Saya pernah menulis jika Azrul Ananda merupakan sosok presiden klub yang visioner. Pemikirannya selalu jauh di depan. Konsep dan visi jangka panjangnya di Persebaya, mulai pengelolaan klub hingga pembinaan usia dini, membuat klub kebanggaan Bonek ini menjadi klub yang lebih profesional.
Sebelum Liga 1 2019 bergulir, saya sempat bertanya langsung ke Azrul dalam sebuah pertemuan antar stakeholders Persebaya di sebuah rumah makan. Mengapa visi-visi besar Azrul seperti tidak tersampaikan dengan baik? Visi-visi itu sering tertutupi drama-drama yang terjadi sepanjang musim. Memang, perjalanan Persebaya selalu diiringi drama-drama remeh-temeh yang sangat mengganggu semisal drama “Bonek Customer” atau drama “Andik-Evan”.
Waktu itu, saya mengatakan bahwa kita mempunyai masalah komunikasi yang kurang baik. Bagaimana manajemen belum mampu mengomunikasikan setiap kebijakannya dan visi misi Azrul kepada Bonek dengan baik. Dan seringkali, setiap permasalahan tidak diselesaikan dengan tuntas. Sehingga, menimbulkan rasa tidak percaya di antara para stakeholders.
Persebaya bisa berprestasi jika antar stakeholders ada rasa percaya. Semua kebijakan manajemen bisa berjalan dengan baik jika ada rasa percaya dari Bonek. Untuk itu dibutuhkan cara berkomunikasi yang baik. Saya kira manajemen punya modal cukup besar karena melimpahnya kanal-kanal media yang dimiliki.
Usai musim 2019 berakhir, saya berharap tak ada lagi drama lagi. Tim kembali fokus bagaimana mengejar prestasi lebih baik di musim 2020. Kita nikmati dulu gelar Runner Up yang resmi diraih Persebaya. Kita syukuri berakhirnya liga yang tidak manusiawi ini sambil menunggu datangnya tahun baru.
Sehari setelah gelar Runner Up dipastikan untuk Persebaya, ada tulisan dari Azrul berjudul “Kita Punya Problem Home” yang berpotensi memunculkan drama.
Usai membaca tulisan itu, saya hanya bisa bergumam, “Ah shit, here we go again…”
Bonek yang membaca tulisan itu kemungkinan setuju atas isi tulisan, termasuk saya. Tak ada satu pun Bonek membenarkan aksi kerusuhan usai laga lawan PSS di GBT itu. Bahkan Bonek sudah mengakui kesalahannya. Terbukti ada video permintaan maaf dari perwakilan tribun Bonek atas terjadinya kerusuhan. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan Bonek tidak mau disalahkan.
Namun, apakah tulisan itu harus dimuat sekarang? Bukankah kita, tim, manajemen, dan Bonek, baru saja “berpesta” atas pencapaian Persebaya musim ini? Ini waktu yang tepat bagi manajemen untuk membuat konten-konten yang membangun optimisme. Bukan konten yang menyalahkan pihak lain.
Jangan membangun sekat kembali. Lihatlah usai kemenangan atas Badak Lampung di mana semua pihak berbaur di tengah lapangan GBT. Momen yang sangat luar biasa yang bisa diartikan apapun masalah yang dihadapi Persebaya bisa diselesaikan bersama-sama. Tidakkah kita menikmati terlebih dahulu momen-momen kebersamaan itu? Mengapa harus terburu-buru membuat konten yang bisa membuka luka yang baru saja sembuh?
Saya paham jika manajemen mungkin merasa jengkel usai kerusuhan yang berimbas sanksi larangan tanpa penonton hingga akhir musim. Namun tak semua perasaan harus diungkapkan dalam sebuah tulisan. Ada banyak bentuk kampanye yang bisa dipilih. Namun intinya adalah bagaimana mengajak Bonek untuk mendukung Persebaya secara positif.
Manajemen mempunyai modal yang sangat luar biasa. Tanpa disuruh pun, Bonek dengan sukarela mengeluarkan uangnya untuk membeli tiket dan merchandise. Segala hal akan dilakukan Bonek untuk mendukung tim kebanggaannya, Persebaya. Manajemen hanya perlu menghargai keberadaan Bonek atau dalam bahasa Jawanya nguwongke. Tak usah membuat drama-drama tak penting yang bisa menghilangkan kepercayaan Bonek kepada manajemen. Karena drama-drama itu bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan pun.
Tolonglah Pak Pres, tak ada drama lagi musim depan. Ayo fokus songsong musim 2020 dengan sinergi positif.