Empat puluh hari lebih telah berlalu sejak tragedi yang merenggut 135 nyawa saudara kita di Kanjuruhan tetapi perubahan yang diharapkan terhadap sistem persepak bolaan di negara ini tidak kunjung datang. Terlalu banyak hal yang menjadikan tragedi ini seolah olah hanya sebuah kecelakaan biasa sehingga bisa saja hanya menunggu waktu untuk dilupakan seperti kejadian kejadian sebelumnya. Padahal seharusnya ini adalah sebuah momentum yang tepat untuk memperbaiki kondisi sepak bola di negeri ini.
Kalau kita lihat kondisi sepak bola Indonesia selama ini memang tidak bisa dipungkiri bahwa bisa dikatakan sesuatu yang jauh dari kata baik. Judi bola, pengaturan skor, kekerasan baik itu fisik maupun verbal ke pemain, pelatih, wasit, aparat maupun suporter sangat sering kita saksikan. Dan itu juga disaksikan oleh anak anak kita yang dibawah umur dan akan selalu dikenang sepanjang hidupnya. Kalau di bandingkan dengan prestasi yang didapat sampai hari ini pun kita masih belum mampu menyamai prestasi Thailand ataupun Vietnam di tingkat Asia Tenggara.
Terus apa yang salah? jawabannya adalah sistem dalam persepakbolaan itu sendiri. Karena sepak bola adalah industri yang melibatkan banyak sekali pihak jadi harus ada sebuah sistem yang mengatur itu semua sehingga bisa berjalan dengan baik, yang menjadi masalah adalah PSSI sebagai federasi yang mengatur dan membuat sistem tersebut berjalan sangat susah sekali untuk disentuh dengan berlindung dibalik statuta FIFA, Bahkan Pemerintah pun melalui TGIPF Tragedi Kanjuruhan seakan akan tidak mempunyai kekuatan untuk menyentuh federasi.
Satu hal yang mungkin disini jadi tanda tanya besar bagi penulis, suporter sudah bersuara, pemerintah sudah bersikap tetapi kenapa orang yang mendapatkan uang dari industri sepak bola ini justru banyak yang terdiam, Klub mungkin hanya sebagian kecil seperti PERSIS, PERSEBAYA dan MADURA UNITED yang bersuara atas kondisi sekarang ini, bahkan pemain atau mantan pemain bola tidak satupun yang berkomentar atau protes tentang kondisi yang terjadi, Apakah mereka memaklumi kondisi yang sekarang ini atau malah menikmati kondisi ini? Padahal jika iklim sepak bola menjadi semakin sehat bukankah mereka juga yang menikmati hasilnya, sementara suporter sebagai pihak yang mengeluarkan uang justru malah yang melakukan protes dan masih saja dijadikan sebagai pihak yang disalahkan di setiap kejadian.
Kita berharap Klub, pemain, Asprov PSSI, wasit dan seluruh elemen sepak bola bisa bersama sama membangun kembali persepakbolaan di Indonesia. Tahun 1998 kematian empat mahasiswa saja bisa merubah sistem tatanan negara dan melengserkan presiden yang berkuasa 32 tahun, Kalau sampai kematian 135 nyawa tidak bisa merubah sistem persepakbolaan dan melengserkan kekuasaan yang ada berarti jangan berharap lagi ada perubahan di sepakbola kita.
Cepat Sembuh PSSI