Persebaya dan Rivalitas dengan Arema yang Beda Kelas

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Siapa saja yang tidak asing mendengar kata “rival”? Ya, kata rival bersumber dari KBBI yang berarti: pertentangan, permusuhan, dan juga persaingan. Pertandingan Leg 1 Final Piala Presiden kemarin membawa sejumlah permasalahan dari semua komponen Persebaya. Pertandingan yang syarat emosional dan tekanan dari suporter tidak bisa membuat pasukan Green Force memberikan permainan terbaiknya sore hari itu.

Pertemuan kedua klub memang sangat ditunggu oleh para pendukungnya yakni Bonek dan Aremania. Mereka sangat sengit berseteru, tidak di dalam lapangan atau di dunia maya. Rivalitas keduanya bisa dibilang masih tidak seberapa seru, meski banyak orang yang bilang ini syarat gengsi melawan Arema. Padahal bisa kita telisik bahwa kedua klub ini sudah berbeda, yakni dari sisi historis dan piala yang didapatkan. Persebaya yang lahir tahun 1927 sedangkan Arema 1987, perbedaan inilah yang sangat mencolok. Karena sudah tidak bisa dibandingkan dengan klub-klub bersejarah yang lain. Singkatnya perseteruan ini hanyalah dari kalangan suporter yang ingin membanggakan kesebelasannya masing-masing. Persebaya adalah klub bersejarah dan penuh prestasi, jadi kata “rival” tidaklah pas untuk menggambarkannya.

BACA:  Kalah Telak Dari Arema FC, Bejo Tak Ingin Salahkan Pemain

Memang perbedaan inilah yang membuat “kelas” kita berbeda, mulai dari histori, kreatifitas, dan piala yang didapatkan. Sampai kapan kita memandang mereka “rival” kita? Membuat lawan mengira kita adalah rivalnya adalah sebuah bentuk pengakuan yang tidak “masook”.

Mulai dari diri sendiri menghindari konflik yang mereka tujukan kepada kita, dari chant-chant yang tidak “mboisss” sampai kreatifitas. Memang tidak langsung bisa membuat konflik ini selesai, tapi kita harus wani untuk memulai dari diri sendiri. Dan saya percaya bahwa konflik bukan dari kalah atau menang tapi konflik tercipta sebagai refleksi pada diri masing-masing untuk memperbaiki kualitas kita.

Iklan
BACA:  Usai Leg 1, Deklarasi, Sarkas, dan Dagelan

“Persebaya adalah simbol sebuah kebanggaan”, lirik ini menggambarkan bahwa setiap pertandingan adalah sebuah perjuangan yang harus diselesaikan dengan baik. Jadi lantas jika pemain tidak mengerti arti lambang di dada maka harusnya setiap mendengar semangat dari suporter adalah suara-suara penyemangat baginya.

Mari bersama tetap menjaga Persebaya Kita, dengan tidak mengotorinya dari tindakan-tindakan yang tidak perlu. Semoga kita semua mampu memberikan yang terbaik untuk kebanggaan.

Piala Presiden salah satu loncatan untuk berbuat yang lebih buat Persebaya di Liga 1 besok. Mari bersama memberikan rivalitas sesungguhnya di dalam dan di luar lapangan dengan sebaik-baiknya. Wani!

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display