Harga Tiket, Berkah atau Musibah?

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Laga pamungkas pre-season bersiap dilangsungkan, suara-suara menyoal harga tiket kemudian bermunculan. Namun laga harus tetap dimainkan.

Satu bulan lalu, salah satu kontestan Liga 1 yang bermarkas di kota Seribu Sungai, Barito Putera melakukan launching tim dengan bershalawat. Tradisi mendoakan ini sejatinya tidak asing di sana, karena kultur yang dibangun keluarga pemilik Hasnur sejak dulu memang juga demikian. Tradisi yang dibawa ke acara launching Barito Putera tersebut diharapkan dapat memberikan kelancaran bagi klub dalam mengarungi kompetisi Liga 1 musim ini.

Minggu (18/3), hal yang sama juga terjadi di Surabaya. Persebaya bersiap melakoni doa akbar untuk kelancaran perjalanan klub semusim ke depan. Bedanya, doa akbar yang rencananya akan dilakukan oleh tokoh-tokoh agama dan anak-anak yatim piatu tersebut diisi pula dengan laga pamungkas pre-season Bajol Ijo. Tidak tanggung-tanggung, lawannya klub dari negeri jiran Malaysia, Sarawak FA.

Laga pamungkas melawan klub yang bermain di kasta kedua Liga Malaysia tersebut masuk sebagai bagian dari international friendly match. Sampai di sini tidak ada masalah. Masalah baru bermula ketika publik mengetahui harga tiketnya. Tiket termurah dibanderol pada angka Rp 50 ribu. Suara-suara mulai bermunculan, aksi juga dilakukan oleh kalangan suporter terkait harga tiket ini. Lalu apa yang salah?

Iklan

Harga Tiket Melonjak

Harga tiket Rp 50 ribu untuk sebuah match dianggap kelewat tinggi oleh sebagian kalangan suporter. Pasalnya harga tiket yang biasa dijual saat laga-laga Persebaya sebelumnya di Liga 2 adalah Rp 35 ribu untuk sekali pertandingan. Harga tiket terbaru, diperkenalkan oleh panitia penyelenggara (panpel) Persebaya pada laga Celebration Game dan ketika Piala Presiden. Angkanya? Rp 40 ribu untuk sekali pertandingan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan harga tiket Rp 50 ribu tersebut, karena alasan yang digunakan juga masuk akal. Laga ini bertajuk international friendly match. Alias laga internasional. Klub yang didatangkan adalah klub luar, ada biaya yang harus dikeluarkan di sana dalam kaitannya dengan match fee dan juga akomodasi untuk klub tersebut selama tinggal di Surabaya.

Sederhananya begini, masih ingat cerita dari Tasikmalaya beberapa waktu lalu? Mario Gomez, pelatih baru Persib berani menyentil klubnya sendiri dan pihak pengundang terkait bayaran match fee yang tak kunjung datang untuk Persib dan para pemain (mungkin sampai hari ini?). Padahal mereka sudah menunaikan tugasnya di sana melakukan laga eksibisi.

Apa yang disuarakan sang pelatih, dalam kerangka berpikir industri sepak bola sudah benar dan memang sudah selayaknya klub dengan nama besar dibayar untuk bermain di sana. Kenapa? Karena nama besar klub memiliki nilai masing-masing. Bicara profesionalisme maka semua orang yang bekerja, tidak bisa lelahnya hanya dibayar dengan kata terima kasih dan sebatas salaman atau cium pipi kanan dan kiri lalu pulang. Kecuali atas hubungan teman, kolega atau keluarga. Nah itu lain cerita.

Belajar dari sentilan Mario Gomez lalu, sebenarnya itu yang terjadi dalam laga Persebaya kali ini. Pengundang dalam hal ini bisa klub lewat manajemen, bisa pula dibantu lewat promotor.

Peran promotor ini juga pasti ada biayanya. Mereka berperan sebagai middle men, orang yang mengais rezeki (juga kerugian) dari bisnis hingar bingar sepak bola. Dalam kaitannya dengan industri sepak bola, mereka berjudi dengan uangnya untuk menyelenggarakan suatu pertandingan. Caranya dengan mengundang dua tim untuk bertanding atau membantu mempertemukan salah satu tim dengan tim lainnya. Harapannya pertandingan tersebut laku dijual di mata para suporter.

Lalu apa hubungannya dengan laga ini? Ada yang menarik dari munculnya kehadiran promotor dalam rangkaian laga persahabatan internasional ini. Dengan kata lain sebenarnya laga ini adalah laga kerja sama besutan antara Persebaya dan promotor. Bukan laga besutan panpel Persebaya seutuhnya. Ini dua hal yang berbeda dengan laga persahabatan internasional yang dihelat Sriwijaya FC beberapa waktu lalu. Apa saja indikatornya? Selain karena ketiadaan promotor, hal yang lain adalah formula harga tiket yang dijual di sana merupakan harga tiket yang dipersiapkan untuk mengarungi laga kandang Sriwijaya FC Liga 1 musim depan.

Kalau masih bingung, perlu belajar lagi dari laga persahabatan tim nasional senior melawan Islandia yang lalu. Harga tiketnya melonjak tinggi dalam sejarah tim nasional. Tapi dibalik itu, ada lawan berkualitas dengan embel-embel anggota Piala Dunia 2018. Laga itu? Besutan promotor juga dengan nama Mediapro yang bertugas mewujudkan pertandingan tersebut. Sekarang tinggal objective atau tujuan dari pelaksanaan pertandingan itu apa? Pemantapan strategi dan taktik tim kah? uji coba penjualan tiket online kah? atau 100 persen murni hiburan. Bisa apa saja, bahkan bisa dibuat untuk membantu laga penyetaraan lisensi sang pelatih misalnya. Itu tergantung kedua belah pihak dan akan menentukan dari segi pemasukan.

BACA:  Mentalita Persebaya

Untuk biaya jasanya, namanya bisnis dan industri ya tinggal urusan matematika saja di belakangnya. Di titik inilah nilai sebuah timnas atau klub akan menentukan biaya yang didapatkan atau dibayar oleh mereka. Jika 100 persen promotor yang membuat pertandingan tersebut (contohnya adalah gelaran International Champions Club (ICC) setiap tahunnya) maka kedua klub yang bertanding mendapatkan fresh money dari match fee dan juga tanggungan akomodasi. Namun jika pihak timnas atau klub yang meminta untuk dicarikan lawan tanding, pilihannya tinggal membayar langsung jasa tersebut ke pihak promotor atau melalui pembagian share dari penjualan tiket. Sesederhana itu.

Untuk pertandingan kali ini, dari penjelasan yang ada sejatinya Persebaya bekerja sama dengan pihak promotor untuk dicarikan klub lawan yang juga bertanggung jawab pula dengan kontrak broadcastingnya. Hal ini tergambar dalam kaitannya dengan masalah penyedia layanan siaran langsung yang dapat berubah dalam waktu hitungan hari dan yang sibuk mengurusnya adalah promotornya. Selain itu, dari posisi dan statement Presiden Persebaya baru-baru ini terlihat sekali dalam posisi nothing to lose dengan dinamika yang ada.

Seperti penjelasan sebelumnya, artinya tujuan atau objective dari pelaksanaan pertandingan Blessing Game ini bukan melulu soal meraup keuntungan. Namun ada hal lainnya yang hanya bisa dijawab oleh pihak klub. Menariknya, dinamika yang terbentuk karena harga tiket yang melonjak tersebut juga menguntungkan bagi manajemen untuk membaca dan menghitung besar kecilnya nilai Persebaya di mata suporter dan juga dalam kaitannya dengan penentuan harga tiket ke depan. Meski mekanisme trial and error seperti ini juga seharusnya tidak dilakukan oleh klub sekelas Persebaya karena seharusnya lebih bisa diminimalisir lewat riset lapangan sebelumnya.

Berkaca dari Kawan Lainnya

Problem harga tiket yang menyembul lewat laga pamungkas ini menurut penulis merupakan berkah bagi manajemen. Mereka akhirnya tahu dan mendengar sendiri suara suporter serta seperti apa gambaran kondisi suporter Persebaya saat ini. Dari pandangan penulis, hal ini perlu untuk menyesuaikannya dengan langkah manajemen pada program-program turunan selanjutnya dengan muara akhirnya tetap pada visi klub. Apa saja program turunannya? Silahkan ingat-ingat atau kembali baca konten mereka dalam tanda pagar PRESIDENMENJAWAB.

Pandangan soal harga tiket dari suporter memang sudah dapat didengar. Meski begitu kita perlu melihat situasi lingkungan yang ada di Liga 1, seperti apa harga tiket kawan-kawan baru Persebaya ini musim lalu. Tak lain supaya kita melihat problematika harga tiket ini secara obyektif.

Dari 15 klub yang masih tetap akan berlaga di Liga 1 musim ini, harga tiket untuk kelas ekonomi musim yang lalu bervariasi. Dari hasil riset kami, rata-rata harga tiket untuk kelas ekonomi ada di angka Rp 34.200 dengan harga tiket terendah untuk kelas ekonomi dipegang oleh Perseru Serui dan harga tiket kelas ekonomi tertinggi dipegang oleh Persija dan Bali United.

Meski harga tiket Persija dan Bali United tertinggi, namun harga tiket mereka tidak terpengaruh dengan adanya laga-laga yang dihitung sebagai big match. Di beberapa klub, harga tiket untuk laga big match mengikuti teori ekonomi, supply dan demand. Meski juga naiknya harga tersebut diikuti dengan dalih keamanan dan sebagainya. Tapi kondisinya di beberapa klub sejak tahun lalu seperti itu. Menariknya, dari data yang dihimpun tersebut harga tiket untuk laga big match tertinggi musim lalu dipegang oleh PS TNI (saat ini PS TIRA) dengan harga Rp 70 ribu (sewaktu melawan Persib Bandung). Sebelumnya bahkan harganya ditetapkan Rp 80 ribu sebelum akhirnya mereka “mengalah” dengan menurunkannya.

BACA:  Membangun Loyalitas Bonek di Tengah Ketidakpastian

Kebanyakan klub yang mempunyai nilai jual tinggi dan basis massa besar menjual harga tiket untuk kelas ekonomi antara Rp 40 dan 50 ribu. Namun ada pula anomali dimana sebuah klub besar menjual harga tiket untuk 2 tribun ekonominya sebesar Rp 20 dan 30 ribu saja per pertandingan. Klub tersebut adalah Sriwijaya FC. Selain Sriwijaya, ada pula PSM Makassar dengan tingkat okupansi penonton per pertandingannya diatas 80 persen, menjual tiket ekonominya dengan harga hanya Rp 30 ribu saja. Fakta ini cukup mengejutkan karena menurut penulis, kelas PSM sudah setara dengan Persija dan Persib.

Satu hal yang menarik dari harga tiket kelas ekonomi 15 klub besar ini adalah harga tiket laga kandang Persela yang masih berada pada angka Rp 25 ribu saja per pertandingan meski lokasi mereka di Pulau Jawa. Setelah melihat beberapa parameternya, harga tersebut masuk di akal karena harga Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Lamongan termasuk kecil di Pulau Jawa, sebesar Rp 1,9 juta per bulan tahun 2017 lalu. Bandingkan dengan UMK Surabaya tahun 2017 lalu yang ada di angka Rp 3,3 juta.

Bonek Card sebagai Solusi

Harga tiket beberapa klub besar dengan nilai klub yang sama dengan Persebaya tahun lalu berada di angka Rp 40 dan 50 ribu rupiah per pertandingan. Tentunya dengan pengalaman dari kawan-kawan klub tersebut dan masuknya Persebaya ke Liga 1 maka akan ada kenaikan dari harga jual tiket tersebut. Hal ini sudah dibuktikan dengan melonjaknya harga tiket per pertandingan yang dijual di dalam Bonek Card kategori Fans yang dibanderol dengan harga Rp 37.500 (quarter dan half season). Hal yang sama tidak terjadi jika membeli Bonek Card kategori Fans secara full season dimana per pertandingannya lebih menguntungkan karena hanya akan dikenakan Rp 29.411.

Naiknya harga tiket tersebut sejatinya bukan hanya terjadi di Persebaya. Beberapa klub sudah memperkenalkan harga tiket baru mereka dimana ada kenaikan sebesar Rp 5-10 ribu di beberapa kategori, seperti yang terjadi di Sriwijaya FC dan Persib Bandung. Persebaya sendiri juga sudah menguji cobakan harga tiket berbeda pada laga Piala Presiden lalu yang angkanya naik Rp 5 ribu dari harga tiket kategori fans sebelumnya di Liga 2.

Menyikapi situasi saat ini, perbedaan harga yang sudah diberikan dalam bentuk Bonek Card menurut penulis secara rata-rata ternyata sudah berada di bawah harga jual tiket ekonomi klub-klub besar lainnya. Sehingga menurut pandangan penulis, berdasarkan data yang ada dan parameter lainnya seperti UMK Surabaya tahun 2018 yang ditetapkan sebesar Rp 3,6 juta atau tertinggi se-Jawa Timur tersebut maka Bonek Card kategori fans adalah real deal untuk suporter. Mengapa? Karena harga tiket per pertandingan diluar Bonek Card tentu harganya akan lebih tinggi daripada nilai yang telah dijabarkan pada paragraf diatas sebelumnya tersebut.

Jika dirasa harga tersebut masih belum sesuai dengan keekonomian beberapa orang lainnya yang belum bekerja, tenang saja. Kenapa? Karena Indonesia adalah surganya tayangan langsung sepak bola secara gratis.

Meski saat ini telah masuk era industri sepak bola, namun pengenaan pay-per-view seperti yang kita rasakan lewat Liga Inggris maupun liga-liga lainnya via streaming berbayar belum dipraktikkan di Indonesia. Jadi, sepanjang semuanya belum dikomersialkan oleh operator dan klub mari kita nikmati bersama fasilitas tersebut. Suporter sepak bola di Indonesia sebagai bagian dari industri sudah sepantasnya bersyukur dengan berkah yang sampai hari ini masih dirasakan lewat tayangan gratis tersebut. Mau kapanpun, dimanapun, dan lagi apapun tinggal cari TV jika Persebaya bertanding selagi mempersiapkan untuk merasakan kembali pengalaman menonton di stadion di waktu yang lain.

Terakhir, seperti tajuk laga persahabatan pamungkas Persebaya hari ini mari sematkan doa terbaik untuk langkah Persebaya dan pemain mengarungi Liga 1 tahun ini. Semoga doa yang diberikan dapat memudahkan langkah Bajol Ijo dan kalian di setiap pertandingan baik kandang maupun tandang. Wani!   

Adipurno Widi Putranto, tinggal di Surabaya 7 hari setiap bulannya. Bisa ditemui di akun @analisiscetek atau [email protected] 

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display