Putusan sela sidang gugatan perdata antara PT Persebaya Indonesia (PI) sebagai penggugat melawan PTMitra Muda Inti Berlian (MMIB) dan PSSI sebagai tergugat telah dibacakan dengan amar putusan menolak gugatan PT PI karena Pengadilan Negeri tidak mempunyai kewenangan absolut untuk mengadili kasus ini.
Banyak pertanyaan mengenai putusan ini. Ada yang bertanya, “Kenapa bisa ditolak? Kasus Persija diterima, sedangkan Persebaya kok ditolak?” Sebenarnya hal ini sudah terjawab di dalam putusan yang dibacakan oleh majelis hakim kemarin.
Tetapi agar bisa secara lebih jelas dan sederhana analisisnya, saya mencoba menganilisisnya dari sudut pandang hukum olahraga.
Sebenarnya, saya sendiri tidak mengetahui secara pasti isi gugatan dan petitum dari PT PI. Jadi, analisis ini saya buat berdasarkan common sense dan data dari media massa.
Menurut pemberitaan, dasar gugatan PT PI kepada PT MMIB adalah mengenai badan hukum PT MMIB yang seharusnya khusus mengenai kontraktor bukan sepakbola dan mengenai dicoretnya keanggotaan Persebaya (PT PI) dari PSSI oleh PSSI.
Menurut saya pribadi, gugatan ini merupakan bentuk ikhtiar PT PI untuk kembali ‘memurnikan’ nama Persebaya dan upaya mencari kebenaran selain proses pengajuan permohonan sertifikat merek ke Kemenkumham. Karena pada saat gugatan ini didaftarkan nama Persebaya masih ada dua – Persebaya 1927(PT PI) dan Persebaya Surabaya (PT MMIB).
Tetapi, setelah keluarnya sertifikat merek dari kemenkumham akhir-akhir ini yang menyatakan logo dan nama Persebaya adalah milik PT.Persebaya Indonesia. Maka, pertanyaan siapa yang berhak menggunakan nama Persebaya sudah terjawab dan polemik mengenai dualisme nama Persebaya sudah usai. PT PI-lah yang berhak menggunakan nama Persebaya Surabaya dan akhirnya PT MMIB mengganti nama timnya menjadi Surabaya United.
Kemudian mengenai gugatan kepada PSSI terhadap surat keputusan pencoretan keanggotaan Persebaya (PT PI) adalah hal yang berbeda. Karena secara hukum yang dapat mencabut surat keputusan pencoretan Persebaya (PT PI) dari keanggotaan PSSI adalah PSSI sendiri atau putusan dari CAS (Court of Arbitration for Sport) bukan Pengadilan Negeri.
Hal ini karena dalam sepakbola mempunyai sistem hukum sendiri, mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa sendiri yang negara sekalipun tidak dapat mengintervensinya. Dalam sepakbola, PSSI berada dalam naungan FIFA. Sehingga, PSSI harus tunduk pada segala aturan yang dibuat oleh FIFA. Meskipun saat ini PSSI sedang disuspend. Tetapi PSSI tetap anggota FIFA. Karena suspend hanya menangguhkan keanggotaan PSSI tetapi tidak mengeluarkan PSSI dari keanggotaan FIFA. Inilah yang kemudian disebut sebagai Lex Sportiva, Kekhususan dibidang olahraga.
Lebih jelasnya, Lex Sportiva dipahami menjadi bagian dari rezim global sport law, sebab global sport law didefinisikan sebagai suatu orde hukum yang mandiri dan bersifat transnasional yang diciptakan oleh institusi-institusi global privat (private global institution) untuk mengatur, mengelola dan menyelenggarakan kompetisi sepakbola secara internasional yang bersifat global, berdaulat dan mempunyai imunitas atas kewenangannya mengelola, menyelenggarakan, dan menyelesaikan sengketa sepakbola professional dari hukum positif suatu negara dan hukum internasional.[1]
Jika kita merujuk pada pasal 67 Statuta FIFA mengenai yurisdiksi/kewenangan CAS disebutkan bahwa, “Appeals against final decisions passed by FIFA’s legal bodies and against decisions passed by confederations, members or league shall be lodge with CAS within 21 days of notification of the decision in question”. (Banding terhadap keputusan final yang disahkan oleh badan hukum FIFA dan terhadap keputusan yang disahkan oleh konfederasi, anggota atau liga harus diajukan kepada CAS dalam waktu 21 hari setelah pemberitahuan adanya keputusan tersebut.)
Maka, karena PSSI adalah anggota dari FIFA. Seharusnya, gugatan PT PI terhadap PSSI mengenai keputusan pencoretan Persebaya ditujukan kepada CAS bukan ke Pengadilan Negeri. Inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa gugatan PT PI ditolak oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Apa sih maunya Persebaya?
Sebenarnya yang ingin saya tanyakan adalah apa sih yang diinginkan persebaya dari gugatan ini paska dikeluarkannya sertifikat hak merek kepada PT PI. Karena dengan terbitnya sertifikat merek itu sudah menjawab semuanya mengenai siapa yang berhak menggunakan nama Persebaya.
Kemudian, kalau yang diinginkan adalah Surabaya United tidak boleh bertanding dan berkompetisi dengan cara tetap memaksa menggugat mengenai izin pengelolaan PT.MMIB terhadap Surabaya United. Toh, ya percuma. Kalau misal PT MMIB kalah, PSSI ya masih tetap mengakui Surabaya United (PT MMIB) sebagai anggotanya bukan Persebaya (PT PI). Selain itu bisa juga Surabaya United kemudian membentuk badan hukum yang baru. Tidak menyelesaikan masalah!
Kemudian, jika yang diinginkan adalah Persebaya diakui kembali menjadi bagian dari anggota PSSI. Terlepas dari polemik sah/tidaknya pencoretan Persebaya dari keanggotaan PSSI tersebut lho ya. Maka, Secara hukum, berdasarkan asas Praduga Rechtmatig. Surat keputusan pencoretan tersebut tetap dianggap benar, sah dan masih berlaku sepanjang belum dibatalkan oleh PSSI sendiri atau oleh putusan pengadilan (arbitrase) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Jadi, cara agar Persebaya bisa kembali menjadi anggota PSSI adalah dengan, (1) menggugat PSSI ke CAS, atau (2) PSSI mencabut/membatalkan sendiri surat keputusan pencoretan Persebaya (PT PI) atau (3) Persebaya mendaftar lagi sebagai anggota baru PSSI.
Tetapi, jika keinginan Persebaya (PT PI) adalah hidup lagi dalam arti bisa bertanding sepakbola lagi tanpa menjadi anggota PSSI. Ya,tinggal bertanding saja. Tetapi, bertanding dengan siapa? Bertanding dikompetisi mana? Itu pertanyaan selanjutnya.
[1] Ken Foster, Is There a Global Sport Law?, Entertainment Law, Vol.2, No.1, Frank Cass, London, Spring 2003.