Suasana baru bakal dirasakan oleh para punggawa Persebaya Surabaya di dua pertandingan awal paruh kedua liga musim 2018 ini. Seperti apa yang dikatakan oleh Presiden Persebaya Surabaya, Azrul Ananda, bahwa sudah dipastikan untuk menghadapi Persela Lamongan (5/8) dan Barito Putera (12/5) Rendi Irwan dkk akan dilatih sementara oleh Bejo Sugiantoro, pelatih Persebaya Surabaya U-19. Semoga hasilnya memuaskan sebelum akhirnya mengangkat pelatih tetap berlisensi A. Aamiin!
Tetapi tahukah Anda bahwa sejak liga sepak bola profesional Indonesia bergulir sejak tahun 1994 dengan nama Liga Dunhill, Persebaya pernah mengalami pergantian pelatih di tengah kompetisi sebanyak 10 kali. Dua di antaranya sebagai pelatih caretaker. Hasil akhirnya pun bervariasi.
Yang pertama adalah di musim kompetisi Liga Indonesia VI tahun 1999/2000. Pada awal musim, jabatan pelatih diemban oleh Riono Asnan. Namun di putaran kedua jabatan pelatih dirangkap oleh pemain aktif. Yakni Jacksen F. Tiago. Hal ini mungkin yang pertama terjadi di Indonesia saat itu. Di saat liga-liga Eropa sudah memulainya terlebih dahulu dengan nama-nama besar seperti Ruud Gullit dan Gianluca Vialli di klub Inggris, Chelsea. Hasilnya lumayan, Persebaya yang saat itu bermaterikan pemain-pemain muda seperti Mat Halil, Budi Sudarsono, Agustiar Batubara, Andi Iswantoro dll mampu bertengger di peringkat keenam pada klasemen akhir.
Di putaran pertama Kompetisi Divisi Satu Tahun 2003 Tim Bajul Ijo dilatih oleh Muhammad Zein Alhadad. Tim terlihat kepayahan merengkuh posisi teratas klasemen. Bahkan sempat kalah di kandang sendiri oleh PSIM Yogyakarta dengan skor 1-2. Dengan hasil di putaran pertama yang tidak menggembirakan, jajaran pengurus kemudian mengganti pelatih sebelumnya dengan Jacksen F. Tiago. Hasilnya sudah tercatat manis dalam buku sejarah. Persebaya Surabaya dibawa oleh Papi Jacko menjuarai Divisi Satu dan berhak atas tiket promosi ke Divisi Utama.
Cukup sering Persebaya mengganti pelatih. Kali ini korbannya adalah Gildo Rodriguez, ayahanda dari Stefano “Teco” Cugurra. Dikarenakan hasil buruk di Piala Gubernur Jawa Timur 2007, Gildo dibebastugaskan. Padahal baru menjabat selama tiga bulan. Memasuki kompetisi Divisi Utama tahun 2007, ditunjuklah Ibnu Grahan sebagai pelatih kepala. Tetapi lagi-lagi karena hasil buruk, memasuki putaran kedua Ibnu Grahan diberhentikan untuk kemudian menunjuk Suhatman Iman, mantan pemain Timnas Indonesia era 1970-an. Persebaya hanya mampu menyelesaikan kompetisi di peringkat ke-14 dari 18 tim.
Memasuki Kompetisi Divisi Utama 2008, Persebaya dinahkodai oleh pelatih kawakan, Fredy Mulli. Semua berjalan normal dan “menangan” sampai akhirnya memasuki putaran kedua secara tiba-tiba Fredy Mulli tidak diperpanjang jabatannya karena ketidakcocokan nilai kontrak dengan pengurus Persebaya. Suksesornya adalah pelatih asal Moldova, Arcan Iurie. Bukannya stabil dan lebih baik, Green Force bermain angin-anginan di putaran kedua hingga perebutan tempat ketiga. pun kalah telak 5-1 (4-0) dari PSPS Pekanbaru. Memasuki babak play-off memperebutkan tiket promosi ke Indonesia Super League 2009/2010 melawan PSMS Medan, Arcan Iurie dipecat. Penggantinya adalah mantan kapten Persebaya Surabaya, Aji Santoso. Di babak ini, Aji Santoso berhasil membawa tim kebanggaan Arek-Arek Suroboyo ini promosi ke kasta tertinggi.
Kendati berhasil membawa Persebaya Surabaya promosi, Aji tidak serta merta ditawari kontrak baru.
Di awal Indonesia Super League 2009/2010 Danurwindo ditunjuk sebagai pelatih kepala. Namun performa buruk tim membuat dirinya digeser menjadi Direktur Teknik. Penggantinya adalah Rudy William Keltjes. Karena beberapa hal yang kontroversial ketika itu, Persebaya akhirnya harus puas terbenam di peringkat ke-17 dari 18 tim.
Di era IPL pun Persebaya pernah melakukan pergantian pemain. Yakni di musim 2012/13. Kala itu pelatih utama adalah Ibnu Grahan. Namun karena alasan prestasi tak kunjung membaik, posisi Ibnu digantikan oleh pelatih asal Brazil, Fabio Oliveira. Sayang musim ini tak tuntas diselesaikan oleh Persebaya karena didiskualifikasi oleh federasi.
Pasca diakui kembali oleh PSSI pada tanggal 8 Januari 2017, manajemen Persebaya Surabaya dibawah pimpinan Presiden Azrul Ananda bergerak cepat. Mereka menunjuk Iwan Setiawan sebagai pelatih kepala untuk memgarungi Liga 2 2017. Sayang karena tindakan tidak terpuji dari pelatih ini kepada suporter Bonek yang memprotes permainan tim ketika itu, membuat Iwan Setiawan akhirnya harus lengser dari kursi kepelatihan. Penggantinya untuk sementara waktu adalah Achmad Rosyidin. Cukup dua pertandingan dengan hasil sekali menang dan sekali seri menjadi catatan manis pelatih ini. Karena terkendala lisensi, maka karir Achmad Rosyidin dengan berat hati harus diakhiri. Angel Alfredo Vera muncul menjadi pelatih tetap. Pelatih asal Argentina ini mampu membawa Persebaya bangkit dari keterpurukan dan promosi sebagai Juara Liga 2 2017 silam.
Memasuki Liga 1 2018, ternyata memang tak mudah dan ramah. Berulang kali kekuatan skuat Angel Alfredo Vera tereduksi karena cedera, cedera dan cedera. Buntutnya, Vera harus sering menggonta-ganti susunan starting line up. Puncak kejatuhan Alfredo Vera di Persebaya salah satunya disebabkan hat-trick kekalahan beruntun atas PSIS Semarang, Persib Bandung dan Perseru Serui membuat dirinya harus mundur meletakkan jabatan. Apapun yang terjadi saat ini, jangan lupakan masa lalu. Berterima kasihlah kepada Alfredo Vera yang telah membawa Persebaya Surabaya promosi ke Liga 1 musim ini.
Apapun yang terjadi dengan Persebaya, jangan pernah lelah mendukung dan mencintai Persebaya Surabaya. “Don’t 91ve Up”
Persebaya-ku, Emosi Jiwaku! Bangkit dan berjaya La91! (dpp)
*Writepreneur, Pemerhati Sejarah Persebaya dan Penulis Buku Persebaya And Them : Jejak Legiun Asing Tim Bajul Ijo