Usai Leg 1, Deklarasi, Sarkas, dan Dagelan

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Leg 1 final piala presiden 2019 telah selesai. Persebaya memang tidak kalah dengan Arema, tapi persebaya butuh kerja ekstra keras untuk juara. Leg ke 2 di Kanjuruhan tentu akan menjadi ajang balas dendam Aremania disana.

Aremania memang telah dikenal sebagai raja rasis seperti yang ditudingkan banyak kelompok suporter, hingga membuat mereka tak ada niatan mengubah diri, namun justru membuat mereka berbangga akan hal itu.

Sehari sebelum matchday final, beberapa pentolan dan capo dari tribun telah bersama membuat kesepakatan damai bersama perwakilan Aremania. Benang merah dari perjanjian itu untuk kondusifitas agar rivalitas Aremania dan Bonek tak boleh lepas dari nilai kemanusiaan.

Berjalankah perjanjian itu? Jika anda melihat laga yang berakhir seri tadi di stadion, anda sudah melihat sendiri jawabannya. Seremoni itu hanya formalitas yang tampak hanya memuaskan sebagian pihak saja, tidak membumi.

Iklan
BACA:  Persebaya Lebih Butuh Rombak Pemain Daripada Pelatih

Bonek telah membuat sarkasme “maling gorengan” dengan begitu bangganya, dan setelahnya jargon suporter “berkelas” pun merebak, bahwa bonek lebih dan melebihi kelas Arema, apalagi hanya soal “rasis” yang hina dina itu, itu bukan kelas bonek, bonek lebih elegan. Sayangnya fakta tidak begitu adanya.

Dagelan itu “menghibur” kita di tengah tengah kegundahan bisa tidak kita juara di Malang? Kali kedua di kompetisi resmi Persebaya bersua Arema FC, Panpel tidak menjadikan itu sebagai bahan evaluasi yang terkait penanganan potensi-potensi yang berujung denda.

Paling sederhana adalah papan skor. Panpel terbuai seremoni perjanjian atau frasa bonek telah berubah dll, dan yang terjadi sama persis dengan tahun lalu di musim kompetisi Liga 1. Saya hanya mengira hanya keledai yang dapat jatuh di lubang yang sama. Tidak ada antisipasi, announcer pun tak digubris, kemana steward yang seharusnya standby di dekat itu.

BACA:  Azrul Ananda: Yang Paling Bertanggung Jawab di Persebaya Adalah Saya

Dagelan memang harus alami dan tak boleh terkonsep, agar unsur jenaka nya tetap ada. Melihat persiapan laga versus Arema lebih pada persiapan seremonial undangan yang ada, hingga hal paling sepele itu memang kita yang lupa atau memang ini dagelan versi kita semua.

*) Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan bukan pendapat redaksi emosijiwaku.com.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display