Hati Ari Listiyowati terkoyak Jumat malam (23/10). Sang suami, Kurnia Sandy, tiba-tiba tidak mengenal apa pun dan siapa pun. Tidak terkecuali dirinya. Sandy kehilangan ingatan, bahkan terhadap dirinya sendiri.
Dada Ari bertambah sesak saat ada tetangganya di Perumahan Pondok Mutiara, Sidoarjo, Jawa Timur, bertamu. Sandy ternyata juga tak lagi mengenali sang tetangga. Padahal, mantan kiper nomor satu tim nasional Indonesia yang pernah bergabung dengan Persebaya pada kompetisi 2008/2009 itu selama ini sangat akrab dengan tetangga tersebut. Sandy justru tampak linglung.
Perempuan 37 tahun itu berusaha membesarkan diri. Dia lantas mengajak Sandy beristirahat. Apalagi sejak Rabu dini hari (21/10) badan Sandy meriang. Harapannya, esoknya kiper yang pernah berguru ke Italia bersama Primavera itu kembali ingat. Kembali mengenali semua yang memang selama ini dikenalnya.
Tapi, harapan tersebut pupus. Bukannya mengingat, pria 40 tahun itu justru bertambah linglung. “Saya lalu mengajaknya jalan-jalan agar dia segar kembali. Saya ajak makan bubur,” ungkap Ari.
Sepanjang perjalanan, tak ada kata yang terucap dari mantan kiper Sampdoria tersebut. Pria 40 tahun itu lebih asyik memainkan sabuk pengaman yang dikenakannya. Seolah tidak ada orang di sampingnya. Seakan tidak ada yang mengajaknya ngobrol.
Ari lagi-lagi berusaha tenang. Sampai akhirnya, anak pertamanya, Shafira Nuril Izzah, pulang sekolah. Saat Sasa – panggilan Shafira Nuril Izzah – menginjakkan kaki di rumah, Ari berusaha bertanya kepada Sandy tentang siapa yang datang. Pertanyaan yang bukannya menggelitik Sandy, tapi malah menggagetkan Sasa. “Pi, ini siapa?” kata Sasa menirukan pertanyaan mamanya.
Gadis 17 tahun itu benar-benar bingung. Sebab, pertanyaan mamanya sangat aneh dan tidak lazim. Sasa baru menyadari kalau tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu ketika Sandy tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Pelajar kelas 2 SMA Muhammadiyah 1 Sidoarjo itu baru ngeh kalau papanya sakit.
“Akhirnya, memang ada jawaban. Tapi, responsnya sangat lambat. Sekitar 5 menit,” ujar Sasa. Seperti Ari, hati Sasa pun terkoyak atas kondisi sang bapak. Padahal, sebagai kiper, refleks atau respons Sandy seharusnya sangat cepat. Selama ini, dia pun dikenal seperti itu.
Tak putus asa, Ari dan Sasa berusaha terus mengajak Sandy berkomunikasi. Tapi, mantan kiper Arema Malang dan Persebaya Surabaya itu tetap tak merespons. “Saya lalu komunikasikan ini dengan Kurus,” papar Ari.
Kurus yang dimaksud perempuan asal Porong, Sidoarjo, tersebut adalah Kurniawan Dwi Yulianto. Karib Sandy. Temannya merumput kala di Primavera, timnas, Sampodria, dan Pelita Jaya. Oleh Kurniawan, Ari lalu diminta memeriksakan kesehatan Sandy. Disuruh cek darah. Juga konsultasi ke psikolog.
Kurniawan juga menyarankan agar Ari menciptakan situasi riang di rumah. Selain itu, Kurniawan meminta Bejo Sugiantoro yang juga berdomisili di Sidoarjo menyambangi Sandy. Bejo pun datang. Mantan bintang Persebaya yang juga jebolan Primavera itu lantas mengajak Sandy jalan. Seperti saat diajak jalan Ari, Sandy lebih asyik memainkan sabuk pengaman mobil.
Bejo sempat meminta Sandy mengeluarkan unek-uneknya jika memang ada masalah. Tapi, tetap tidak ada respons. “Keluarganya lalu membawanya ke rumah sakit,” terang Bejo. Sabtu malam (24/10) Sandy dilarikan ke RSUD Sidoarjo. Ari sempat mengajak Sandy bercanda. Dia meminta laki-laki kelahiran Semarang itu menyetir mobilnya.
Apalagi kondisi sedang macet. Namun, lagi-lagi tidak ada respons. Kalaupun ada, responsnya sangat lambat. Seperti kala menjawab pertanyaan Ari tentang kedatangan Sasa siangnya.
Kini Sandy tergolek lemah di ruang high care unit (HCU) RSUD Sidoarjo. Minggu pagi (25/10) saya menjenguknya. Saya datang bersama dua kolega Sandy di Primavera dan timnas, Nurul Huda dan Uston Nawawi. Sandy tertidur saat kami jenguk. Tapi, dia tampak tidak nyenyak dengan tidurnya. Beberapa kali dia bergerak. Seperti ada beban yang melilitnya. Ari pun menduga hal yang sama.
Ibu dua anak itu memperkirakan suaminya tertekan oleh keadaan. Sandy diyakini memendam pikiran tentang situasi sepak bola Indonesia. Apalagi sejak Indonesia dibekukan FIFA, praktis Sandy tak banyak beraktivitas. Sandy benar-benar menepi dari lapangan hijau. Terakhir dia tercatat sebagai pelatih kiper tim nasional U-16.
“Sebelumnya tidak pernah menganggur selama ini. Tampaknya, dia kepikiran dengan kondisi ini,” kata Ari.
Pikiran itu bisa jadi semakin membebani Sandy karena dia tipikal orang pendiam. Jarang membagi bebannya kepada yang lain. Tekanan itulah yang disebut Ari sangat mungkin membuat Sandy jatuh sakit. “Sebab, kalau saya ajak ngomong bola, semangatnya terlihat. Tapi, kalau ngomong yang lain, tidak ada respons,” ungkapnya.
Benarkah Sandy depresi atau mengalami gejala stroke ringan? Dr Sugeng Wijayanto SpJ yang menanganinya belum bisa memastikan. Dia masih menganalisis gangguan yang dialami Sandy.
“Pasien memang terlihat bingung, tapi tidak terlalu parah. Kami belum bisa pastikan kenapa. Yang jelas, sekarang kondisi lumayan baik,” jelas Sugeng.
Kabar sakitnya Sandy itu kini mengundang simpati sekaligus pertanyaan di benak rekan-rekannya. Karena itu, mereka pun berdatangan ke RSUD Sidoarjo. Huda dan Uston yang datang bersama saya benar-benar kaget dengan kabar sakitnya Sandy. Lebih-lebih saat mendengar cerita Ari dan Sasa bahwa Sandy tidak ingat apa-apa.
“Jumat siang (23/10) sempat menelepon saya mengajak latihan. Tapi, saya tidak bisa ikut,” beber Huda. Saat itu bicara Sandy masih sangat lancar.
“Saat bertemu sebelumnya, kondisinya juga sangat segar,” imbuh Uston.
Selain Huda dan Uston, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi juga menjenguk. Nahrawi datang Minggu siang. Saat Nahrawi datang, Sandy sedang bangun. Dia pun mengajak Sandy berbicara. Menyuntikkan motivasi-motivasi untuk kesembuhan Sandy.
Nahrawi sempat bertanya kepada Sandy. Diacungkan jari telunjuk tangan kanannya. “Iki piro (ini berapa, Red)? tanya Nahrawi. Sandy tak langsung merespons. Baru satu menit kemudian dia akhirnya menjawab. “Siji (satu, Red),” jawab Sandy.
Nahrawi kembali bertanya setelah membentuk angka nol dengan jari telunjuk dan jempol tangan kanannya. “Kalau iki piro? Nol atau sepuluh?” ujar Nahrawi. Lagi-lagi Sandy tak langsung merespons. Butuh beberapa waktu untuk menjawab. “Macam-macam,” jawab Sandy.
Lekas sembuh Sandy. Sepak bola Indonesia masih membutuhkan tenaga dan pikiranmu. Seperti yang dikatakan Nahrawi, masih banyak anak-anak yang butuh latihan bersama sampeyan. Ya, sepekan sebelum jatuh sakit, Sandy ikut melatih di Sekolah Sepak Bola Real Madrid Sidoarjo. (mif)