Pagi itu, Kamis 20 Juli 2017, jalanan menuju Madiun penuh Bonek. Ada yang memakai sepeda motor, mobil pribad, bus, dan juga ada yang estafetan. Madiun Calling, begitu banyak ditulis di media sosial. Sepanjang jalanan benar-benar merinding melihat semangat dan antusiasme Bonek menuju Madiun. Berbagai style terlihat di jalanan. Ada yang rapi jali, ada yang sarungan, bersepatu, bersandal, dan tak ketinggalan nyeker. Itulah Bonek yang menyatu dan bersatu dalam berbagai gaya. Bonek Tunggal Ika untuk satu Persebaya.
Sekitar pukul 10 siang, saya beserta rombongan lima orang sampai di Madiun. Tujuan pertama tak lain dan tak bukan adalah menikmati sensasi kuliner original pecel Madiun. Ada teman yang mengaku sekolah di Madiun. Arya, sebut saja begitu, membelokkan mobilnya ke sebuah warung pecel yang menurutnya warung pecel enak dan murah. Kami berempat menurut saja kepada guide lokal dadakan ini. Sedari awal sudah sepakat untuk mencari makanan pecel yang terjangkau harganya.
Karena kelaparan, kami semua langsung memesan pecel Bu S Wiryo. Ada yang menambah nasi dengan berbagai lauk yang ada. Singkat cerita ternyata harga lauk paru adalah yang benar-benar membuat kaget rombongan. Mahal. Sudah itu hanya pengalaman makan saja, tips makan murah ya pecel sama kerupuk lempeng saja.
Setelah makan, kami menuju Stadion Wilis tempat di mana malamnya akan jadi tempat ibadah bagi Bonek yang datang dari berbagai daerah. Ribuan Bonek sudah ada di seputaran stadion. Ratusan penjual aksesoris berwarna hijau laris manis dagangannya. Bahkan boleh dikatakan ini seperti pedagang PKL Tambaksari boyongan ke Wilis. Hampir tak terlihat yang menjual aksesoris klub Madiun Putra. Saya juga bertemu calo Tambaksari yang beroperasi di Wilis. Luar biasa.
Menjelang sore sekitar pukul 4, Madiun diguyur hujan lebat. Seketika Bonek semburat kocar-kacir mencari tempat berteduh karena gate Wilis belum dibuka. Hawa dingin mulai merasuk. Hampir satu setengah jam hujan baru reda. Sementara pembagian tiket sudah mulai dilakukan oleh para koordinator yang sudah ditunjuk. Salah satunya ada di SMA 1 Madiun. Loket stadion yang buka juga langsung diserbu penonton yang belum mendapatkan tiket. Sold out kata panitia. Sebanyak 25.000 lembar tiket ludes.
Animo bonek yang dalam dua laga terakhir dilarang menonton Persebaya menjadi pemacu lain. Ada rasa rindu dan kangen yang sangat dalam pada setiap Bonek yang hadir. Negosiasi yang dilakukan beberapa Bonek untuk perizinan juga dilakukan sangat elegan oleh para koordinator.
Gerbang stadion mulai dibuka, ribuan bonek langsung antri memasuki stadion.
Tak sampai satu jam, tribun Wilis penuh oleh warna hijau. Mayoritas suporter adalah Bonek malam itu. Suporter Madiun dari GBB di sebelah utara secara sukarela bahkan berpindah ke tribun VIP hanya untuk memberi tempat kepada Bonek. Salut pada suporter tuan rumah. Begitu juga dari kelompok The Mad. Aura persaudaraan kental sangat terasa.
Gerimis kembali turun saat para pemain melakukan pemanasan. Sementara MC stadion terus menerus meneriakkan larangan memasang banner di tribun timur. Bonek dengan lapang dada menaati regulasi yang ada. Ribuan lainnya tertahan di luar karena tiket sudah habis dan kapasitas tidak cukup menampung bonek.
Chant-chant dan nyanyian dari berbagai tribun mulai bersahutan, bergantian, dan suasana magis sangat terasa. Begitu juga chant dari tribun VIP oleh fans Madiun Putra. Pertandingan di lapangan seakan hanya sebagai pemacu teriakan dan nyanyian supporter sepanjang laga. Ini yang pernah dikatakan Rendi Irwan, kapten Persebaya. Kedatangan Bonek akan menambah energi dan semangat pemain Persebaya. Malam itu para pemain Persebaya bermain dengan karakter arek. Ngeyel, ngotot, berani, dan bersemangat. Teriakan Alfredo Vera dari pinggir lapangan layaknya teriakan gladiator di medan laga.
Bonek melakukan ibadah Kamis malam Jumat di stadion Wilis. Kemenangan atas tuan rumah adalah klimaksnya. Momen yang paling membuat siapa pun di antara Bonek bisa meneteskan air mata adalah saat Song For Pride dinyanyikan di akhir laga. Malam itu saya merasakannya. Melihat Persebaya bisa bermain dengan Boneknya adalah hal yang selalu merindukan apalagi laga away.
Persebaya kau tak akan pernah sendirian. Malam Jumat yang indah di bawah siraman hujan dan lampu stadion Wilis yang terang. Ada kehangatan dalam kedinginan. Ada cinta antara Bonek dan Persebaya. Sampai jumpa lagi di Kamis malam Jumat besok di Gelora Bung Tomo.