Jangan Bikin Malu Surabaya!

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Pitch invasion, menyalakan flare dan petasan dalam suatu pertandingan hanyalah suatu sentilan kecil bagi manajamen, staff pelatih, dan pemain Persebaya jika dibandingkan dengan protes yang dilakukan para bonek terdahulu. Hal itu mengingatkan pertemuan saya dengan salah seorang legenda Persebaya yang membawa gelar juara pada 1988 yaitu Yongki Kastanja pada 2017 lalu. Saat itu saya diutus oleh panitia Mahakarya 2 Bonek Campus untuk mewawancarai serta mengundang kehadiran beliau dalam acara tersebut.

Beliau bercerita bahwa pada zamannya ketika ia masih menjadi pemain. Sehari sebelum pertandingan dimulai, beliau sangat susah untuk sekedar memejamkan mata untuk beristirahat. Karena sehari sebelum laga dimulai mereka memiliki beban pikiran bagaimana caranya untuk menang, karena menang di kandang sendiri dan di tonton oleh ribuan pasang mata pendukung Persebaya adalah harga mati. Beliau bercerita hasil seri pada zaman itu bisa menjadikan Gelora 10 November menjadi lapangan gladiator, apalagi jika mereka kalah dalam pertandingan tersebut. Mungkin hal terburuknya pemain tidak bisa pulang kembali ke rumah masing-masing untuk beristirahat setelah pertandingan selesai. Banyak suporter mengamuk bahkan bisa merusak sarana prasarana fasilitas umum apalagi kondisi dari Stadion Gelora 10 November yang mendekati jantung kota Surabaya semakin menambah resiko.

Memang itu bukan hal yang baik dilakukan, tapi menurut saya pribadi ada suatu pesan positif di balik itu semua. Pemain yang akan bertanding lebih menyiapkan mental mereka dan menanamkan jiwa patriotisme di dalam diri mereka masing-masing. Ketika ada lambang suro dan boyo di dada, dan bermain di depan ribuan pasang mata pendukung Persebaya. Jangan pernah bermain setengah hati karena Bonek pun tidak pernah setengah hati untuk memberikan semangat dari tribun yang melingkari lapangan stadion. Di tahun 2012 hingga awal 2017 Bonek tiada hentinya memperjuangkan tim kesayangannya hingga dapat kembali berpartisipasi di Liga Indonesia ini. Tentunya itu adalah suatu bukti nyata bahwa Bonek tidak pernah setengah hati menjadi pendukung Persebaya.

BACA:  Dilema Persebaya dan Berkorban Demi Negara

Tanpa bonek apakah ada Persebaya hingga saat ini? Tentunya tidak, saya sedikit mengutip kiasan dari dataran eropa yang mungkin sering kali kita dengar “Football without fans is nothing”. Kiasan tersebut bukanlah suatu isapan jempol belaka, di tengah-tengah kondisi sepak bola modern saat ini sangat membutuhkan support secara finansial dari pendukungnya sendiri. Bahkan presiden klub Persebaya sendiri pernah melakukan presentasi mengenai bagaimana jalannya keuangan tim melalui vidio di salah satu kanal YouTube, beliau menuliskan beberapa aspek finansial tim adalah tiket dan marchandise.

Iklan

Lalu apakah salah jika Bonek menuntut suatu kemenangan kepada Persebaya? Tentu tidak adalah jawabannya. Simbiosis mutualisme harus ada di dalam suatu ekosistem persepak bolaan. Ketika tim membutuhkan loyalisme pendukungnya untuk datang ke stadion dan membeli marchandise, pendukungnya pun tentu ingin mendapatkan suatu hiburan permainan yang indah yang di tampilkan oleh pemain-pemain di lapangan. Memang di dalam suatu pertandingan sepak bola ada berbagai kemungkinan yaitu menang, seri, dan kalah. Tapi jika memang seri atau kalah namun diiringi oleh semangat juang yang tinggi di lapangan mungkin hal ini tidak mungkin terjadi.

BACA:  Organisasi Itoe Koentji, Refleksi ba91 Kita

Menurut saya pribadi dalam 6 pertandingan terakhir yang dimainkan oleh Persebaya di laga resmi tidak menunjukan ciri khas permainan arek-arek Suroboyo yang keras dan ngeyel. Permasalahan ini harus segera diselesaikan oleh manajemen tim Persebaya. Secepatnya sebuah diskusi yang melibatkan seluruh stakeholder yang ada di dalam Persebaya tanpa terkecuali Bonek, harus segera digelar untuk menyelesaikan suatu permasalahan bukan malah mencari siapa yang salah. Agar masalah seperti pitch invasion, menyalakan flare dan petasan di tengah pertandinganpun tidak lagi terjadi. Bonek juga pasti tau atas dampak yang mereka perbuat akan merugikan tim kesayangannya sendiri karena denda dari komisi disiplin federasi sepak bola Indonesia yang biasa disebut PSSI pasti akan menunggu. Namun hal ini adalah suatu tamparan keras bagi menejemen, staff pelatih dan pemain Persebaya. Mereka harus ingat bahwa bonek juga ingin suatu simbiosis mutualisme itu terjadi di dalam ekosistem persepakbolaan di Surabaya.

Mari kita semua menjaga kehormatan Kota Surabaya serta nama besar nan penuh sejarah yang melekat pada Persebaya. JANGAN BIKIN MALU SURABAYA! Salam satu nyali, Wani!

 

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display