#SOS Pertanyakan Kucuran Rp 4 Miliar dari Menpora untuk Kongres PSSI

Kongres PSSI. (Foto: Bola.com)
Iklan

EJ – PSSI memastikan Kongres akan digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, pada 10 November 2016. Namun, pelaksanaan kongres tersebut tak luput dari sasaran kritik #SOS (Save Our Soccer).

Koordinator #SOS, Akmal Marhali, menyayangkan kucuran dana yang berasal dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Tak tanggung-tanggung, dana yang dikucurkan untuk kebutuhan sarana dan prasarana Kongres mencapai Rp 4 Miliar.

Suntikan dana Rp 4 miliar adalah rekor bantuan terbesar untuk kegiatan Kongres sepanjang sejarah sepak bola Indonesia.

“Ini blunder dari sebuah kebijakan dan akan menjadi preseden buruk kedepannya. Setiap mau menggelar Kongres, PSSI akan meminta bantuan pemerintah. Induk olahraga lain pun akan meminta perlakuan yang sama. Ini tidak produktif untuk olahraga Indonesia,” kata Akmal .

Iklan

Menurut #SOS, dana sebesar itu sejatinya bisa digunakan untuk hal-hal produktif seperti pembinaan usia muda atau membantu fasilitas serta kebutuhan tim nasional.

“Menpora sedang berjudi untuk Kongres yang hanya bertujuan memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Exco PSSI. Dan, kita tahu bersama selama ini Kongres adalah kegiatan yang paling tidak produktif. Bahkan, terkesan sebagai panggung ‘pesta’ pejabat-pejabat sepak bola. Hanya duduk manis dan bagi-bagi uang saku,” Akmal menegaskan.

Ditambah lagi, bantuan yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu terkesan tidak transparan. Setidaknya, begitulah kesimpulan hasil riset Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) #SOS. Ada kesimpang siuran mengenai jumlah bantuan yang diberikan.

Awal September 2016, Sekjen PSSI, Azwan Karim, dengan santainya menyebut untuk kebutuhan Kongres pihaknya mendapatkan bantuan Rp 2,8 miliar dari Kemenpora. Sempat menjadi polemik karena dianggap bentuk intervensi pernyataan itu langsung dibantah pihak Kemenpora yang menyatakan tak ada dana untuk kepentingan Kongres PSSI yang batal digelar di Makassar pada 17 Oktober lalu.

Nah, teranyar, setelah sempat tersiar kabar PSSI kesulitan mencari hotel pelaksanaan Kongres, Menpora Imam Nahrawi menyebutkan telah menyiapkan dana Rp 4 miliar untuk kebutuhan sarana dan prasarana Kongres. Artinya, ada selisih Rp 1,2 miliar alias 30 persen yang hilang dari pernyataan Sekjen PSSI dan Menpora Imam Nahrawi.

“Kemana selisih itu? Kenapa ada perbedaan signifikan sampai 30 persen? Ini harus dijelaskan,” kata Akmal.

“Ada baiknya Kemenpora dan PSSI duduk bersama menjelaskan secara terbuka nilai yang sesungguhnya bila benar ada kucuran dana yang diberikan untuk Kongres. Laporannya pun harus transparan karena ini menyangkut uang rakyat,” Akmal menegaskan.

#SOS sendiri menyarankan agar bantuan dana bantuan itu dibatalkan dan dialihkan untuk hal-hal yang lebih produktif, bermanfaat dan bernilai guna bagi kepentingan pembinaan serta pengembangan sepak bola Indonesia.

Setidaknya, ada empat alasan yang bisa dijadikan pijakan.

Pertama, Menpora berjudi dengan bantuan tersebut. Pasalnya, bisa jadi Kongres PSSI tidak menghasilkan pemimpin yang benar-benar menjalankan visi dan misi reformasi sepak bola nasional seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo. Melihat perkembangan yang ada, PSSI bisa jadi kembali dikelola oleh personel-personel yang sebelumnya dianggap gagal mengelola sepak bola Indonesia.

Kedua, apakah bentuk bantuan ini bisa dikategorikan intervensi? Maklum, selama ini PSSI selalu menyatakan hanya akan tunduk dan patuh kepada FIFA. Keterlibatan Pemerintah selalu disebut sebagai intervensi. “Bila reformasi gagal ini akan menjatuhkan reputasi pemerintah. Apalagi, sebelumnya kita sudah mengorbankan diri disanksi FIFA selama setahun dengan alasan intervensi Pemerintah. Kucuran dana Rp 4 miliar akan sangat sia-sia,” kata Akmal.

Ketiga, Mahkamah Agung melalui putusannya bernomor 606 K/ pdt.Sus-KIP/2015 menyatakan bahwa membatalkan putusan Pengadilan Jakarta Pusat bernomor 290/Pdt.sus.KIP/2014/PN.JKT.PST dan putusan Komisi Informasi Pusat bernomor 199/VI/KIP-PS-A/2014 tertanggal 8 Desember 2014 yang semula memenangkan gugatan Forum Diskusi Suporter Indonesia (FDSI) terhadap PSSI sebagai lembaga publik. Ini artinya, PSSI kembali berstatus bukan lembaga publik.

Keempat, dalam dua tahun terakhir posisi laporan keuangan Kemenpora berstatus Disclaimer. Karena ada beberapa laporan keuangan yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Salah satunya, berdasarkan Laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari tahun 2010-2013 terkait bantuan dana ke PSSI yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Yang totalnya, lebih dari Rp 20 miliar.

Di antaranya bantuan Dalam APBN 2013 bagian anggaran untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga, tercantum dana sebesar Rp 439.740.000 melalui Asisten Deputi Pembibitan Olahragawan yang disalurkan kepada PSSI untuk pemberdayaan sosial dalam bentuk uang untuk Pemusatan Latihan Asian Youth Games Timnas U-14.

Perjanjian kerjasama antara Kemenpora dengan PSSI itu disepakati pada 24 Juni 2013. Pencairan dilakukan pada 29 Juli 2013 sebesar anggaran yang sudah disetujui, yakni Rp 439.740.000 dengan ditransfer ke rekening Bank Mandiri. Anehnya, meski dana baru dicairkan tanggal 29 Juli, kegiatan Pemusatan Latihan Asian Youth Games Timnas U-14 sudah lebih dulu dilakukan di Lapangan Sepakbola Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada tanggal 3 Juni, 3 Juni, dan 7-9 Juli, serta di Kuningan, Jawa Barat, pada 4-6 Juli 2013.

Ada juga dugaan penyimpangan bantuan Kemenpora untuk PSSI berdasarkan hasil audit BPK tahun 2010. Bantuan sebesar Rp 20 miliar untuk Timnas ASEAN Football Federation disebut terdapat banyak penyimpangan pada implementasinya. Misalnya bantuan sebesar Rp 414.952.060 dari Kemenpora digunakan tak sesuai perjanjian yang disepakati, dan Pajak Penghasilan atasnya kurang setor Rp 167.816.654.

Kemudian Biro Hukum Kemenpora menyebut dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat bahwa bantuan Kemenpora untuk Kongres Luar Biasa PSSI tahun 2013 sekitar Rp 3,5 miliar belum dipertanggungjawabkan PSSI. “Sejatinya, bila PSSI belum bisa mempertanggungjawabkan sumbangan dana yang diberikan, ada baiknya segala bentuk bantuan pemerintah dihentikan. Apalagi, ini semua menyangkut uang rakyat. Ini soal trust sekaligus menghindari potensi terjadinya korupsi yang akan merugikan negara,” kata Akmal. (*)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display