Presiden Klub Persebaya, Azrul Ananda, menulis sebuah catatan yang terbit di Jawa Pos. Catatan yang berjudul “Ketika Satu Pertandingan Butuh Dua Stadion” juga dimuat di Jawapos.com. Azrul menyoroti laga Homecoming Game antara Persebaya melawan PSIS di Stadion Gelora Bung Tomo, Minggu (19/3). Meski banyak masalah yang menimpa saat laga berlangsung, pihaknya akan mengevaluasi semua hal secara menyeluruh. Berikut catatan lengkapnya.
***
Terima kasih. Terima kasih. Terima kasih. Terima kasih.
Akhirnya. Setelah menanti selama lebih dari empat tahun, ada pertandingan Persebaya di Surabaya. Di Gelora Bung Tomo (GBT) yang begitu megah. Hasil perjuangan bertahun-tahun dari begitu banyak pihak untuk mengembalikan klub kebanggaan ini ke kancah sepak bola nasional.
Sebuah pertandingan persahabatan yang El Clasico, melawan PSIS Semarang. Sebuah laga yang kami namai Homecoming Game. Menandai kepulangan Persebaya setelah serangkaian pertandingan di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Menandai kepulangan Persebaya setelah bertahun-tahun tidak bisa berkiprah.
Semua ingin laga ini benar-benar istimewa.
Semua.
Semua tim pelatih dan pemain ingin menunjukkan yang terbaik di hadapan publik sendiri.
Semua barisan manajemen ingin menyuguhkan sesuatu yang bisa memuaskan kerinduan para pendukung Persebaya.
Semua suporter pun ingin menunjukkan dukungan dan cinta mereka terhadap Persebaya.
Mungkin tidak ada laga persahabatan yang seheboh itu dalam sejarah Indonesia. Dan itu berarti lebih heboh daripada kebanyakan negara lain di dunia. Dan rasanya, tidak banyak laga final –di mana pun– yang kehebohannya seperti itu.
Alhasil, laga persahabatan itu pun menjadi ”shock to the system” buat semua yang menginginkan keistimewaan tersebut.
Kebanyakan pemain Persebaya muda-muda dan kini mewujudkan mimpinya untuk tampil di hadapan pendukung yang begitu hebat. Tapi, mereka shock juga melihat penonton yang begitu hebat. Bahkan pemain yang berpengalaman pun, yang bergabung dari klub besar lain, ikut shock saat melihat begitu hebatnya penonton Persebaya.
Mereka mengaku sempat kaku sehingga tidak bisa menunjukkan keindahan permainan seperti yang mereka tunjukkan di Dirgantara Cup atau di Semarang sebelumnya.
(Untuk menghibur diri sendiri, saya bilang skor Homecoming Game itu 3-0. Karena tendangan bebas Ridwan Awaluddin seharusnya dihitung sebagai gol, plus satu lagi tendangan Rahmat Afandi pada waktu yang hampir bersamaan dengan peluit berbunyi. Kalau di basket, itu dihitung gol.)
Pengalaman ini akan bagus untuk para pemain. Mereka sudah terbukti mantap di laga tandang, justru tinggal bermain lebih tenang di hadapan publik sendiri.
Bagi manajemen, shock-nya lebih menyeluruh. Sebelum laga ini, kami membuat rancangan berdasar pengalaman (lama) pertandingan di GBT. Dua pertandingan yang jadi acuan: laga melawan Arema (4 Maret 2012/Indonesian Premier League) dan Queens Park Rangers (23 Juli 2012/uji coba).
Yang melawan QPR itu, kapasitas 60 ribu GBT tidak sampai penuh 100 persen. Yang melawan Arema itu yang penuh. Salah seorang pengurus lama bilang bahwa dirinya berdoa, berharap Homecoming Game ini bakal lebih hebat daripada saat melawan Arema.
Apa komentar dia setelah Homecoming Game? ”Saya menyesal berdoa, Mas. Ternyata jauh lebih ramai. Waktu lawan Arema, di dalam penuh, tapi di luar kosong. Lha ini, di dalam penuh, di luar ada cukup penonton untuk memenuhi satu stadion lagi,” katanya.
Dulur-Dulur, itu namanya benar-benar shock to the system!
Gelora Bung Tomo itu besar sekali. Kebanyakan stadion di Indonesia berkapasitas hanya separonya. Termasuk Gelora 10 Nopember Surabaya. Jadi, kembali ke Tambaksari bukanlah solusi.
Membandingkan dengan laga melawan Arema juga bukan apple-to-apple. Karena jumlah peminat Homecoming Game jauh lebih besar.
Manajemen sadar, tidak semua pertandingan Persebaya nanti akan seheboh ini. Kami sudah melakukan forecasting dan berbagai perhitungan bahwa rata-rata nanti di kisaran 30 ribu penonton per pertandingan.
Tapi, walau shock berat, di sisi lain kami melihat sisi positif kehebohan Homecoming Game. Kami sekarang tahu betul segala batasan maksimal yang ada di GBT, dalam maupun luar. Sehingga kami punya data dan bahan yang konkret untuk melakukan evaluasi dengan pikiran jernih dan terbuka.
Data dan bahan yang bukan berdasar omongan sembarangan.
Data dan bahan yang up-to-date, bukan berdasar pertandingan sekian tahun yang lalu.
Tentu kami akan melakukan evaluasi sangat menyeluruh, mumpung Liga 2 belum resmi diumumkan kapan kepastian dimulainya. Baik secara internal, dan khususnya dengan pihak terkait seperti Pemkot Surabaya, kepolisian Surabaya, dan lain-lain.
Tidak boleh gegabah.
Seperti yang disampaikan astronot Mark Watney di akhir film The Martian tentang bagaimana dia bertahan hidup dan menemukan jalan pulang meraih kebahagiaan:
”Pada suatu saat, segalanya akan berlangsung buruk dan kemudian menuntut kita untuk menyerah. Pada saat itu, Anda antara menerima kenyataan atau mulai bekerja. Hanya itu pilihannya. Saat itulah kita mulai bertindak. Lakukan perhitungannya. Selesaikan satu masalah, lalu selesaikan masalah selanjutnya, dan selanjutnya. Ketika kita berhasil menyelesaikan cukup banyak masalah, maka kita bisa pulang.”
Di Persebaya, itu yang akan kami lakukan. Lebih baik shock hebat di awal supaya kelak tidak shock terus-terusan. Selesaikan satu masalah, selesaikan yang selanjutnya. Dengan pikiran dingin dan terbuka.
Kami mohon maaf apabila Homecoming Game masih belum berlangsung sesuai harapan.
Kami berterima kasih kepada PSIS Semarang dan pendukungnya, yang bersedia menjadi bagian dari sejarah baru Persebaya di Homecoming Game.
Kami berterima kasih kepada Bapak Menpora Imam Nahrawi, yang telah ikut memperjuangkan Persebaya dan ikut hadir di tengah-tengah pesta kepulangan Persebaya.
Kami berterima kasih kepada Bapak Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi, yang telah mengembalikan Persebaya di arena nasional dan ikut hadir di tengah-tengah pesta ini pula.
Kami berterima kasih kepada Ibu Wali Kota Tri Rismaharini dan Kapolrestabes Surabaya M. Iqbal, yang berupaya membantu di tengah segala keterbatasan situasi.
Kami berterima kasih kepada seluruh pengurus lama Persebaya, yang ikut memberikan arahan serta masukan untuk mempersiapkan tim dan pertandingan.
Kami berterima kasih kepada Kapal Api, Antangin, MPM Distributor Honda, Honda Surabaya Center, serta Proteam yang percaya kepada Persebaya dan akan menjadi partner Persebaya dalam menjalani Liga 2 2017. Akan ada banyak program yang akan kita kerjakan bersama selama semusim ke depan.
Dan yang paling utama, kami berterima kasih kepada seluruh pendukung Persebaya. Anda telah menunjukkan dukungan dan loyalitas yang sulit ditemui tandingannya di seluruh Indonesia. Bahkan mungkin di seluruh dunia.
Seusai Homecoming Game, saat jumpa pers, saya ditanya bagaimana cara supaya Bonek bisa lebih baik lagi. Misalnya, supaya tidak lagi melakukan hal-hal yang nantinya bisa merugikan Persebaya. Seperti menyalakan flare, yang jelas-jelas dilarang oleh aturan PSSI maupun FIFA.
Saya pun teringat omongan Pak Ketum PSSI saat menonton pertandingan di GBT itu. ”Mas, gara-gara flare itu, PSSI saat AFF kemarin kena denda Rp 5 miliar,” kata Pak Edy.
Dalam hati saya, wow, Rp 5 miliar! Itu bukan angka kecil. Angka itu akan jauh lebih baik kalau digunakan untuk program memajukan sepak bola Indonesia. Daripada untuk bayar denda.
Meski sebenarnya saya ingin mengomentari soal flare itu, saya memutuskan untuk tidak dulu. Saya harus bisa memaklumi betapa rindunya para suporter untuk berpesta di stadion. Lagi pula, kami di manajemen pun masih ada kekurangannya. Tidak sopan untuk mengomentari kekurangan orang lain.
Dalam jumpa pers, saya hanya bilang bahwa saya percaya para suporter ingin berbenah. Saya percaya akan terjadi proses dialog dan evaluasi yang alami di kalangan suporter. Sehingga kelak segala masalah itu akan diselesaikan sendiri oleh para suporter. Apalagi, yang mereka lakukan itu kan didasari rasa cinta, bukan rasa benci.
Laga homecoming itu sudah menjadi bukti bahwa mayoritas suporter sudah sangat berubah. Kita tidak boleh menyalahkan semua hanya karena ulah beberapa orang.
Kami percaya suporter Persebaya akan menjadi yang terbaik dalam segala hal!