EJ – Persebaya berhasil menjejakkan kakinya di partai puncak Piala Dirgantara 2017. Meski hanya turnamen pramusim, namun keberhasilan Persebaya melangkah hingga ke final sangat patut diapresiasi.
Tampil dengan skuad kombinasi pemain senior dan junior serta persiapan yang sangat mepet, Persebaya di tangan coach Iwan Setiawan tetap bisa tampil baik. Sebelum partai final, Green Force mencatatkan rekor tiga kemenangan dan satu kekalahan. Masing-masing kemenangan ketika melawan PSN Ngada, Persbul Buol dan Persibo Bojonegoro di babak semifinal. Sementara satu “noda” kekalahan didapat dari partai melawan Cilegon United di matchday terakhir Grup B.
Jika diamati, dalam empat pertandingan yang sudah dilewati, coach Iwan selalu menurunkan formasi yang sama, yaitu 4-2-3-1. Meski pada susunan starting eleven kerap terjadi perubahan, namun pola permainan sama sekali tidak berubah. Lalu bagaimanakah skema permainan Persebaya ditangan coach Iwan Setiawan? Berikut EJ punya ulasannya.
Tidak Mendewakan Ball Posession, Andalkan Umpan Pendek-Cepat
Iwan Setiawan dikenal sebagai pelatih yang gemar mengorbitkan pemain muda. Andritany Adhyaksa (Persija) dan Terens Puhiri (PBFC) adalah beberapa contoh pemain muda yang mekar bersama coach Iwan. Kini di Persebaya, suntikan darah muda hadir lewat Andri Muliadi, Sidik Saimima, dan tentu saja wonderkid Irfan Jaya. Tenaga-tenaga muda itu kemudian dikombinasikan dengan pengalaman pemain-pemain senior macam “Abah” Mat Halil, Misbakhus Solikhin serta Rahmad Afandi.
Mengandalkan pemain-pemain muda, coah Iwan pun memberikan identitas permainan baru bagi Persebaya. Di Piala Dirgantara, Persebaya bermain dengan ciri khas umpan-umpan pendek cepat. Berbeda dengan tim-tim lain yang sebisa mungkin untuk menguasai permainan, coach Iwan justru tak ingin timnya berlama-lama memegang bola. Hal itu bisa dilihat dari jarangnya Persebaya memperoleh ball posession diatas 60 persen.
Pada partai pembuka Grup B melawan PSN Ngada, Persebaya “hanya” mampu menguasai bola sebanyak 50 persen. Namun dari ball posession yang cuma 50 persen itu, Green Force berhasil mencetak 4 gol. Statistik juga cukup mumpuni karena Rahmad Afandi dkk mampu menciptakan 20 tembakan (10 off-target dan 10 on-target). Itu artinya, permainan Persebaya sangat efektif dan efisien.
Bukti teranyar, Persebaya berhasil mengalahkan Persibo di babak semifinal dengan skema permainan yang hampir sama ketika melawan PSN. Tak terlalu lama memegang bola, tapi bisa menghasilkan tiga gol yang tercipta lewat sebuah skema serangan balik yang rapi dan terorganisir.
Duet Misbakhus Solikin – Sidik Saimima Jadi Kunci
Menerapkan formasi 4-2-3-1, berarti ada dua gelandang yang bertugas mengendalikan permainan. Pilihan coach Iwan jatuh kepada Misbakhus Solikin dan pemain muda asal Tulehu, Sidik Saimima.
Coach Iwan secara jitu memilih Saimima untuk mendampingi Solikin. Dua gelandang tengah ini menjadi kombinasi yang pas karena masing-masing memiliki gaya permainan yang berbeda. Solikin adalah gelandang stylish yang punya kemampuan membagi bola sangat baik. Sementara Saimima adalah gelandang “angkut air” yang bertugas memotong serangan lawan. Hampir semua serangan Persebaya diawal oleh Saimima yang merebut bola dari lawan, kemudian diberikan pada Solikin yang bertugas mendistribusikan bola ke depan atau sayap.
Serangan Persebaya semakin berbahaya karena coach Iwan memiliki pemain sayap yang cepat dengan akurasi umpan bagus. Oktavianus Fernando menjadi pilihan pertama mengisi pos sayap kanan. Sementara sayap kiri secara bergantian diisi oleh Siswanto dan Irfan Jaya.
Berbeda dengan pemain sayap ortodoks yang hanya mengandalkan umpan crossing, Oktavianus dan Siswanto/Irfan juga rajin menusuk ke tengah area pertahanan lawan layaknya inverted winger masa kini. Oktav adalah pemain sayap yang punya crossing bagus serta kemampuan shooting akurat. Sementara Irfan punya kecepatan dan berani melewati lawan.
Ditambah Rendy Irwan yang eksplosif, maka lini serang Persebaya pun nampak begitu menakutkan. Apalagi, Bajul Ijo juga didukung Rahmad Afandi yang mengisi posisi nomor 9. Ditempatkan sebagai striker tunggal, Fandi menunjukkan kelasnya sebagai finisher sejati yang sudah mengemas 4 gol selama Piala Dirgantara.
Butuh Pelapis di Depan dan Belakang
Memiliki komposisi pemain yang sesuai dengan keinginan pelatih, tentu Persebaya bisa menampilkan performa terbaiknya. Namun itu berarti Persebaya bukannya tanpa kekurangan.
Catatan penting tentu tertuju pada lini depan. Hanya mengandalkan Rahmad Afandi pastinya terlalu riskan. Tanpa Fandi seperti saat melawan Persbul dan Cilegon United, lini depan terbukti menjadi tumpul. Coach Iwan tentu harus mencari satu striker lagi sebagai pelapis Rahmad Afandi yang bisa menjadi “kartu As” saat permainan menemui kebuntuan.
Sementara di pos belakang, coach Iwan seperti sudah mematenkan kombinasi Abdul Azis – Andri Mulyadi – M Syaifudin – Mat Halil. Abah Halil mampu memberikan ketenangan bagi bek-bek muda Bajul Ijo. Tapi Abah Halil bukanlah Abah Halil yang dulu yang masih mampu tampil konsisten naik-turun membantu serangan dan pertahanan selama 90 menit. Bek kiri berpengalaman atau selevel dengan Abah Halil bisa menjadi solusi alternatif jika legenda hidup Persebaya itu cedera atau harus absen akibat akumulasi kartu.
Dengan diundurnya Liga 2 hingga bulan April, coach Iwan masih punya banyak waktu untuk menyempurnakan skuadnya. Uji coba dengan format home-away melawan PSIS semarang dalam waktu dekat bisa menjadi tolak ukur kesiapan Persebaya untuk liga sekaligus sebagai evaluasi kekurangan tim. (rvn)