Sejatinya manusia tercipta di muka bumi ini mempunyai tugas serta visi misi utamanya yakni menjaga konsistensi untuk berlaku bijak antar sesamanya (hubungan horizontal) dan yang paling penting dalam rangka beristiqomah beribadah kepada Tuhan-Nya (hubungan vertikal)
Wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun seperti yang termaktub dalam kitab suci Al Quran yang mempunyai arti “tidaklah aku (Allah) ciptakan jin wa bil khusus manusia terkecuali melakukan aktivitas ibadah kepada-ku”. Manusia juga menjadi wakil atau teramanahi oleh Tuhan untuk menjaga peradaban dan sekaligus keberlangsungan umat manusia dengan predikat kholifah fil ardh.
Secara common sense memang sangat termaklumi ihwal narasi-narasi atau pun opini-opini publik tentang Persebaya dan seluruh harapan masyarakatnya. Tidak bisa dipungkiri lagi jika Persebaya dan masyarakat sejatinya harus berjalan seirama, sevisi, dan semisi berkelindan tanpa tedeng aling-aling.
Di era keterbukaan informasi seperti ini semua berhak bersuara, semua berhak beropini dan tentunya mengapresiasi sebuah karya. Namun yang terpenting dari kesemuanya itu tentunya harus berdasar, bisa dipertanggungjawabkan dan genuine wal hasil harapan-harapan yang kian membumbung tinggi itu tak akan pernah benar-benar terbuang sia-sia begitu saja. Namun terimplementasikan dengan baik dan penuh makna.
Pada titik tertentu Persebaya ialah ibarat rumah kita. Selaiknya sebuah kediaman dengan beragam penghuni dari mulai latar belakang potensi serta kemanusiaan yang bebeda-beda, saling bergotong royong, guyup sak eko proyo (meminjam terminologi jawa) mewujudkan entitas yang kian baik sehingga bisa jadi hal-hal positif dan produktif demikian cukup membekas di tiap sanubari manusia. Bukankah orang terbaik itu salah satunya pribadi yang tanpa henti berkontribusi kebermanfaatan di segala dimensi hidupnya?
“Khoirunnas anfauhum linnas” sebaik manusia ialah yang paling bermanfaat antar sesamanya.
Bicara soal harapan masyarakat tak ubahnya sebuah penghuni yang memiliki oase atau harapan-harapan lebih terhadap yang diharapkan dalam konteks ini Persebaya tak lebih dan tak kurang, masyarakat madani (menjunjung tinggi nilai, norma, hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu dan teknologi yang berperadaban) artinya Persebaya dan masyarakat seyogyanya berkelindan mewujudkan cita-cita mulia tersebut melalui harapan-harapan yang selama ini disemai, semoga lekas terwujud dengan penuh harmoni.
Pada koordinat tertentu, entitas (satuan yg terwujud; maujud) menjadi sebuah kelaziman antara Persebaya dan masyarakat menjadi domain utama melakukan perubahan-perubahan yang bersifat positif. Seperti halnya melakukan aktivitas-aktivitas sosial, membangun panti-panti asuhan, mengaktivasi berbagai program yang bertujuan menggerakkan masyarakat sipil lebih produktif
Pada titik tertentu tradisi afeksi (rasa kasih sayang, perasaan dan emosi yang lunak) akan senantiasa langgeng. Sudah barang tentu semua komponen masyarakat saling bersinergi dan satu derap langkah untuk mewujudkan Persebaya dan segala komponen di dalamnya termasuk harapan terbaik dari masyarakatnya.
Akhirul kalam saya pribadi dan tentunya harapan semua masyarakat pencintanya mempunyai cita-cita besar pada klub bernama Persebaya untuk menjadi salah satu prototipe, motor penggerak yang menjadi garda terdepan klub percontohan soal keteladan dan sikap serta aktivitas sosial dalam rangka menjaga eksistensi kebesaran klub dan masyarakat terbaik didalamnya.
Wallahuaalam… (*)
*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Mei 2020. Dengan tema Persebaya dan Harapan Masyarakat, kontes dibuka hingga 31 Mei 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].