Meski agenda pembahasan pemutihan Persebaya di Kongres PSSI yang dihelat pada 10 November 2016 ditolak oleh para voters, ketua umum PSSI terpilih, Edy Rahmayadi berjanji akan menuntaskan persoalan ini dalam Kongres Tahunan PSSI 8 Januari 2017. Jika janji ini dipenuhi, penantian panjang Bonek dan seluruh pecinta sepak bola agar Persebaya bisa kembali eksis di belantika sepak bola nasional telah mencapai ujungnya.
Namun jika pada nantinya Persebaya benar-benar kembali eksis, PR besar telah menanti Persebaya beserta jajaran manajemennya. Empat tahun vakum dan tak mengikuti kompetisi resmi jelas bukanlah suatu hal yang mudah diterima bagi Persebaya dan Bonek. Perjuangan panjang dalam usaha mengembalikan hak Persebaya kembali berkompetisi dan saat ini asa tersebut sudah di depan mata. Akan menjadi suatu kebodohan yang masif bagi manajemen Persebaya jika tidak berbenah untuk menjadi kesebelasan yang profesional. Meski jalan masih jauh untuk mencapai predikat tersebut.
Manajemen harus belajar dari kesalahan-kesalahan lampau yang mereka lakukan. Salah satu akar utama dari konflik perpecahan Bonek hingga terbelah menjadi dua kubu juga disebabkan oleh kurangnya atensi dan kepedulian dari manajemen terhadap Bonek. Jika ingin maju, manajemen harus lebih terbuka dan komunikatif terhadap Bonek sendiri. Toh, ya selama ini yang diinginkan dan diharapkan Bonek terhadap manajemen itu sendiri tidak muluk-muluk, kok. Dan yang pasti untuk kebaikan dari Persebaya itu sendiri. Ingat, saat berada pada masa-masa sulit seperti kemarin, hanya Bonek yang selalu setia memerjuangkan Persebaya.
Kepengurusan di tubuh Persebaya juga harus bebas dari para praktisi politik. Sudah jadi menjadi tradisi bahwa akan selalu ada politikus yang berada dalam tubuh Persebaya dari tahun ke tahun. Salah satu perpecahan hingga terjadinya dualisme Persebaya lalu juga merupakan imbas dari konflik politik para penguasa di tubuh Persebaya itu sendiri. Besar harapan saya dan Bonek lain pada nantinya Persebaya akan dikelola oleh orang-orang profesional yang lepas dari kepentingan politik.
Pembinaan usia dini juga harus menjadi perhatian penuh dari manajemen Persebaya. Sudah tak terelakkan lagi kompetisi internal Persebaya ini sendiri aktif mencetak pemain-pemain berkualitas bagi Persebaya itu sendiri dan Timnas Indonesia. Melihat beberapa tren di Eropa saat ini banyak klub-klub di sana mau menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk berinvestasi untuk youth academy mereka. Percayalah, Lapangan Karanggayam yang memiliki fasilitas pas-pasan saja sanggup menghasilkan talenta-talenta macam Andik Vermansah dan Evan Dimas, bagaimana jika Persebaya serius menggarap ‘pasar’ ini?
Memiliki pemain yang lahir dari akademi klub itu sendiri tentu memiliki banyak benefit yang bisa dipetik. Selain memiliki pemain dengan loyalitas tinggi dan selalu memberikan 100 persen kemampuan terbaiknya karena bermain di klub impiannya sejak kecil, pemain yang lahir dari akademi juga akan menekan cost perihal belanja dan gaji pemain. Coba tanyakan pada Andik Vermansah bagaimana ia pada waktu itu menolak kontrak klub-klub yang menawarkan uang lebih tinggi dan memilih bertahan di Persebaya meskipun akhirnya harus menerima hak gajinya tak dibayarkan berbulan-bulan oleh manajemen Persebaya. Tak hanya itu, Persebaya juga bisa mendapatkan keuntungan jika ada pemain dari akademi mereka dicomot oleh klub lain.
Dari sisi finansial, pasar terbuka luas bagi Persebaya. 5x juara Perserikatan dan 2x juara Liga Indonesia, terbanyak kedua setelah Persipura, adalah bukti sahih bagaimana Persebaya bukanlah tim sembarangan. Keagungan dan nama besar Persebaya sendiri, jelas memiliki bargaining power dalam pasar ekonomi. Saya sangat yakin kalau Persebaya dikelola dengan benar dan dikelilingi orang-orang profesional, sponsor akan berdatangan secara sendirinya.
Pengelolaan tiket pertandingan di stadion juga harus dibenahi. Masih banyaknya calo yang berseliweran di sekitar stadion menandakan belum baiknya sistem distribusi tiket pertandingan oleh manajemen. Begitu juga dengan suporter yang masih ada menonton dengan tidak membeli tiket. Percayalah kawan, satu tiket yang anda bayarkan sangatlah berarti bagi pemasukan klub. Toh ya jika Anda mencintai Persebaya dengan amat sangat, saya yakin besaran jumlah yang anda bayarkan untuk membeli tiket pertandingan tersebut sangat worth it dengan kepuasan yang Anda dapatkan saat menonton kesebelasan yang Anda cintai berlaga.
Official merchandise juga tak boleh luput dari pengamatan manajemen. Coba tengok saja unofficial merchandise-merchandise Persebaya yang laris manis menandakan demand akan barang tersebut cukup tinggi.
Pemanfaatan media sosial juga tak boleh terlewatkan oleh manajemen Persebaya. Selain sebagai sarana informasi, media sosial merupakan sarana mendekatkan diri antara tim tersebut dengan fans nya. Dan jangan lupa dengan media sosial pula, Persebaya dapat ‘berjualan’. Semakin banyak followers dari sebuah akun media sosial tersebut, semakin menjual pula mereka di mata para sponsor.
Jika beberapa hal-hal kecil tersebut bisa mulai dijalankan, bukan tidak mungkin asa menjadikan Persebaya menjadi tim yang profesional dan lepas dari kepentingan politik dapat terwujud di kemudian hari. Salam satu nyali, Wani!
#PersebayaMasaDepan
*) Ahmad Chaidir ([email protected])