Cinta dan Dedikasi Pada Persebaya

tambaksari
Foto: stadion-nusantara.blogspot.com
Iklan

Adalah hal wajar jika Arek Suroboyo mencintai Persebaya Surabaya. Tapi akan menjadi luar biasa ketika warga luar daerah yang mencintai.

Awal pertama kali mengenal Persebaya adalah ketika menyaksikan Final Divisi 2 2003 antara tim sepak bola kotaku yaitu Persewangi Banyuwangi melawan Persekabpas Pasuruan di Gelora 10 Nopember, Surabaya. Saat itu usiaku 9 tahun dan ayah yang mengenalkanku dengan sepak bola.

Di jeda babak pertama dan babak kedua, aku ingat betul ketika ada sebuah pengumuman melalui sound di stadion bahwa Persebaya sementara unggul 1-0 atas tuan rumah (lupa lawannya). Sontak seluruh penonton yang ada dalam stadion bersorak. Heran adalah perasaanku saat itu karena laga Persekabpas dan Persewangi berlangsung panas. Bahkan ada pembakaran atribut dari masing-masing suporter Laros dan Sakeramania tapi bersorak bersama ketika mendengar Persebaya menang.

Bertanya pada ayah adalah hal pertama yang aku lakukan. Dan jawaban ayah cukup mengejutkan karena Persebaya bukan hanya milik Arek Suroboyo tapi sudah menjadi milik dan kebanggaan warga Jawa Timur. Tepat saat itu juga nama Persebaya mulai ada dalam hati.

Iklan
BACA:  Mem-Persebayakan Nusantara

Dan kecintaan semakin membesar ketika Persebaya promosi ke kasta tertinggi dan tentu ditayangkan di TV Nasional. Tiap Persebaya berlaga selalu ada nonton bareng dalam rumah dan sesekali ayah memandu jalannya pertandingan dengan menyebut nama Hendro Kartiko, pemain asli Banyuwangi, kotaku tercinta. Semakin bangga pula karena kabarnya Persebaya juga memiliki suporter fanatik yang tak kenal takut dengan sebutan Bonek. Juara Divisi Utama 2004 adalah puncak kebahagiaanku. Dan ketika pemain asli Banyuwangi yaitu Hendro Kartiko pindah ke Persija Jakarta tak membuat aku meninggalkan Persebaya.

Sampai pada babak 8 besar Liga Indonesia 2005, Persebaya harus kalah WO demi keamanan dan sayangnya harus terdegradasi. Sedih rasanya apalagi mulai saat itu Persebaya selalu berada di papan bawah hingga terdegradasi kembali di 2010.

Nama Arema Indonesia dengan Salam Satu Jiwa-nya dan mulai gencarnya medsos facebook saat itu membuat rekan-rekan sebayaku baru mengenal sepak bola setelah 6 tahun yang lalu aku mengenalnya lebih dulu. Dan mereka mengelukan nama Arema Indonesia dan mengajakku untuk menggelar nonton bareng ketika Arema berlaga. Karena pikirnya, Arema yang terbaik di Jawa Timur. Tapi aku menolak dengan selipkan sedikit ucapan, kalian belum mengenal Persebaya.

BACA:  Persebaya Bukan Segalanya Tapi Selamanya

Sebelumnya aku baru mengerti kalau Arema adalah rival Persebaya yaitu pada 2006 ketika ajang Copa Dji Sam Soe. Tentu sebelumnya adalah nama Persija yang aku anggap rival Persebaya sejak penentuan juara 2004, hingga Persebaya kalah WO di 2005.

Sekalipun tempatku jauh dan kesibukanku bertumpuk tapi cinta dan dedikasiku selalu untukmu Persebaya dengan membeli tiket online sekalipun tak datang langsung. Dan lagi tak sedikit pun aku saat ini mempunyai kebencian terhadap Arema atau Persija sebab cintaku pada Persebayaku menutupi kebencianku terhadap mereka.

*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Mei 2020. Dengan tema Persebaya dan Harapan Masyarakat, kontes dibuka hingga 31 Mei 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display