5 Hal Mengapa Acara Telusur TV One Layak Diprotes Bonek

Iklan

Saya mendapat rekaman tayangan Telusur TV One bertema “Rivalitas Bonek dan Aremania” dari seorang kawan. Berdasar analisis konten kecil-kecilan, berikut kelemahan tayangan itu yang bisa dipersoalkan Bonek:

1. Jumlah Narasumber Masing-Masing Kubu Tidak Berimbang

Terjadi ketidakberimbangan dari sisi jumlah narasumber.
Narasumber kubu Aremania: 7 Orang (2 orang keluarga korban, Aremania dalam bus, pengurus Arema Cronus, Agus Aremania, Yuli Sumpil, 1 Aremania penonton vs Mitra Kukar, Sabar Tokoh Aremania).
Narasumber yang mewakili Bonek: 1 Orang (Andie Peci).
Narasumber tersangka pengeroyokan: 2 Orang.
Narasumber netral: 6 Orang (Satpam, Tukang Tambal Ban, psikolog, pengamat, polisi, saksi perempuan).

2. Durasi Waktu Kesempatan Tampil Tidak Sama

Iklan

Andie Peci hanya diberi kesempatan sekitar satu menit untuk menjelaskan akar rivalitas dan sebagainya. Ini tak sebanding dengan durasi waktu yang diberikan untuk narasumber Aremania, bahkan pengamat.

3. Judul Tayangan Tidak Mencerminkan Isi

Dari judul Rivalitas, kita berharap tayangan ini akan menjelaskan akar persoalan rivalitas antara Bonek dan Aremania secara mendalam. Kenyataannya, selama hampir 40 menit tayangan (tanpa menghitung jeda komersial), tayangan ini lebih banyak bicara soal peristiwa berdarah di Sragen yang menewaskan dua Aremania dan membuat puluhan orang yang dituduh sebagai Bonek ditangkap polisi.

Akhirnya yang terjadi adalah framing terhadap rivalitas ini secara tidak berimbang. Apalagi selama 19 menit lebih, tayangan itu lebih banyak menyoroti Tragedi Sragen dengan mewawancarai keluarga korban, kawan korban yang memposisikan Aremania sebagai korban dan Bonek sebagai pelaku. Akhirnya memenggal konteks rivalitas dalam potret oposisi biner: Aremania baik sementara Bonek itu buruk. Padahal dalam konteks rivalitas suporter, tidak ada yang bisa disebut baik dan buruk. Karena semua pihak pernah menjadi pelaku sekaligus korban dalam waktu yang berbeda-beda.

Tidak ada penggalian lebih dalam, misalnya, terhadap temuan polisi bahwa rombongan bus Aremania membawa senjata tajam sebagaimana diberitakan banyak media. Padahal temuan ini sebenarnya bisa menjadi warna liputan Telusur, bahwa ini bukan hanya sekadar stempel mana korban dan mana pelaku. Masalah rivalitas melebihi urusan stempel.

4. Tayangan Memunculkan Misleading

Tanpa adanya keberimbangan, tayangan ini akhirnya memunculkan misleading. Tidak ada narasi jika Bonek pernah menjadi korban tewas pengeroyokan Aremania di Gresik atau Bonek pernah dikeroyok saat menyaksikan laga Persebaya di Malang.

Kliping koran yang memberitakan Aremania menonton laga Arema di Stadion Tambaksari Surabaya.
Kliping koran yang memberitakan Aremania menonton laga Arema di Stadion Tambaksari Surabaya.

Telusur tidak mengungkap fakta jika pada November 1997, Aremania pernah diterima di Stadion 10 Nopember untuk menyaksikan laga Persebaya vs Arema. Catatan penting memori itu seharusnya bisa diceritakan untuk memperkaya dan membuat keberimbangan Telusur. Sayang sekali redaksi Telusur agaknya kurang rajin (semoga bukan karena malas) menggali fakta dan data.

Tidak ada penjelasan bahwa rivalitas itu menjamah aspek lain, seperti razia plat nomor L (Surabaya) di Malang oleh Aremania atau gerakan Revenge with Flower (Membalas dengan bunga) yang dilakukan Bonek untuk meredam kemarahan Bonek akibat adanya razia tersebut.

5. Nyanyian Hate Speech di Akhir Acara

Terakhir, ini menurut saya paling telak, TV One menutup Telusur dengan mempertontonkan ribuan suporter Aremania menyanyikan Hate Speech dan ajakan untuk membunuh Bonek. “Bonek Jancuk Dibunuh Saja”, begitulah lirik yang dinyanyikan Aremania.

Alhasil, tayangan ini memiliki dua kegagalan besar: selain gagal menjelaskan aspek rivalitas secara dalam, namun juga memperbesar kebencian antara kedua belah pihak, Bonek dan Aremania.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display