Setelah Pilu dan Malu, Lalu apa?

Foto: Rizka Perdana Putra/EJ
Iklan

Persebaya di super derby Jatim harus takluk dengan memalukan setelah dihajar Arema FC 4-0. Inilah kekalahan terbesar kedua saat away setelah tahun lalu di awal Desember kalah dengan skor yang sama dari PSMS Medan. Tapi kekalahan kali ini terasa sangat menyesakkan karena diperoleh di pertandingan melawan sang rival abadi. Ditambah lagi performa Persebaya sepanjang kompetisi kali ini, memasuki pekan ke 14 belum menunjukkan tanda-tanda stabil dalam segi permainan dan juga hasil.

Saya pribadi ingin mengulas (dari sisi subyektif) tentang apa sih penyebab dari rentetan hasil buruk ini, termasuk puncaknya hasil memilukan sekaligus memalukan di Malang.

  1. Komposisi pemain sudah sesuai?

Melihat squad yang ada kali ini tidaklah banyak mengalami perbedaan dari tahun lalu. Sekilas memang demikian, tapi tidak dari sudut pandang saya. Management bergerak tepat dengan mendatangkan Hansamu Yama untuk menutup lubang yang ditinggalkan oleh Fandry Imbiri, sekaligus memperbaiki kualitas di lini ini. Lalu kita dihadirkan rombongan trio pemain asing dengan komposisi 2 pemain gelandang serang dan seorang striker. Saya sebenarnya menantikan rekrutan khusus untuk posisi gelandang bertahan, sang jangkar untuk menggantkan peran Nelson Alom yang masih dibekap cedera. Performa Alom musim lalu di mata saya sangat bagus sebagai pemain jangkar, petarung di lini tengah dengan fungsi pemutus serangan lawan. Sepeningggal Alom karena cidera, Kang DJanur mencoba beberapa alternatif, mulai dari Misbakus yang di tarik ke belakangan, M. Hidayat, sampai yang terbaru menempatkan Rahmat Irianto di posisi ini. Kesemuanya tidak bisa melapis lubang yang di tinggal Alom. M.Hidayat sebenarnya tidak jelek-jelek amat, tapi gap pengalamanya dengan Alom terlalu jauh sehingga belum bisa menutup. Pun demikian Misba dan Rian, keduanya bukan pemain asli di posisi ini. Rian adalah pemain belakang seperti sang Abah, Misba lebih moncer sebagai gelandang serang, posisi yang diemban dengan konsisten di liga 2, sempat menjadikan dia sebagai top skor tim di kala itu.

Jadi, saya menilai ketimpangan komposisi tim, terutama di posisi gelandang bertahan menjadi salah satu penyebab.

Iklan
  1. Penurunan Kualitas Pemain Asing.

Trio pemain asing yang ada sampai sejauh ini memiliki performa bak roaller coaster, naik turun cukup drastis. Kadang bisa bermain penuh determinasi dengan topangan skill yang tinggi, kadang bermain tidak jelas tanpa arah. Ini saya lihat ada di ketiganya. Berbanding terbalik dengan apa yang dipertontonkan saat Piala Presiden dimana ketiganya tampil sangat konsisten dan trengginas. Ini yang harus segera dicarikan solusinya dari tim pelatih. Serta merta mendepak bukan jadi solusi yang baik menurut saya. Semua pemain memiliki karateristik yang tidak sama, dan inilah tugas dari tim pelatih untuk meramunya.

  1. Didepaknya Kang Djanur
BACA:  Menanti Kebangkitan dan Konsistensi Bajol Ijo

Saya melihat inilah salah satu biang keladi dari penyebab kekalahan memalukan di Malang. Saya membandingkan kondisi coach AV ketika dipecat tahun lalu. Persebaya sempat dibesut sampai dengan laga ke 18 mengumpulkan poin 22 (5 menang, 7 seri dan 6 kalah) atau sama dengan 1,22 poin per game.

Kang Djanur ketika diberhentikan, sempat mengawal arek-arek sampai pertandingan ke 13 dengan raihan poin 18 (4 menang, 6 seri dan 3 kalah) atau sama dengan 1,38 poin per game.

Kondisi yang jauh lebih bagus dibandingkan tahun lalu ketika tim masuk ke masa suram dan berbuntut diakhirinya kerja sama dengan coach AV.

Kali ini saya tidak melihat demikian. Kondisi tim memanglah belum ke tahap menang-an, tapi belum juga masuk ke tahap gawat darurat sehingga tim pelatih harus diganti. Green Force stabil di papan tengah dengan sesekali merengsek ke atas.

Kembali ke poin 1 yang saya sebutkan, apakah komposisi tim yang dihadirkan Management sudah sesuai dengan kebutuhan tim pelatih?

Kebijakan terakahir yang diambil Management adalah memulangkan kembali top skor tim musim lalu, Davi da Silva. OK, memang lini depan kita kurang tajam (Amido Balde) dan ini mungkin adalah solusinya, dengan harapan hadirnya Davi akan membawa tenaga segar di lini depan. Tapi, apakah ini urgent? Bagaimana dengan lubang menganga di gelandang jangkar?

Kang Djanur nampak sudah bekerja maksimal dengan berbagai variasi yang dilakukan untuk menambal lini ini (Misba, Rian, Rodeg bahkan Syaifudin). Namun tidak ada yang sesuai dan inilah yang harusnya jadi titik perhatian dari Management, bukan malah mendepak pelatihnya!

  1. Abah Bejo Sugiantoro bukan solusi

Diangkatnya Abah Bejo Sugiantoro sebagai care-taker tim dengan misi pertama malawat ke Kanjuruhan adalah sebuah kesalahan besar di mata saya. Track record Abah Bejo untuk saya masih jauh dari kualitas yang bisa diharapkan. Memang beliau adalah legenda hidup klub, tapi menangani tim tidak cukup hanya bermodalkan itu. Catatan buruk melatih Persik menjadi dasar saya berpendapat. Untuk melatih tim sebesar Green Force Persebaya dibutuhkan skill dan juga pengalaman dengan jam terbang yang tinggi. Betul kita pernah berhasil mengorbitkan Jacksen Tiago, tapi jujur yang bersangkutan juga memiliki bakat dan kemampuan sebagai pelatih, dan ini dibuktikan keberhasilnnya di tim-tim selajutnya, selepas pergi dari Persebaya.

BACA:  Kado Pahit Jelang Ultah Persebaya

Untuk Abah Bejo, nampaknya posisi sebagai assisten pelatih adalah yang pas untuk saat ini.

Dan betul saja, memberikan nahkoda ke abah Bejo berbuntut Bajul Ijo digasak Arema 4 gol tanpa balas. Keputusan yang fatal dari Management.

Pertanyaannya, mengapa Management memutus Kang DJanur tepat sebelum super derby Jatim?

Dari 4 poin di atas yang saya ulas dengan enteng-entengan, saya juga ingin memberikan rekomendasi kepada tim, khusunya Management klub apa yang harus segera dilakukan agar Persebaya bisa segera bangkit dan tidak lama-lama terjebak masuk di masa periode kelam:

  1. Cari Pelatih Bagus Dengan Segera

Ini adalah langkah yang harus sesegera mungkin dilakukan oleh tim Management. Hasil melawan Arema adalah tamparan keras, sekaligus menjadi bukti evaluasi bahwa tim memerlukan seorang nahkoda yang mumpuni. Ada banyak pilihan tentunya, muka lama ataupun muka baru, lokal ataupun asing. Kecepatan dan ketepatan dalam memilih serta mendapatkan pelatih akan menjadi tolak ukur kinerja Management dimata saya, sebagai salah seorang elemen bonek. Ketika mengakhiri kontrak dengan coach Djanur, langkah mencari pengganti harusnya sudah dipikirkan dan bahkan dimulai sebelumnya. Sehingga masa kekosongan kursi ini tidak berlangsung lama.

  1. Evaluasi Pemain dan Tambal Lubang di Tengah

Ini juga harus segera dilakukan. Kinerja para pemain (terutama asing) harus dievalusi. Tapi, ini menjadi tidak masuk akal kalau pelatih tidak diikut sertakan. Makanya, saya menyebut perekrutan pelatih menjadi hal yang utama sebelum melakukan evaluasi dan perombakan pemain (jika diperlukan).

Lini yang ditinggal Nelson Alom harus menjadi prioritas. Tidak bisa ditawar lagi, berbagai cara dan variasi sudah dilakukan, tapi solusi tidak didapatkan, jadi langkah perekrutan harus dilakukan. Walaupun, pada akhirnya ini juga menjadi domain dari pelatih baru nanti.

  1. Evaluasi Management

Pada akhirnya, jika tim tidak terselamatkan, setidaknya dalam 3-5 pertandingan ke depan, evaluasi terhadap Management wajib dilakukan. Ini tidak lagi berkaitan dengan perekrutan pelatih baru, evaluasi pemain dan lain-lain, tapi murni hasil. Karena di 3-5 pertandingan ke depan, hasil yang diraih akan sangat berkaitan dengan keputusan dari Management di saat-saat ini.

Pak Presiden klub saya pikir harus langsung turun mengambil alih evaluasi ini.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display