EJ – Persebaya adalah ‘candu’. Kiasan tersebut tampaknya benar-benar cocok untuk menggambarkan rasa cinta Bonek-Bonita kepada Green Force yang terus mengalir tanpa jeda. Rasa cinta itu diimplementasikan melalui dukungan langsung di tiap Persebaya berlaga.
Fenomena ini juga dirasakan Warda Arrosyiida, Bonita asal Raci, Benowo, Surabaya. Dara kelahiran 15 April 1998 itu mengaku, perkenalan dengan dunia sepak bola terjadi ketika dia masih duduk di bangku SMP.
“Waktu itu iseng-iseng diajak teman main-main ke stadion pas Persebaya berlaga. Nah kebetulan rumahku berdekatan dengan stadion, jadi ya saya berangkatnya tinggal jalan kaki,” urainya kepada EJ.
Warda masih ingat betul pengalaman pertamanya itu, termasuk setiap langkah yang diambil dari pintu rumah hingga pintu stadion. “Saat itu masih polos-polosnya, aku belum tahu apa-apa dan belum mengenal tentang atribut suporter. Setelah sampai di dalam stadion saya merasa terkejut dan bangga bisa berada dan melihat langsung pertandingannya,” urainya.
Dari situ, pada mulanya dia sempat mendapat banyak cibiran. Sebagian orang yang mengenalnya menyampaikan pendapat miring, bahwa tidak seharusnya seorang perempuan berada di tengah-tengah berlangsungnya pertandingan sepakbola.
Namun hati dan pikiran Warda berkata lain. Dia justru takjub dan terpesona dengan beragam atraksi pemain di lapangan serta kreativitas Bonek di atas tribun yang tak pernah henti menyuarakan dukungan dengan lantang.
“Aku tidak memperdulikan cibiran itu semua. Saat tim kebanggaan berlaga, rasanya seperti merayakan hari yang sangat-sangat spesial dan berharga,” imbuh gadis berparas manis ini.
Warda pun tak kuasa membendung perasaannya ketika mengetahui jadwal bertanding Bajol Ijo. Dikatakan, perasaan tidak sabar selalu muncul sejak beberapa hari sebelum pertandingan dimulai.
“Ingin rasanya cepat menginjak tribun. Ada semangat dan rasa bahagia di tempat itu. Saat menginjak tribun tempat kita semua bertemu, berkumpul dan bersatu mendukung tim kebanggaan Kota Surabaya, rasanya seperti tak ada lagi pikiran selain berdiri, bernyanyi, dan menari-nari mendukung tim kebanggaan berlaga,” imbuhnya.
Perempuan yang bekerja di Puskesmas Benowo ini menyebutkan, gegap gempita tidak hanya perlu diserukan ketika pemain mencetak gol. Lebih dari itu, setiap irama saat laga berjalan, senantiasa membuatnya hanyut untuk terus merayakan sepakbola.
“Termasuk saat pemain kita dikasari lawan, dan wasit curang, kita pasti spontan berteriak kencang untuk mendapatkan keadilan. Ini semua menyangkut harga diri tim kebanggaan. Memang itu semua terlihat konyol, tapi itulah kenyataannya. Saat orang lain nyinyir ini itu, saya hanya bisa tersenyum indah karena saya merasa bangga bisa menjadi suporter Persebaya,” pungkasnya. (rul)