Sejenak merenung, menunduk, menarik beberapa tahun ke belakang, mengenang sebuah peristiwa memilukan di tengah gelora yang menyeruak.
3 Juni 2012, Persebaya bertanding di Tambaksari dalam lanjutan Liga Primer Indonesia melawan Persija Jakarta. Koreo mozaik WANI di tribun timur ikut menyemarakkan pertandingan yang seru dan hujan gol itu. Bertensi semakin memanas di akhir pertandingan, ditengarai pemain Persija, De Porras yang mengacungkan jari tengah ke arah Bonek sesaat merayakan golnya ke gawang Persebaya. Reaksi spontan Bonek yang merespon aksi tidak patut De Porras. Botol mineral dan sejenisnya pun dilemparkan ke arah lapangan. Aparat yang seolah tak memahami situasi, justru mulai menunjukkan arogansinya.
Tembakan gas air mata secara membabi buta mulai dihempaskan ke arah tribun BB yang kebanyakan diduduki ibu-ibu, wanita, dan anak kecil, hingga banyak dari mereka yang menangis menahan pedihnya mata dan sesaknya nafas akibat gas air mata yang aparat tembakkan.
Tak hanya sampai di situ, di lorong-lorong gelap yang sesak seakan terjebak di antara hidup dan mati. Tak ayal, seorang pemuda bernama Purwo Adi Utomo yang menurut informasi sore kala itu pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Gelora yang bersejarah bagi perjalanan Persebaya Surabaya. Pemuda yang saat itu mengenyam pendidikan kelas 11 di SMK Negeri 5 Surabaya mungkin tak menyangka, bahwa di sore yang gelap itu adalah pertama dan terakhirnya ia menyaksikan tim kebanggaanya, Persebaya berlaga di arungan laga. Menilik status terakhirnya di akun facebooknya, beberapa jam sebelum ia meninggalkan kita semua.
Refreshing2
Mbonek disek.
YO AYOO
AYOO PERSEBAYAAA.
KU INGIN KITA HARUS MENANG !
S1NY4L WANI !
Saya adalah satu yang berada di tribun yang sama dengan mas Purwo. Meski tidak saling mengenali, turut merasakan juga apa yang dirasakan ribuan orang di situ, di tribun itu. Gelora yang menjadi saksi bisu, yang turut menangis akan perilaku mereka yang kontras dengan slogannya.
Sungguh disayangkan, seolah menguap begitu saja. Tak ada sedikitpun rasa bersalah dari manusia-manusia yang menembakkan gas air mata itu. Acuh, tak ada tindak lanjut mengusut secara menyeluruh soal lalainya mereka dalam bertugas. Tak ada minimal nyekar ke makam almarhum yang dikebumikan di area pemakaman Tembok. Jangankan nyekar, permohonan maaf pun tidak pernah terdengar setahu saya sampai detik ini.
Mungkin saja ada beberapa yang sudah memaafkan arogansi itu. Tapi mohon saudara-saudaraku, rawat ingatanmu, jangan lupakan peristiwa tragis yang mencatatkan sejarah kelam, pertama kali nya jatuh korban jiwa Bonek di stadion kebanggaan kita yang sakral. Terus ingat kejadian itu, lawan rasa lupamu. Ketidakadilan duniawi akan menjadi keadilan di akhirat nanti. Tuhan pasti membalas manusia-manusia itu dengan segala dimensi rencananya. Sekali lagi, rawat ingatan itu saudara. Sapalah mas Purwo dengan menolak rasa lupa itu. Biarkan mas Purwo tersenyum bersama tribun abadi nya, bersama surga-Nya.
Sejenak saudara-saudaraku, doa setulus-tulusnya di bulan yang suci untuk almarhum Mas Purwo agar tetap tenang di alam sana. Menolak lupa, arogansi aparat, Tambaksari, 3 Juni 2012.
Al Fatihah…