Surabaya, Persebaya, dan Kultur Arek

Foto: Jpnn.com
Iklan

Dahulu, Surabaya dikenal sebagai pusat perdagangan dunia. Surabaya kini lebih dari sekedar itu. Kota ini telah berubah menjadi sebuah kota bisnis, kota metropolitan, kota yang konon memiliki teknologi dan infrastruktur yang memadai. Dengan banyak pembangunan gedung tinggi yang menjadikan Surabaya seperti “Hutan Beton” .

Dalam ilmu sosial, perubahan sebuah kota menjadi metropolitan sedikit banyak mempengaruhi kondisi sosial masyarakatnya. Dapat dikatakan, masyarakat Surabaya saat ini telah banyak berubah menjadi “masyarakat kota” yang sesungguhnya. Masyarakat yang mungkin sudah lupa dengan hakikat manusia sebagai mahkluk sosial dan cenderung bersifat individualis.

Mungkin banyak yang lupa bagaimana Surabaya dulu dilahirkan. Menurut sejarah, Surabaya lahir pada 31 Mei 1293 yang ditandai dengan pengusiran tentara Tar-Tar oleh Raden Wijaya dan pasukannya di Hujung Galuh (Sekarang Tanjung Perak) secara heroik.

Mungkin banyak yang lupa mengapa Surabaya diberi julukan Kota Pahlawan. Sejarah mencatat, Arek-Arek Suroboyo memilih melawan ultimatum penjajah. Mereka berjuang dan tetap berusaha walaupun kondisinya tidak mungkin mengingat lawan mereka adalah 30.000 serdadu perang penjajah dengan alutsistanya yang canggih. Secara nalar, tidak mungkin Arek Suroboyo memenangkan pertarungan itu. Dan hasilnya memang tidak. Namun yang patut digaris bawahi dengan segala ketidakmungkinan tersebut Arek-Arek Suroboyo memilih tetap berjuang dan melawan dengan gagah berani. Dan itulah kultur Arek yang sesungguhnya. Gigih, pantang menyerah, kerja keras, dan militan.

Iklan
BACA:  Wani Berubah, Landasan Bonek Berbenah

Saat ini, representasi kultur Arek yang sesungguhnya dapat dilihat pada Arek Bonek 1927. Mereka tetap memilih melawan dan menolak takluk dari “penguasa”. Penguasa (Baca: PSSI) yang telah membunuh klub kebanggaan Arek-Arek Suroboyo. Bonek mengajarkan kami pemuda-pemudi yang hidup di era modernisasi ini menjadi pribadi yang tetap berjiwa Arek. Kami memilih berjuang bersama demi sebuah kebanggan, Persebaya. Karena menurut kami, menjaga Persebaya juga bagian dari menjaga sejarah. Dan kami bangga akan hal itu. Bangga menjadi bagian dari sejarah.

Untuk para pemangku kepentingan di Surabaya, kalian boleh membangun Surabaya menjadi kota metropolitan bahkan megapolitan. Kalian boleh menjadikan Surabaya hutan beton yang rimbun. Tapi jangan pernah usik dan ganggu Persebaya kami. Jangan pernah berfikir untuk menghilangkan, mengambil, ataupun mengkloning tim kebanggaan kami. Karena kalian akan berhadapan dengan kami, Arek Bonek.

BACA:  Laga Mental Menyapa Rival, Belajar Bareng Mahesa Jenar

Persebaya bukan sekedar tim sepakbola.Tidak ada yang dapat menjelaskan secara ilmiah bagaimana bisa sebuah tim yang dipaksa mati masih memiliki basis suporter dan pendukung yang tetap total, royal, dan loyal.

Persebaya mampu menyatukan berbagai kalangan. Persebaya mampu menghilangkan GAP yang ada. Persebaya mampu menghilangkan penat ketika suntuk saat bekerja maupun menuntut ilmu. Persebaya mampu membuat tangis haru. Persebaya mampu menjadi mimpi mimpi adik-adik yang kelak ingin membelanya,

Mari kita sama-sama menjaga Persebaya. Ayo kembali menjadi cerminan dari kultur Arek. Dengan kemampuan dan ketidakmampuan, mari tetap berjuang dan berusaha. Mari kita tunjukkan kepada PSSI jika mereka telah salah memilih lawan.

Kita harus percaya tidak ada yang sia-sia dalam berjuang. Kelak kebanggaan kita, Persebaya akan kembali. (*)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display