Yang berharap tulisan ini ada adegan perkelahian bersiaplah kecewa.
Jelang laga semifinal antara Persebaya melawan Arema FC, akun twitter EJ membalas cuitan akun OngisnadeNet. Topik yang dibahas adalah kuota Bonek di Stadion Kanjuruhan. Sebelum dipindah ke Stadion Supriyadi, Blitar, laga kedua tim memang rencananya dilaksanakan di Stadion Kanjuruhan.
Saling balas cuitan itu membuat timeline menjadi “panas”. Beberapa follower EJ dan OngisnadeNet saling mencuit, menambah perdebatan menjadi lebih seru. Kami tidak banyak melayani cuitan-cuitan itu. Sebagai media, EJ jarang sekali berdebat melalui akun twitter. Kami lebih suka menuangkannya melalui tulisan yang akan kami muat di rubrik EJ Sharing. Karena melalui tulisan, kami bisa memaparkan ide dan gagasan lebih banyak ketimbang hanya melalui akun twitter.
Selanjutnya, perdebatan tentang kuota Bonek, pemindahan venue banyak dilakukan oleh follower EJ dan OngisnadeNet. Kami tidak lagi membalas mention-mention yang masuk. Perdebatan kami sudahi saja.
Pada hari H semifinal, saya mewakili EJ juga berangkat ke Blitar. Saat kedatangan pemain Arema FC di stadion, kami sengaja me-mention admin OngisnadeNet menanyakan keberadaannya. Cuitan itu ramai dengan balasan. Beberapa mengungkapkan “gairahnya”. Mungkin ada yang berharap kami saling baku hantam.
Saya bertanya kepada seorang teman wartawan yang kebetulan berasal dari Malang siapa sosok di balik admin OngisnadeNet. Ia kemudian menunjukkan sosok tersebut.
Saya tidak langsung menemui sosok tersebut namun sibuk membuat konten-konten untuk pembaca EJ. Apalagi laga Persebaya lawan Arema FC akan segera dimulai.
Saat berada di tribun, admin OngisnadeNet mengirimkan DM meminta untuk bertemu. Saya pun mengiyakan ajakan itu, tapi nanti setelah laga berakhir.
Tribun stadion dipenuhi awak media dari Surabaya dan Malang. Admin OngisnadeNet juga satu tribun dengan saya. Juga beberapa pemain dan official kedua tim. Tak ada insiden yang terjadi selama laga berlangsung. Semua berjalan damai. Tensi dalam stadion tidak panas seperti di luar stadion. Saat itu, kami mendengar kabar jika bentrokan terjadi antara Bonek dengan Aremania. Asap ledakan kembang api yang dilempar suporter sempat terlihat dari tribun stadion. Namun suasana di dalam stadion sangat kondusif.
Dan laga pun akhirnya berakhir dengan kemenangan Persebaya. Skor 4-2 mengantarkan Bajol Ijo ke final. Reaksi saya tentu saja senang. Namun saya tidak merayakannya secara berlebihan. Dari semula, saya menyayangkan mengapa Persebaya mengikuti turnamen kelas tarkam berlabel Piala Gubernur Jatim. Jelang Liga 1 dan ASEAN Club Championship, terlalu riskan mengikuti turnamen yang dengan panitia yang tidak kompeten. Jadwal yang mepet, ruwetnya venue semifinal dan final menjadi bukti turnamen ini tidak layak diikuti tim sekelas Persebaya. Belum lagi resiko cedera yang dihadapi pemain.
Saya akhirnya bisa bertemu dengan admin OngisnadeNet usai laga. Pertemuan kami tidak sedramatik yang dibayangkan follower EJ. Kepada sosok itu, saya memperkenalkan diri mewakili EJ. Kami kemudian saling bertukar nomor hape.
Obrolan terus berlanjut saat kami harus menghadiri konpers pertandingan. Topik yang kami bahas bukan seputar rivalitas antar Bonek dan Aremania. Kami malah membicarakan tentang dunia media suporter. Ia bercerita banyak tentang perjuangannya menghidupkan kembali website OngisnadeNet yang saat ini sedang vakum. Bagaimana cara menghidupi medianya hingga restrukturisasi organisasi. Cerita yang dipaparkannya mirip dengan apa yang saat ini dilakukan EJ. Yakni bagaimana menjalankan media suporter dengan segala keterbatasannya.
Terus terang, topik ini lebih menarik perhatian saya ketimbang membicarakan rivalitas. Setiap kota yang saya kunjungi untuk meliput Persebaya, saya selalu menyempatkan diri untuk belajar pengelolaan media suporter. Seperti di Bandung, Sleman, Solo, saya mendatangi pengelola atau kantor media suporter. Saya melakukan studi banding untuk belajar bagaimana mengelola sebuah media suporter. Hasil studi itu bisa saya terapkan di EJ.
Obrolan kami harus berakhir saat coach Aji Santoso dan Hambali Tholib memasuki ruangan konpers. Usai konpers itu, saya meminta izin untuk pamit. Karena saya harus kembali ke hotel untuk menyunting berita kiriman penulis EJ. Juga memilih foto-foto hasil jepretan fotografer yang akan dimuat di website dan Instagram.
Kami tidak sempat membicarakan topik yang panas seputar persaingan kedua tim dan rivalitas antar suporter. Jika ada waktu yang cukup, kami mungkin akan melakukannya.
Begitulah. Saya berharap pertemuan kami bukan yang terakhir. Suatu saat saya ingin melakukan liputan Persebaya ke Malang dan bertemu dengan teman-teman media suporter Arema FC. Terus terang, saya tidak mencari musuh melainkan mencari teman. Saya berpendapat jika mendukung sebuah klub adalah hak. Begitu pula membenci sebuah klub. Namun, saya tidak sekalipun membenci kemanusiaan. (*)