EJ – Perjuangan Bonek mengembalikan eksistensi Persebaya rupanya mendapat apresiasi dari banyak pihak. Sutradara muda asal Surabaya, Rizky Ade Surachman, mengangkat syal Bonek dalam pertunjukan teater berbasis ludruk “Sarip Tambak Oso”. Pertunjukan itu digelar di Auditorium Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Rabu (11/1) malam.
Cak Kiw, sapaan akrabnya, mengangkat syal Bonek di akhir pertunjukan karena merasa ada korelasi antara kesenian dengan Bonek. Menurutnya, kesenian bisa menyatukan semua kalangan.
“Bonek menurut saya adalah soal budaya dan jiwa. Tidak melulu soal bola. Dan pertunjukan ludruk semalam adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang rindu akan kebudayaan Jawa Timurnya. Ada banyak penonton dari kalangan suporter bola daerah, dari Malang, Lamongan dan yang lainnya. Mereka semua duduk bersatu memakai atributnya masing-masing di bangku penonton dan menyaksikan sampai pertunjukan selesai. Betapa luar biasanya antusias mereka dengan didorong kesadaran kedewasaan bahwa ini bukan hanya soal bola,” ungkapnya.
Ia juga mengucapkan selamat atas kembalinya Persebaya di kompetisi nasional. “Selamat untuk Persebaya karena telah resmi kembali diakui keanggotaannya serta bisa mengikuti kembali liga di Divisi Utama”.
Cak Kiw merupakan mahasiswa jurusan Teater ISI Yogyakarta angkatan 2011. Ia mengambil minat konsentrasi di bidang penciptaan Teater (Penyutradaraan) dan saat ini sedang menempuh Ujian Tugas Akhir S1. Pentas pertunjukan “Sarip Tambak Oso” adalah pentas tugas akhir yang diinisiasi dan dikelola secara kelompok oleh Cak Kiw, Giras, dan teman-teman Jawa Timur lainnya.
Lakon “Sarip Tambak Oso” dipilih sebagai sarana baginya untuk melepas rindu terhadap Kota Pahlawan, Surabaya. Selain itu, pertunjukannya mewakili protesnya terhadap kondisi pemerintahan di Surabaya.
“Saya pikir ini adalah momen yang pas untuk melepaskan rasa rindu yang luar biasa terhadap kota pahlawan. Dan saya rasa cukup juga untuk mewakili protes saya terhadap kondisi pemerintahan yang ada di kota Surabaya, terutama untuk Wali Kota Surabaya yaitu Bu Risma”.
Sarip Tambak Oso menceritakan legenda yang populer di Jawa Timur yang sering dipentaskan dalam pertujukan ludruk, terutama di daerah Surabaya dan Sidoarjo. Kisahnya tentang seorang pencuri budiman bernama Sarip yang berani menentang pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada saat itu.
Pertunjukan teater yang dibuat Cak Kiw menghadirkan kemasan berbeda. Ia menghilangkan beberapa pakem yang biasanya ada di ludruk tradisional dan membuat sebuah alternatif lain. Ia juga mengkolaborasikan musik tradisional dengan musik barat sehingga membantu membuat cerita terlihat lebih modern namun tidak meninggalkan esensi pakem ludruk tersebut. (iwe)