Sore itu, jalanan di Kota Surabaya terlihat lebih padat dari biasanya. Ini bukan karena weekend maupun demo sebuah organisasi buruh yang menuntut upah hidup layak kepada perusahaan. Atau para mahasiswa yang berorasi menuntut keadilan demokrasi. Namun hari itu, Bonek merayakan “Hari Raya”-nya terlebih dahulu sebelum umat Islam merayakannya sepekan kemudian.
Ribuan massa beratribut hijau-hijau berbondong-berbondong menuju tempat yang mereka anggap sakral yaitu Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya yang notabene stadion terbesar di Jawa Timur. Mengutip quote anonim “sepakbola adalah agama kedua bagi penggilanya”, kutipan tersebut menggambarkan begitu jelasnya keadaan Sabtu tersebut di mana antusias dan euforia para Bonek untuk memeriahkan anniversary game layaknya umat muslim menyambut hari kemenangannya.
Mereka datang dari berbagai penjuru tanah air tentunya didasari dengan rasa cinta kepada tim kesayangan mereka, Persebaya Surabaya. Saya tak akan menjelaskan apa arti cinta menurut KBBI maupun teori yang berkaitan dengan cinta. Karena setiap orang memiliki definisi yang berbeda ketika berbicara hal yang indah seperti cinta.
Bagi sebagian pencinta sepak bola, ini mungkin hanya laga uji coba yang sudah jamak dilakukan tim-tim lainnya yang hasil akhir tidak berpengaruh apa-apa pada posisi klasemen. Namun bagi Bonek, ini merupakan laga prestise. Tribun GBT penuh sesak hampir seluruh tribun terisi oleh Bonek. Dimulai dengan suguhan pertandingan antar legenda persebaya era 80 hingga 2000-an yang seakan mengingatkan kita akan kejayaan Persebaya di era tersebut, hingga puncaknya bersua saudara mudanya Persik Kediri. Keduanya memiliki catatan positif baik dari segi prestasi di mana Persebaya dan Persik telah mengoleksi 2 titel gelar kompetisi tertinggi di tanah air dan hubungan antar suporter yang terjalin cukup hamonis
Tak cukup dengan suguhan pertandingan saja, berbagai hiburan seperti giant banner “KAMI HAUS GOL KAMU”, pesta kembang api, one man one flare yang membuat GBT seakan terbakar, saling bersahutan chants antar tribun yang dikomandoi oleh Bonek tribun utara atau biasa kita sebut “Green Nord 27” disuguhkan untuk memanjakan mereka yang rela berkorban uang dan waktu untuk memeriahkan anniversary game ini.
Klimaksnya ketika seluruh tribun menyanyikan lagu “Emosi Jiwaku” dan “Song For Pride”. Layaknya laga final, Bonek juga melakukan pitch invasion setelah pertandingan selesai, euforia sabtu malam mengingatkan kita pada bulan Desember 2004 ketika Danilo Fernando dkk mengangkat trophy ligina X. Euforia tersebut membuat sebagian besar dari kita sulit move on sampai detik ini. Acungan jempol patut disematkan kepada stakeholder persebaya saat ini yang mampu mengubah persebaya menuju era sepak bola profesional. Tak lupa hormat setinggi-tingginya kepada Bonek. Tanpa janji sumpah setia pun mereka tetap setia dan tanpa kenal lelah mendukung Persebaya.
Cinta yang abadi tak akan pernah mati, selalu terpatri di hati dan tak akan pernah terganti. Selaras dengan ucapan Presiden Klub Persebaya “Persebaya bukan untuk 90 tahun atau 100 tahun, tapi untuk selamanya.”
Salam satu nyali!
*) Eka Prasetya, mahasiswa UB pecinta Persebaya