miswar Syahputra pada match sebelumnya sewaktu melawan Kalteng Putra yaitu Diogo Campos. Diogo Campos sendiri sudah diresmikan manajemen Persebaya pada Senin (17/9) melalui situs resmi Persebaya Surabaya.
Kepergian Dzhalilov dari Persebaya tidak berpengaruh signifikan terhadap performa Bajol Ijo. Hal ini dikarenakan Persebaya memiliki kedalaman skuad yang sangat bagus dalam posisi winger, ada Osvaldo, Oktafianus, Irfan Jaya dan tidak terlupa juga Supriadi. Hal ini dapat dibuktikan ketika dalam 2 pertandingan sebelumnya Persebaya mampu memetik 3 poin dalam lawatannya ke kandang Bhayangkara FC dan 1 poin dari kandang Kalteng Putra.
Sepeninggal Lizio, Persebaya masih punya banyak opsi di posisi tersebut seperti Rendi Irwan, Fandi Eko, ataupun Misbakus yang lebih didorong ke depan serta tidak lupa menyertakan nama Diogo. Tapi, siapa yang pantas untuk mengambil eksekusi bola mati ketika Persebaya mendapatkan setpiece.
Ketika Lizio bermain, mayoritas setpiece pasti diambil olehnya mulai dari freekick, corner maupun pinalty. Ketika Lizio sudah pergi, tim pelatih harus memutar otak lagi dan memutuskan siapa yang pantas menjadi eksekutor bola mati.
Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa pertandingan lalu sewaktu melawan Persija Jakarta, dimana pada saat itu Persebaya mendapatkan penalti setelah Oktafianus dijatuhkan oleh Maman di kotak penalti. Terlihat bahwa Ruben Sanadi bersama pemain Persebaya lainnya mendiskusikan terlebih dahulu siapa yang siap mengambil penalti tersebut dan Misbakus yang maju serta berhasil melesakkan bola ke gawang Persija yang dikawal oleh Shahar Ginanjar.
Sewaktu melawan Kalteng Putra juga demikian, ketika mendapatkan bola mati tidak ada eksekutor pasti dalam laga tersebut. Tendangan pojok terkadang diambil oleh Fandi Eko, Irfan Jaya maupun Ruben. Long Free Kick juga pernah dieksekusi oleh Abu Rizal, terkadang juga Ruben Sanadi.
Padahal eksekusi bola mati harus lebih dimanfaatkan untuk mencetak gol ketika situasi open play telah deadlock (buntu) seperti yang sudah disoroti oleh RN Bayu Aji, penulus buku “Tionghoa Surabaya dalam Sepakbola” pada artikel EJ sebelumnya yang berjudul “Persebaya Belum Terlihat Perubahan Signifikan Sejak Datangnya Pikal”.
Melihat materi pemain yang dimiliki Persebaya saat ini, sebenarnya banyak opsi yang bisa dipilih untuk menjadi eksekutor bola mati. Sepakan penalti dan tendangan bebas bisa mengandalkan Misbakus yang notabene pengatur ritme permainan Persebaya musim lalu dan ketika Liga 2 ataupun Diogo Campos dan David da Silva yang berasal dari negeri kiblat sepakbola yaitu Brasil.
Ada lagi Ruben Sanadi yang mampu mengambil tendangan pojok karena umpan dari kapten Persebaya tersebut bisa dibilang akurat karena menjadi Top Assist Persebaya musim lalu padahal berposisi sebagai bek kiri.
Situasi setpiece/bola mati harus bisa dioptimalkan menjadi gol, karena ketika permainan sudah buntu dan setelah itu terjadi gol melalui situasi bola mati maka mental pemain bisa semakin terangkat. Seringnya latihan dan meningkatkan chemistry serta komunikasi antar pemain menjadi beberapa faktor sukses tidaknya setpiece tersebut dilakukan. Tapi tetap bahwa semua keputusan ada di tangan tim pelatih mengenai siapa yang diamanahkan menjadi eksekutor sepeninggal Damian Lizio. (mth)