EJ – Dalam beberapa hari kebelakang ramai dibicarakan bahwa presiden Persebaya diajukan oleh salah satu partai politik untuk jadi calon walI kota. Berita tersebut sangat kencang di media sosial.
Terutama pada kalangan bonek pendukung Persebaya. Bonek tidak ingin Persebaya terseret ke dalam politik praktis. Hari ini Rabu (29/7) Azrul Ananda menulis pada website happywednesday.id secara gamblang tentang hal tersebut.
Pada paragrap terakhir ia menulis “Ya, saya masih teguh dengan isi hati saya. Bahwa jabatan wakil wali kota ..atau bahkan wali kota..bukanlah untuk saya”
Berikut tulisan lengkapnya :
Soal Wakil Wali Kota…
Sekarang ini zaman susah untuk berpikir positif. Tapi kita harus selalu berupaya berpikir positif. Walau sekali lagi, tidak mudah.
Beberapa hari lalu, nama saya muncul sebagai kandidat calon wakil wali kota Surabaya, mendampingi Pak Machfud Arifin. Partai Nasdem yang menyodorkan nama itu.
Whoaaa, hape saya langsung ramai. Hape istri saya juga. Adik saya sampai mengirim pesan singkat: “Aku capek menjawab pertanyaan tentang kamu.”
Kata Partai Nasdem, nama saya disodorkan bukan asal sebut. Namun berdasarkan diskusi, pertimbangan, dan survei di masyarakat. Menanggapi itu, tentu saya sangat bersyukur. Itu tandanya segala kerja keras, segala pekerjaan, dan segala tindak laku saya selama ini mendapat apresiasi dari orang banyak.
Kadang dalam hidup ini kita kurang bersyukur. Dalam hal ini, saya sangat bersyukur. Banyak orang teriak-teriak di sosmed untuk mendapat pengakuan, saya yang tidak punya sosmed mendapat apresiasi seperti itu.
Sebenarnya, Partai Nasdem bukan yang pertama meminta saya untuk ikut pemilihan tahun ini. Beberapa bulan lalu beberapa partai sudah mencoba berkomunikasi dengan saya. Alasannya sama, berdasarkan pertimbangan dan survei di masyarakat. Kebetulan saja, Partai Nasdem yang menyodorkan nama saya secara resmi.
Dan jadi berita.
Saya termasuk orang yang cuek dalam hal politik. Belakangan juga termasuk orang yang sangat ketat dalam memfilter segala berita/kabar yang beredar. Apalagi kalau itu sumbernya sosmed atau berita online. Sebagai orang yang belasan tahun berkecimpung di dunia media, tentu wajar saya memfilter segala informasi sebaik-baiknya.
Masalahnya, ada begitu banyak orang yang belum tentu melakukan proses filtering seperti saya. Dengan mudah menelan segala informasi, benar maupun salah. Dengan mudah mengambil kesimpulan hanya dengan membaca judul, tanpa membaca artikel secara utuh dengan konteks sesungguhnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, ada begitu banyak pihak yang suka memanfaatkan momen, memelintir kabar, dengan niat mengadu domba atau memfitnah.
Gampang, tinggal buka saja sosmed, isinya banyak seperti itu. Saya sudah tidak pernah memusingkan. Karena saya selalu berasumsi yang di sosmed itu, kalau bukan dari sumber aslinya, adalah “guilty until proven innocent” alias “selalu salah kecuali terbukti benar.”
Apakah benar Partai Nasdem mengajukan nama saya? Tentu benar. Wong ada suratnya, dan beritanya beredar di segala media resmi. Adalah hak mereka untuk mengajukan seseorang yang mereka anggap layak. Mereka pasti punya prosedur dan sistemnya.
Apakah benar saya akan ikut tampil dan maju sebagai wakil wali kota dalam pemilihan nanti? Menurut Anda bagaimana?
Begitu berita tersebut beredar luas, ada begitu banyak WA yang masuk. Ada begitu banyak media ingin mengajukan wawancara. Ada begitu banyak teman, sahabat, dan orang yang saya kenal biasa mengirimkan pesan.
Kalau melihat WA-WA itu, sepertinya banyak yang senang. Khususnya teman-teman pengusaha. Lagi-lagi, saya harus bersyukur. Ini tandanya mereka perhatian dengan segala hal yang saya lakukan selama ini. Dan mereka menganggapnya positif.
Saya juga tidak mau jadi orang munafik. Dan teman-teman terdekat saya juga tahu, saya bukan orang yang suka “main aman.” Karena itu, saya tidak pernah menyangkal kalau saya, dan keluarga saya, memang dekat dengan Pak Machfud Arifin. Beliau adalah sahabat keluarga kami, khususnya dekat dengan abah saya. Dan kami senang beliau maju menjadi calon wali kota Surabaya berikutnya.
Adalah hak pribadi saya, dan keluarga kami, untuk menentukan pilihan. Seperti hak pribadi pembaca semua untuk memberikan dukungan. Kita semua harus dewasa dengan itu. Sama seperti hak pribadi saya mendukung Pak Bambang DH sekitar 15 tahun lalu, dan hak pribadi saya mendukung Bu Risma sepuluh tahun lalu.
Saya percaya pilihan saya dulu benar, dan saya yakin pilihan saya untuk masa depan Surabaya juga tepat. Karena saya selalu diajarkan untuk selalu berusaha memikirkan secara holistik, bukan sekadar emosional.
Surabaya butuh melangkah ke “Next Level.” Orang yang bisa total memikirkan kota, yang matang dan dewasa, yang punya selera tinggi, dan yang sudah “selesai” dengan kebutuhan diri sendiri. Kira-kira seperti abah saya sendiri lah, yang sudah tidak butuh apa-apa lagi selain membagikan pengalaman hidupnya untuk orang banyak.
Surabaya butuh orang yang bisa bekerja sama dengan orang banyak, dengan semua kalangan, karena tidak ada yang bisa maju sendirian. Saya sering berdiskusi dengan Pak Machfud dan timnya, tentang kebutuhan kota ini, dan beliau menegaskan bagaimana kota ini tidak bisa maju hanya dengan wali kota dan wakil wali kota saja.
Bagaimana seorang wali kota harus punya “helicopter view.” Seorang wali kota tidak mungkin turun sendirian, dan harus melibatkan dan menggunakan banyak orang untuk memajukan kota bersama. Membentuk super team, berisikan orang-orang yang memang punya visi masa depan.
Surabaya tidak boleh krisis tokoh seperti sekarang. Surabaya harus mengorbitkan banyak tokoh di masa depan. Bila sebuah kota ingin maju dan bersaing secara global, pembinaan manusianya sangat krusial.
Tentu beliau meminta saya masuk ke dalam tim tersebut. Sekali lagi saya tentu berterima kasih dan bersyukur dianggap punya visi masa depan.
Mimpi saya memang masih banyak. Mimpi kecil-kecil mungkin, tapi mungkin bisa bermanfaat untuk orang banyak. Saya belajar banyak dari abah saya, bahwa kita tidak harus membuat orang senang. Karena senang itu jangka pendek dan semu. Kita harus membuat orang lebih baik. Karena lebih baik itu jangka panjang dan bisa terus menularkan kebaikan.
Sebelum menulis tulisan ini, saya sempat bertemu dulu dengan Pak Machfud dan keluarga. Dan saya tidak perlu bilang apa-apa, beliau sudah langsung menyapa saya sambil bercanda: “Ini dia, calon wakil wali kota yang tidak mau jadi wakil wali kota…”
Ya, ada partai yang sudah mengajukan nama saya sebagai wakil.
Ya, hak partai itu untuk mengajukannya.
Ya, hak saya pula untuk menentukan sikap pribadi saya.
Ya, sikap pribadi saya tidak pernah berubah.
Ya, saya punya hak pribadi dalam menentukan pilihan, sama seperti Anda semua. Dan kita harus saling menghormati hak tersebut.
Ya, saya yakin pilihan pribadi saya adalah sesuatu yang baik untuk Kota Surabaya di masa mendatang. Karena saya sudah melihat rancangan detailnya yang masih belum bisa diutarakan.
Ya, saya berterima kasih dan bersyukur sudah dianggap baik. Dan saya akan selalu berusaha untuk terus berkarya dan berkontribusi demi kebaikan.
Ya, saya masih teguh dengan isi hati saya. Bahwa jabatan wakil wali kota –atau bahkan wali kota– bukanlah untuk saya… (Azrul Ananda)