Dituding Membelot, Apa Tanggapan Kardi Suwito?

Kardi Suwito.
Iklan

EJ – Keputusan Kardi Suwito menjadi pengacara eks tujuh klub internal Persebaya untuk melawan pengurus Koperasi Surya Abadi (KSAP) cukup mengundang pertanyaan. Kardi, yang beberapa tahun lalu ikut memperjuangkan Persebaya 1927, kini justru berada di pihak yang pernah berseberangan dengannya.

Sabtu (28/2/20) lalu 7 klub eks internal Persebaya yaitu Mitra Surabaya, PS. Fajar, Surabaya FC, Assyabaab, Suryanaga, Reza Mahasiswa dan Setia Naga Kuning resmi melaporkan Ketua Koperasi Surya Abadi (KSAP), Maurits Pangkey dkk ke Polda Jatim. 

Mereka menganggap ketua KSAP dan beberapa pengurus internal lain telah membuat surat palsu serta menempatkan keterangan palsu dalam akta authentik pada tahun 2016 lalu.

Akibat dari tindakan tersebut, 11 klub yang sempat menyeberang ke PT. Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) akhirnya tidak diakui lagi menjadi anggota KSAP. Koperasi Persebaya setelah itu, sampai saat ini, beranggotakan 19 klub dari PT. Persebaya Indonesia plus satu anggota baru Farfaza FC.

Iklan

Kardi, yang kini berada di pihak 7 klub itu menyebut bahwa “Laporan dari 7 klub menindaklanjuti keanggotaan koperasi yang tidak diakui, termasuk juga tidak diakui di kompetisi internal. Dari situ kami rasa timbul kerugian, sehingga kami sepakat melaporkan ketua koperasi (KSAP) ke Polda Jatim,” 

“Yang dilaporkan adalah Ketua Koperasi Surya Abadi Persebaya atas nama Maurits Bernhard Pangkey, dkk, termasuk didalamnya Direktur Amatir Saleh Hanifah dan pengurus koperasi,” ucap Kardi pada Sabtu (28/2/20).

Ironinya, Kardi, Maurits Pangkey dan Saleh merupakan tiga dari sekian banyak sosok yang ikut memperjuangkan Persebaya ketika era dualisme. Kardi pun bercerita kepada EJ soal pilihannya saat ini membela 7 klub eks internal. Berikut tanya jawab yang kami lakukan visa sambungan telepon pada Senin (30/2/20) siang.

EJ: Bisa diceritakan mengapa bisa memihak 7 klub itu?

Kardi Suwito: Bukan memihak, hanya saja mereka menunjuk tim lawyer pak Rahmat (Ciptadi) dkk yang di dalamnya ada saya. Mereka datang ke Pak Rahmat, kebetulan saya satu tim dengan Pak Rahmat, jadi yawis saya bantu. Jadi anak-anak di media sosial yang bilang aku nyeberang segala macam ndak ada pikiran itu.

Kenapa saya mau bantu? Padahal dulu mereka termasuk yang berseberangan dengan saya? Saya melihatnya begini, ketika masih aktif jadi pembina di Pelindo III tahun 2017, ada anak-anak Assyabaab ikut seleksi Soeratin Cup tapi ditolak oleh pengurus internal.

Pelatih Assyabaab pak Mustopa kemudian datang ke saya dan menangis. Dia bertanya bagaimana caranya anak-anak didiknya bisa ikut seleksi Persebaya junior? Akhirnya saya ikutkan Pelindo, anak-anak yang berprestasi saya ikutkan Pelindo.

Berangkat dari situ, saya ingin bantu menyelesaikan masalah ini. Saya ingin anak-anak yang latihan di 11 atau 7 klub itu bisa diakui. Mereka juga punya cita-cita ingin seleksi EPA (Elite Pro Academy) Persebaya. Apalagi sebenarnya banyak bakat dari Assyabaab dan Suryanaga, banyak legenda dari dua klub itu. Apa tidak sayang?

Saat saya masih aktif di kepengurusan (KSAP), saya sampaikan ke teman-teman (KSAP), sebaiknya kita tidak usah melihat masa lalu. Ayo kita mulai dari titik nol, ke depan kita bicara pembinaan, kita hilangkan permusuhan. Wong PSSI sendiri saja mau mengakui Persebaya kok, mengapa kita tidak mau mengakui? Tapi sebagian besar teman-teman rupanya tidak setuju karena alasan masa lalu. 

Pikiran saya tidak begitu, sebagai pembina sepak bola saya memikirkan bagaimana anak-anak kedepan yang cita-citanya ingin main di Persebaya tapi tidak bisa.

Jadi kapan awal mula berdiskusi dengan 7 klub itu?

Tahun lalu, 2019. Sebetulnya perkara ini sudah saya tahan sekitar tiga bulan, tidak saya naikkan ke ranah hukum. Saya komunikasi dulu dengan teman-teman, dengan Saleh Hanifah. 

Terus saya juga sering buat status di fb (facebook) atau ig (instagram), kemudian nulis di EJ, harapannya supaya petinggi-petinggi internal terbuka pikirannya sebagai pembina sepak bola. Terbuka pikiran dalam arti kalau kita bicara masa lalu tidak akan selesai, jadi ayo kita bicara hari ini dan kedepan untuk sepak bola Persebaya

Hasil dari komunikasi dengan pengurus internal?

Belum berhasil. Tulisan saya juga di-counter, katanya tidak ada konflik. Saat saya nulis itu teman-teman (7 klub) sudah menghubungi saya. Tapi, saya tidak buru-buru menangani secara hukum, saya coba pendekatan secara humanis, tapi tidak ada respon. Kemudian saya komunikasi dengan para pengurus mereka tidak mau, intinya 20 klub sudah menutup diri.

Saya sampai sungkan sama teman-teman (7 klub), ditanya sampai dimana progress-nya? Karena sudah sejak 2019 mereka menunjuk saya. 

Manajemen Persebaya di kongres PSSI Bandung. Dari kanan ke kiri: Cholid Goromah, Choesnoel Farid, Kardi Suwito. (Foto: Joko Kristiono/EJ)

Tapi, pada tahun 2016, anda pernah melontarkan pernyataan tidak akan menerima 11 klub itu untuk kembali ke Persebaya, dan saat itu anda juga menyebut tidak ingin mengajak mereka bergabung?

Coba dibaca lagi, saya bilang selama dalam masa konflik kami tidak akan menerima. Pernyataan itu tahun 2016 ketika masih dualisme, sedangkan Persebaya diakui PSSI pada Januari 2017. 

Jadi gini, ketika konflik kan urusannya sendiri-sendiri. Urusanmu (11 tim) Persebaya Divisi Utama, urusanku (19 tim) Persebaya 1927, kami tidak akan menerima mereka selama masih ada konflik, itu 2016,

Tahun 2017 aku tidak mengeluarkan pernyataan apa-apa. Tahun 2017 kan pengesahan Persebaya 1927 menjadi Persebaya asli, sedangkan Persebaya tidak asli berubah nama menjadi Bhayangkara, itu disahkan saat kongres di Bandung tahun 2017. 

Nah, karena Persebaya sudah jadi satu, saya coba kasih masukan teman-teman (KSAP), apalagi dengan adanya kasus Assyabaab, Mitra dan klub-klub lain yang anak-anaknya tidak boleh ikut seleksi.

Saya tidak punya kepentingan apa-apa. Kepentinganku cuma anak-anak dan orang tua yang mengeluh ke saya. Misal anda jadi orang tua, bagaimana jika anak anda ingin ikut seleksi di EPA tapi tidak bisa, ikut kompetisi internal kok tidak bisa. Karena saya tidak di dalam (KSAP) lagi jadi saya bantu lah. 

Duduk di meja depan, (ki-ka) Ram Surahman, Kardi Suwito, Ferril R Hattu saat pertemuan dengan perwakilan Bonek (13/8/2017).

Tapi, bukankah kesulitan yang dialami 11 klub itu sekarang merupakan konsekuensi yang harus mereka ambil setelah dulu memilih menyeberang? 

Masalahnya bukan hanya berkaitan dengan kompetisi internal, tapi sebetulnya pada keanggotaan koperasi. 30 klub ini kan pendiri dan anggota koperasi. Sementara mereka kemarin menyeberang (ke Persebaya DU) kan tidak mengundurkan diri, mereka tidak dikeluarkan sebagai anggota koperasi.

Saya baca di anggaran dasar koperasi yang lama, keanggotaan itu bisa hilang atau berhenti jika pertama; anggota mengundurkan diri, kedua; anggota diberhentikan karena melanggar AD ART serta ketiga; anggota meninggal dunia. Ketiga-tiganya tidak ada, dan tidak ada legalitas apapun atau surat apapun bahwa mereka 11 klub diberhentikan. Itu yang dituntut saat ini. 

Imbasnya apa? Ketika mereka sudah tidak diakui anggota koperasi di anggaran dasar baru, otomatis mereka tidak diakui di internal amatir Persebaya, itu yang kami bantu. 

Teman-teman minta bantuan, saya pelajari kasusnya. Saya sebagai lawyer tentu punya kepentingan membela klien, saya profesional.

Ketika pengurus memutuskan 11 klub dikeluarkan dari keanggotaan KSAP, apakah anda juga ikut rapat tersebut? 

Tidak ada keputusan dikeluarkan atau mereka mengundurkan diri tidak ada. 

Anda ikut rapat?

Saya ikut rapat terakhir 2016 sekitar bulan Oktober atau Desember. Rapat terakhir di Nyamplungan, agendanya perubahan anggaran dasar. 

Saya hadir. Saya malah kasih saran sebaiknya diundang semua 30 klub itu. Persoalan mereka tidak datang, berarti kita punya legalitas bahwa mereka tidak mau hadir. Tapi waktu itu oleh penyelenggara tidak diundang. Dan pada rapat itu tidak ada berita acara, hasil rapat tidak ada.

(Tidak ada berita acara) artinya tidak ada buktinya. Padahal sudah saya sarankan tiap rapat buatkan berita acara. Waktu itu segala hal yang berkaitan dengan hukum saya memberikan masukan.

Tujuh klub eks internal resmi melaporkan Ketua Koperasi Surya Abadi Persebaya (KSAP), Maurits Bernhard Pangkey dkk ke Polda Jatim pada Sabtu (28/3/20). Kardi Suwito (tiga dari kanan).

Jadi sekarang yang anda perjuangkan nasib anak-anak di 11 klub itu?

Ya. Sekarang ayolah kita rekonsiliasi, kita bangun lagi sepak bola Surabaya. Anak-anak yang ada di 11 klub anak-anak Surabaya yang juga punya kebanggan. Bibit-bibit ini kan juga bisa membantu Persebaya, kalau 20 klub itu ketambahan 11 jadi 31 kan enak. 

Aku ini sayang Persebaya, kalau tidak sayang Persebaya saya tidak mungkin berjuang seperti ini. Waktu dulu di Pelindo zaman dualisme saya banyak dimusuhi, dulu kan musuhan sama pak Nyalla (Mattalitti), ya itu konsekuensi. Sekarang saya berjuang supaya stok pemain tambah banyak, pasti ada juga konsekuensinya, berjuang karena cinta Persebaya.

Jadi ketika hari ini saya membantu teman-teman yang pernah berseberangan, saya tidak ada motivasi apa-apa. Kalau ada yang bilang pak Kardi sakit hati, tidak. Saya jadi lawyer sudah sibuk banget. 

Sebenarnya kalau bicara sepak bola atau pembinaan sudah saatnya saya berhenti. Apalagi yang mau saya cari?

Tapi kalau ngomong Persebaya tidak akan bisa berhenti, karena saya mulai umur 12 tahun sudah ikut kompetisi di Karanggayam, sampai terakhir tahun 2017 (pensiun). Mulai tahun 1975 sampai 2017, sudah berapa tahun itu? Saya tidak bisa berhenti. (riz)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display