93 Tahun Persebaya, Menjaga Konsistensi di Jalur Prestasi, Bukan Mentradisikan Tragedi

penggawa persebaya
Skuat Persebaya 1987/1988.
Iklan

Ingatan itu masih terekam betul di otak kepala saya tatkala usia-usia antara menginjak kelas lima sampai enam SD. Sepak bola dan bermain bola ala kadarnya dengan rekan-rekan sejawat menjadi salah satu memori manis yang tak akan pernah usai sekadar untuk dikenang.

Ada keceriaan yang hakiki, terwujudnya canda tawa yang benar-benar mengharu biru tanpa dibuat-buat oleh apapun atau siapapun termasuk mesin ajaib bernama gadget. Bahkan berbagai wujud romantisme-romantisme lain yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata bahkan bentuk frasa sekali pun, dan pada titik tertentu kami memberi sedikit simpulan. Dunia anak dengan berjuta-juta imajinasi yang mengiringinya termasuk bermain sepak bola secara alami yang tak pernah sekali pun “ternodai” dengan hal-hal diluar sepak bola itu sendiri. Biarlah semesta sepak bola dan aktivitas bermain didalamnya menjadi satu kesatuan kebahagiaan yang paling sejati.

Quo Vadis Persebaya? Sepintas pertanyaan itu akan menyeruak ke khalayak ramai, hendak pergi ke mana atau bahasa agak bekennya mau di bawa ke mana hubungan kita (relationship) antara klub tercinta dan para pendukungnya ketika sudah menginjak usia yang sudah terbilang teramat dewasa bahkan mendekati menua harapannya berjalan menuju tua dengan penuh prestasi dong! Hehehe…

93 tahun bak usia purna tolok ukur manusia semua sudah terselesaikan bahkan untuk dirinya sendiri. Artinya sudah selesai menyoal hal ihwal internal diri, dalam konteks ini adalah Persebaya. Nah, kalau sudah selesai berati harapannya dan hendak dibawa ke mana pasca berumur 93 tahun ini? Pertanyaan awan pun muncul. Melihat track record serta jejak historiografi atau penulisan sejarah wa bil khusus menyoal prestasi sudah barang tentu Persebaya salah satu dari salah sekian klub tertua di Indonesia merentang era Perserikatan, Galatama hingga kini yang berjubel prestasi baik minor maupun mayor, mari kita simak baik-baik statistik sederhananya

Iklan

Merentangkan prestasi dari beberapa referensi minim yang saya punyai berupa salah satunya artefak buku, pertama di dalam buku  “The Champions, Persebaya Sang Juara” karya Mas Sidiq Prasetya (salah satu wartawan kawakan Jawa Pos) disebutkan dengan detail sepak terjang Persebaya medio 1977/1978 hingga tahun 2004. klub kebanggaan arek-arek Suroboyo ini yang telah mengguratkan beberapa tinta emas prestasi.

Di kompetisi 1977/1978, jalan menuju juara Persebaya dimulai dari babak 18 besar hingga di final mengkandaskan macan kemayoran Persija Jakarta dengan skor 4-3 kemenangan persebaya di SUGBK.

BACA:  Persebaya Sak Lawase

Berikut komposisi dan squad Persebaya edisi 1977/1978, 1986/1987, 1996/1997 dan 2004.

Skuad Persebaya 1977/1978:

Manajer: Richard Pankey
Pelatih: M. Basri – J.A Hattu
Pemain: Harsono, Didik nurhadi, Wayan diana, Rusdi bahalwan, Yudi suryata, Riono asnan, Hamid asnan, Suyanto, Santoso pribadi, Rudy W. Keeltjes, Johny fahamsyah, Yopi saununu, Subodro, Djoko malis mustafa, Hadi ismanto, Abdul kadir, Waskita, dan Sapuan.

Skuad persebaya 1986/1987:

Manajer: M. Barmen, Tianto saputro, Agil h. ali
pelatih: Nino sutrisno, Misbach, Kusman hadi
Pemain: I gusti putu yasa, Usnadi, Edi mujianto, Usman hadi, Muharrom Rusdiana, Nuryono hariadi, Subangkit, A.A. Rae bawa, Slamet bahtiar, Sutiaji, Zainal suripto, Budi prasito, Salim barmen, Maura hally, Seger sutrisno, Yongki kastanya, Aris sainyakit, Budi johanis, Nanang harmuji, Mustaqim, Syamsul arifin, Marsaid, Anis fuad.

Skuad Persebaya 1996/1997:

Manajer: Soenarto soemoprawiro
Asisten manajer: Soekarwoto soemoprawiro
Pelatih: Rusdy Bahalwan I Subrodo
Pemain: Agus murod alfarizi, Dedy siwanto, Edi sukamto, Mursyid effendi, Bejo sugoantoro, Justino P. (Brazil), Hartono, Aji santoso, Kenedy, Khairil anwar, Aris susanto, Anang makruf, Eri irianto, Carlos de melo (brazil), Yusuf ekodono, Jatmika, Uston nawawi, Sutaji, Abdul kirom, Reonald pietersz, Jackson F. Tiago (brazil), dan Sugi utomo

Skuad Persebaya 2004:

Manajer : Saleh mukadar
Pelatih : Rusdy Bahalwan I Subrodo
Asisten pelatih : Stefano “Teco” Cugura, Ibnu Grahan, Kasiyanto
Pemain : Endra prasetya, Hendro kartiko, Dedy sutanto, Mursyid effendi, Bejo sugiantoro, Nova arianto, Mairahman, Mat halil, Yeyen tumena, Khairil anwar, Anang makruf, Andri budianto, Leonardo guiterez (Cile), Danilo fernando (Brazil), Choirul anam, Slamet nur cahyo, Uston nawawi, Rahel tuasalamony, Quwetly alweni, Kurniawan dwi yulianto, Christian carasco (Cile) dan Gendut doni kristiawan.

Lanjut kemudian Mas Dhion Prasetyo sendiri memunyai perspektif berbeda menyoal tim bajul ijo dalam bukunya “Persebaya And Them: Jejak Legiun Asing Tim Bajul Ijo”. Beliau mengejawantahkan secara gamblang sebentuk penegasan sekaligus idenditas diri bahwasanya Persebaya tak sekadar sebuah klub ecek–ecek. Meminjam terminologi spanyolnya “Mes Que Un Club” menjadi ciri khas tim katalan dengan klub agungnya Barcelona FC. Mes Que Un Club sendiri memunyai arti kurang lebih “bukan klub biasa”. Pun dengan Persebaya sendiri label tersebut layak disematkan kepada klub kebanggaan Kota Pahlawan.

Sedangkan tercuplik di buku “Drama Persebaya Sehimpun Reportase Jatuh Bangun Persebaya Surabaya Mengarungi Liga 1 2018” karya Mas Oryza A. Wirawan. Bagaimana klub yang warna dominannya hijau ini rela jatuh bangun mengarungi kompetisi dengan jerih payah bahkan ngos-ngosan. Mulai dari dramaturgi pemecatan pelatih hingga drama transfer yang diluar prediksi dll. Sebelum benar-benar finish di peringakat lima di akhir kompetisi.

BACA:  Anniversary, Konspirasi, dan Pandemi: Sebuah Refleksi Kebahagiaan di Tengah Pandemi Negeri

Tak elok kirnya jika kita hanya memaparkan narasi-narasi yang apresiatif belaka. Namun kita juga harus presisi pada keberimbangan dengan menarasikan kejadian-kejadian yang agaknya miris. Niatannya agar tak terulang kembali misalnya di tiap Persebaya terutama laga tandang atau away, musti ada rentetan suporter yang meninggal entah terjadi by accident, kecelakaan atau pun faktor-faktor lain yang kerap kali memengaruhinya sehingga untuk safety diri pun tak terjaga dengan baik.

Para suporter mengenal istilah estafet yang biasanya dilakukan saat laga tandang gambaran umumnya suporter melakukan sstafet (perjalanan yang dilakukan dengan berganti-ganti kendaraan). Nah, ini yang sebenarnya harus kita pahami minimal untuk diri kita sendiri. Lebih-lebih untuk semua sivitas olahraga wa bil khusus para suporter. Mitigasi sepak bola saya pikir sangat-sangat diperlukan terutama menjelang pertandingan dan pasca laga. Artinya kita punya plan minimal mereduksi ha-hal yang tidak kita inginkan.

Semoga pameo ihwal mentradisikan tragedi pelan-pelan kita ubah. Minimal kita melalui paradigma sehat, berpikir jernih sebelum bertindak serta berperangai bijak kepada siapa pun. Terutama saat mendukung tim kebanggaan karena sejatinya yang seperti itu ialah bagian dari cerminan watak Kota Pahlawan yang dikenal pemberani namun tetap ramah bagi siapa saja.

Akhir kata, menginjak frase menjaga konsistensi di jalur prestasi, sudah pasti menjadi sesuatu atau ugeman yang wajib bagi sivitas pelaku sepak bola. Tak terkecuali para suporter yang sudah konsisten lebih dulu mengubah sikap menuju hl-hal yang bersifat baik. Ini menjadi semacam trademark tersendiri serta bagian dari prestasi yang patut diapresiasi oleh masyarakat luas. Tiada kata atau frase bahkan kalimat tanpa bermakna tanpa tersemogakan dengan doa. Akhirulkalam di milad ke-93 ini, Persebaya beserta seluruh sivitas didalamnya semoga Allah memberikan kesuksesan dan keberkahan yang tiada akhir. Waallahu alam

“Cintai klub kebanggaanmu dengan tertib, bijak, dan pantas.”
“Membiasakan yang tidak biasa, tetap sehat dan aman.”

*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Juni 2020. Dengan tema Arti Ultah 93 Persebaya Bagimu, kontes dibuka hingga 30 Juni 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display