Antara Parma, Persebaya, dan Manajemen Klub Yang Amburadul

persebaya
Pemain Persebaya menjalani sesi latihan di lapangan Karanggayam. Nampak banner "SIM+CG Out" yang menuntut manajemen tim untuk mundur. (Foto: beritametro.co.id)
Iklan

Penggemar sepak bola pasti akrab dengan nama-nama Gianlugi Buffon, Fabio Canavarro dan Hernan Crespo. Mereka cukup terkenal, baik dilevel klub dan timnas negara masing-masing. Dan kesamaan mereka adalah pernah memperkuat Parma, klub di Liga Italia. Parma pernah menjadi ikon liga Italia, selain mampu bersaing dengan tim elite, Parma juga kerap melahirkan pemain-pemain yang bisa diandalkan Timnas Italia.

Tapi itu dulu. Parma yang sekarang sudah berbeda. Sekarang, Parma diketahui terlilit utang sebesar 197 juta Euro, atau sekitar Rp 2,9 Triliun. Bahkan, klub yang pernah berjaya di era 1990-an itu hanya memiliki uang kas sebesar 40 Ribu Euro, atau sekitar Rp 587 Juta. mereka juga menunggak gaji pemain dan staf selama tujuh bulan.

Salah satu penyebab kebangkrutan Parma adalah kurang baiknya manajemen dan pengurus dalam mengelola klub. Sehingga yang terjadi adalah pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Hal ini sungguh ironis, mengingat Parma adalah klub yang pernah besar dan berprestasi di tahun 1990-an. Sekarang malah di ambang kehancuran.

Jika manajemen dan pengurus bisa mengelola klub dengan baik dan profesional, maka mewujudkan klub berprestasi bukan hanya mimpi. Meski ada faktor lain misalnya suporter dan pemerintahan yang mendukung.

Iklan

Lalu, bagaimana dengan Persebaya, klub kebanggaan warga Surabaya?

Persebaya yang sempat “tidur panjang” dari kompetisi PSSI, kini mulai bangun dari tidurnya. Permasalahan dualisme “sudah” selesai. Perjuangan Bonek sebagai suporter Persebaya membuahkan hasil dengan disahkannya paten nama dan logo Persebaya untuk PT Persebaya Indonesia.

Tetapi perjuangan belum selesai. Menurut poling yang diadakan Forum Bonek Bersatu (FBB), bonek menginginkan perubahan di tubuh manajemen dan pengurus Persebaya. FBB ingin Saleh Mukadar dan Cholid Goromah mengundurkan diri karena dianggap gagal membuat Persebaya berprestasi.

Ini adalah reaksi kekecewaan suporter terhadap manajemen dan pengurus klub. Mereka seharusnya mendengarkan suara suporter. Bagaimana pun, tim sepak bola tanpa suporter ibarat sayur tanpa garam, terasa tidak lengkap. Persebaya bisa belajar dari carut marutnya manajemen dan pengurus PSSI yang berdampak kurang berprestasinya Timnas Indonesia dikancah Internasional

Bung Karno pernah berkata: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Dulu, musuh Bonek adalah Persebaya palsu. Tapi sekarang, musuh Bonek adalah “melawan” Persebaya yaitu manajemen dan pengurus yang tidak mau mendengarkan suara suporter yang lepas tangan terhadap dosa masa lalu yang bernama tunggakan gaji pemain.

Jika elemen-elemen yang terkait dengan Persebaya tidak menyelesaikan permasalahan internal, tidak tertutup kemungkinan nasib Persebaya yang “bangun tidur” akan seperti Parma. Jika pun Persebaya tidak bangkrut, tim kebanggaan Bonek bisa tidak berprestasi karena terjadi gesekan antar elemen-elemen di sekitar Persebaya.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display