Bisnis, Bentuk Kemajuan Pola Pikir Persebaya

Suasana Persebaya Store cabang Kaliwaron. Foto: Etsha Magenta/EJ
Iklan

Sejak klub profesional di Indonesia tidak boleh lagi menggunakan suntikan dana APBD[1] untuk urusan operasional dan kebutuhan, tidak sedikit klub yang goyah finansialnya karena tidak sanggup mencari masukan lain untuk dapat terus eksis di kompetisi.

Persebaya, tim legendaris salah satu pendiri PSSI yang “kembali diakui” pada awal 2017 lalu dengan struktur manajemen baru langsung menyusun strategi jangka panjang. Struktur Persebaya sebagai PT terus diperkuat hingga saat ini. Termasuk dari sisi marketing dan rencana bisnis sebagai pemasukan tambahan yang akan sangat membantu Bajol Ijo dalam mengarungi keras dan panjangnya kompetisi.

“Menjaga sustainability Persebaya untuk tahun-tahun ke depan,” kata Presiden Klub Azrul Ananda dalam catatannya Terima Kasih Sudah Mendukung Semampunya[2].

Pergerakan Bisnis dan Kritik Suporter

Iklan

Salah satu pemasukan terbesar bisnis Persebaya adalah Store. Sejak dibuka pertama pada 16 Maret 2017 di Graha Pena, hingga saat ini sudah berkembang menjadi 10 titik yang menyebar di berbagai daerah termasuk luar kota seperti Gresik dan Sidoarjo. Semua proses tersebut bukan tanpa kendala dan rintangan, sebab sebagian suporter menyayangkan hal itu karena menganggap manajemen terlalu fokus untuk mengembangkan bisnis hingga dianggap lupa tujuan untuk meraih prestasi. Hal ini diperparah dengan naiknya harga tiket sejak Blessing Game yang jelas menimbulkan tendensi bahwa bisnis adalah nomer satu.

BACA:  Marselino Ferdinan Sementara Tidak Dilepas Ke Timnas

Namun, penulis punya pandangan lain. Bahwa sebenarnya Persebaya sedang menjalankan bisnis untuk menghidupi tim dan itu adalah sesuatu yang sangat wajar di era modern seperti ini. Musim ini Persebaya memang di sokong oleh sembilan sponsor, namun itu bisa menjadi berbahaya apabila hanya mengandalkan pemasukan dari sponsor apabila ingin membangun tim secara jangka panjang. Pun termasuk dengan pemasukan dari sektor tiket yang tidak boleh menjadi patokan. Sementara kebutuhan Persebaya sendiri sangat banyak, mulai dari tim senior, tim kelompok umur, dan PS Kopa, termasuk perlunya menyisihkan sedikit bantuan untuk kompetisi internal yang terkenal sebagai penghasil produk bintang tentu saja harus diperhatikan.

Dampak Bisnis untuk Tim

Secara gamblang, dampak dari pergerakan Bisnis untuk tim mungkin tidak terlihat. Dan tentu semisal ketika peforma Persebaya sedang terpuruk, hal itu tidak ada kaitannya dengan bisnis. Sebab keduanya dipegang oleh orang-orang yang berbeda dan tidak berkaitan secara langsung.

BACA:  Persebaya “Bukan” Tim Promosi

Namun dalam jangka panjang, kegiatan bisnis akan berguna untuk tim. Keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk menambah fasilitas pemain, gaji pemain hingga operasional klub. Seperti yang dilakukan oleh tim-tim profesional Eropa. Real Madrid sukses meraih hattrick Liga Champions tentu sembari menjalankan bisnis. Manchester United sebagai tim besar Inggris juga tak lepas dari kegiatan bisnis untuk berjuang agar selalu eksis.

Artinya, Persebaya selangkah lebih maju dari sebelumnya. Era modern saat ini tidak bisa dibandingkan dengan era sebelumnya karena kebutuhannya sudah berbeda. Di balik kinerja manajemen yang sering di kritik, terselip pola pikir luar biasa untuk kejayaan jangka panjang tim kebanggaan arek Suroboyo.

Kritik membangun oleh dan sangat perlu rek, tapi ojok sampek menghambat kemajuan Persebaya. Semoga perjuangan meraih kejayaan Persebaya yang dimulai musim ini akan benar-benar terwujud.

Referensi:

[1]. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 32 tahun 2011 dan 39 tahun 2012
[2]. Terima Kasih Sudah Mendukung Semampunya.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display